Mohon tunggu...
Arif L Hakim
Arif L Hakim Mohon Tunggu... Konsultan - digital media dan manusia

digital media dan manusia

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Membangun Peradaban di Puncak Negeri

16 Agustus 2016   19:14 Diperbarui: 17 Agustus 2016   11:56 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keceriaan anak-anak Papua (www.ptfi.co.id)

Anda pasti ingat dengan film inspiratif yang mengisahkan bocah Papua yang begitu besar semangatnya untuk melanjutkan sekolah. Namanya Denias, sama seperti judul filmnya. Film yang digarap dengan manis oleh Ari Sihasale ini membuka banyak mata bagaimana sebagian masyarakat Papua (khususnya yang berada di pegunungan) menghadapi tantangan besar dalam menempuh pendidikan.

Kebetulan beberapa bulan yang lalu saya menyaksikan Ale dan Nia di sebuah acara bertajuk Bicara Papua: ‘Meneropong Papua Dalam Kacamata Budaya’ yang diselenggarakan di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dalam acara tersebut juga hadir Kerry Yerangga, Manajer Community Health Development PHMC PT Freeport Indonesia (PTFI), seorang alumni magister Universitas Gadjah Mada. Tonebicara Kerry sangat optimis. Bukan tanpa alasan, karena usahanya dalam menekan korban penyakit HIV/AIDS, tubercolosis, dan malaria (ketiga penyakit ini sering disingkat dengan ATM) di Kabupaten Mimika dan sekitarnya memang dikomandoi sendiri oleh lelaki yang lahir 38 tahun silam ini.

Kerry Yerangga (kanan) saat bercerita dengan semangat tentang penanganan malaria di Mimika (dok. pribadi)
Kerry Yerangga (kanan) saat bercerita dengan semangat tentang penanganan malaria di Mimika (dok. pribadi)
Ada kisah menarik saat Kerry bercerita tentang malaria. Sebelumnya memang pernah ada program untuk menekan angka malaria dengan membagikan kelambu. Namun setelah dievaluasi, ternyata membagi kelambu saja tidak cukup. Kerry akhirnya terjun langsung memasangkan kelambu di rumah-rumah warga. “Setiap mendatangi rumah, selalu kita tanya kepada warga: ‘Mace, sa boleh pasang kelambu di mace pu rumah ka?’ (Ibu, apakah saya boleh memasang kelambu di rumah Ibu?). Kami melakukannya door to door. Jalan di kampung-kampung dari ujung pukul ujung.”, tutur Kerry.

Bersama dengan staf PTFI dan berbagai pihak yang membantunya, dalam 3 bulan Kerry berhasil memasang lebih kurang 140 ribu buah kelambu pada sekitar 31 ribu rumah di Kabupaten Mimika.  Hasilnya? Angka malaria mampu ditekan drastis hingga 70 persen sampai dengan tahun 2014.

Selain menekan laju malaria, Kerry juga ikut berperan dalam penanganan tuberculosis. Tersedianya fasilitas klinik CHD yang dibangun PTFI sesuai dengan standar WHO telah mencapai 96 persen keberhasilannya dalam memberikan pengobatan TB.

Pengembangan masyarakat (community development-atau sering disingkat dengan comdev) memang menjadi salah satu isu yang sangat dipedulikan oleh PTFI, terutama kesehatan. Tak heran jika sampai dengan tahun 2015, PTFI telah membangun dan mengoperasikan 2 rumah sakit, 3 klinik umum, dan 2 klinik spesialis yang memberikan pelayanan secara gratis kepada masyarakat.

Fasilitas yang tersedia secara cuma-cuma tersebut begitu antusias digunakan oleh masyarakat. Data terbaru menunjukkan bahwa setidaknya di tahun 2015 ada 123.343 kunjungan pasien ke rumah sakit. Selain itu, ada sekitar 58 ribu kunjungan ke klinik umum dan spesialis.

Fasilitas kesehatan yang bisa diakses oleh masyarakat (ptfi.co.id)
Fasilitas kesehatan yang bisa diakses oleh masyarakat (ptfi.co.id)
“Karyawan adalah modal utama perusahaan. Sementara sebagian besar karyawan adalah orang kita sendiri. Kalau kondisi mereka tidak sehat, kita sendiri yang rugi”, demikian diucapkan oleh Kerry.

Apa yang diungkapkan oleh Kerry Yerangga memang tak berlebihan. Sampai dengan tahun 2015, 98 persen dari 32.416 karyawan PTFI adalah orang Indonesia. Sedangkan jumlah orang asli Papua yang bekerja dalam industri yang dikelola oleh PTFI telah mencapai hampir 8.000 karyawan. Melihat kondisi demikian, maka sangat logis jika perusahaan begitu peduli dengan kesehatan. Apalagi di dataran tinggi Papua di mana PTFI beroperasi terdapat beberapa penyakit endemik.

Selain kesehatan, PTFI juga sangat peduli dengan masalah pendidikan. Seperti kita ketahui bersama, pendidikan selama ini menjadi pekerjaan rumah terbesar bagi masyarakat Papua. Perbaikan sumber daya manusia diyakini akan mampu mengakselerasi proses pembangunan yang ada di Papua. Kepedulian PTFI tertuang melalui pemberian beasiswa, mendirikan dan mengelola asrama, serta memberikan bantuan infrastruktur dan operasional pendidikan bagi masyarakat Papua.

Data tahun 2015 menunjukkan bahwa PTFI juga ikut iuran dalam membantu mengurai masalah pendidikan di Papua dengan mendirikan dan mengelola 4 asrama. Selain itu, sejak 1996 hingga sekarang, PTFI telah memberikan 9.500 beasiswa kepada masyarakat Papua. Tak tanggung-tanggung , 67 pelajar telah diberangkatkan ke berbagai negara (Jerman, Filipina, China, Australia) untuk menikmati pendidikan yang lebih berkualitas.

Kontribusi PTFI bagi kesehatan dan pendidikan (PTFI)
Kontribusi PTFI bagi kesehatan dan pendidikan (PTFI)
Keberadaan PTFI di Papua perlu disikapi dengan bijak. Apa yang dilakukan oleh PTFI adalah wujud kontribusi secara langsung kepada masyarakat atas kegiatan usaha yang mereka lakukan di Tanah Papua.

Berbagai aksi nyata yang telah dilakukan PTFI mampu menggerakkan perekonomian dan membangun perkembangan masyarakat Papua. Aksi seperti ini ikut mendorong kemajuan Papua yang selama ini masih perlu dukungan dari berbagai pihak. Kondisi manusia yang lebih baik tentu akan menopang perbaikan nasib masyarakat Papua di masa depan. Karena membangun manusia berarti menyiapkan peradaban.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun