Mohon tunggu...
Arif Kusuma Fadholy
Arif Kusuma Fadholy Mohon Tunggu... Pengetik Non Fiksi dan Fiksi

- Penulis Buku Jihad Rasa - TU dan Pengajar di SDNU Pemanahan - Ketua Majelis Ingat Sejarah dan Leluhur Indonesia (MISLI)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sejarah Kedatuan Selaparang Islam di Pulau Lombok

13 Agustus 2025   08:10 Diperbarui: 13 Agustus 2025   11:39 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Pusaka Selaparang (wartabumigora.id)

Kerajaan atau Kedatuan Selaparang Islam terkenal berasal dari Pulau Lombok (Saat ini masuk Provinsi NTB). Sebelumnya, nama Selaparang diteruskan dari nama kedatuan atau Kerajaan Selaparang Hindu yang eksis pada abad ke-13 hingga 14 di bawah Kerajaan Majapahit.

Kelahiran dan Masa Keemasan Kedatuan Selaparang Islam

Menurut banyak sumber, Kerajaan atau Kedatuan Selaparang Islam berdiri pada abad ke-16. Pemimpin atau Raja pertamanya Bernama Sayyid Zulqarnain (Syaikh Abdurrahman) yang bergelar Sultan Rinjani dan Datu Selaparang. Sayyid Zulqarnain diketahui anak dari pasangan Ghaus Adurrazzaq (Mubaligh asal Kota Baghdad) dengan seorang putri Kerajaan Sasak (keturunan Raja pulau Lombok). Selain Sayyid Zulqarnain, Ghaus Adurrazzaq memiliki putri yang Bernama Syarifah Lathifah yang dijuluki Denda Rabi'ah.

Kedatuan Selaparang Islam diklaim sebagai Kerajaan yang pertama kali menerima Islam di Lombok. Kedatuan Selaparang menjadi pusat kerajaan Islam di Pulau Lombok di bawah pemerintahan Prabu Rangkesari. Pada masa itu, Sunan Prapen datang ke Kerajaan Selaparang, sejak saat itu Islam semakin menjiwa dalam kehidupan masyarakat Pulau Lombok.

Selain itu, saat kepemimpinan Prabu Rangkesari, kedatuan Selaparang Islam mencapai masa keemasan dikarenakan diklaim menguasai seluruh daerah Pulau Lombok. Kerajaan Selaparang juga terkenal tangguh di darat maupun laut. Bahkan, Prabu Rangkesari memindahkan ibu kota dari Teluk Lombok ke Desa Selaparang yang merupakan pedalaman di dataran perbukitan dengan tujuan mendeteksi semua gerakan mencurigakan di laut.

Raja Kedatuan Selaparang selanjutnya adalah Sri Dadelanatha. Pelantikannya dilakukan pada tahun 1630 Masehi. Diketahui, Sri Dadelanatha mendapatkan gelar sebagai Dewa Meraja di Sumbawa Barat yang saat itu menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Selaparang.

Kemunduran Kedatuan Selaparang Islam

Setelah Sri Dadelanatha turun tahta, naiklah Pemban Aji Komala sebagai raja Kedatuan Selaparang pada tahun 1648 Masehi. Pemban Aji Komala sendiri merupakan gelar Pangeran Pemayaman setelah menjadi Sultan Kedatuan Selaparang yang memerintah semua wilayah Pula Lombok dan Sumbawa. Dalam versi Babad Selaparang, yang dinobatkan pada tahun tersebut bernama Pemban Kertabumi.

Dikabarkan, di zaman (Abad ke-17) itu Kedatuan Selaparang mengalami kemunduran. Di antara penyebnya adalah ada perselisihan atau konflik internal antar golongan bangsawan dan serangan dari luar, terutama Kerajaaan-kerajaan dari Pulau Bali yang berusaha memperluas kekuasannya.

Makam Raja Selaparang (wartabumigora.id)
Makam Raja Selaparang (wartabumigora.id)

Drama Patih Arya Banjar Getas

Dalam Babad Selaparang, keruntuhan Kedatuan atau Kerajaan Selaparang masa Pemban Kertabumi, tidak lepas dari tokoh sentral yang bernama Arya Banjar Getas (Arya Sudarsana) yang berasal dari wilayah Perigi. Diketahui, Arya Banjar Getas adalah Patih ke-5 Kedatuan Selaparang. Akan tetapi, karena insiden yang membuat istri raja terjatuh dan tak sadarkan diri, Raja Selaparang kebingungan dan menuduh Arya Banjar Getas menjadi penyebabnya, sehingga Desa Perigi diserang oleh Pasukan Kedatuan Selaparang.

Hal tersebut membuat Arya Banjar Getas melarikan diri ke Kerajaan Pejanggik. Ia diterima baik oleh Rajanya yang Bernama Pemban Meraja Kusuma. Bahkan, beberapa tahun kemudian ia kemudian tokog penting di Kerajaan Pejanggik. Konflik dengan Raja Pejanggik dimulai, saat Arya Banjar Getas ditugaskan ke Pulau Bali.

Dikabarkan dari tulisan Lalu Lukman, Raja Pejanggik mencoba menodai istri Arya Banjar Getas yang Bernama Lala Junti. Setelah pulang dan mendengar kabar itu, Arya Banjar Getas marah dan memberontak dan memusuh Kerajaan Pejanggik. Dikarenakan kewalahan, menurut Lalu Azhar, Arya Banjar Getas pergi ke Kerajaaan Karangasem di Pulau bali yang dipimpin Anak Agung Karangasem, serta meminta bantuan untuk menyerang Kerajaan Pejanggik dan Kerajaan Selaparang.

Setelah balik ke Pulau Lombok, Arya Banjar Getas berdiam di wilayah Memelaq dan mengumpulkan pasukan sambil menanti pasukan dari Kerajaan Karangasem. Pada 1721, Pasukan Kerajaan Karangasem tiba di Pelabuhan Ampenan. Setelah itu, mereka ke Memelaq bergabung dengan pasukan Arya Banjar Getas.

Karangasem Menyerbu Pejanggik dan Selaparang 

Setelah persiapan matang dan bertubi-tubi dari gabungan Kerajaan Karangasem dan pasukan Arya Banjar Getas, pada 1722 Kerajaan Pejanggik akhirnya takluk setelah penyerangan yang berkali-kali. Setahun kemudian, yakni 1723 gabungan pasukan itu mulai menyerang Kedatuan Selaparang hingga tahun 1725.

Dalam peperangan tersebut, kedatuan Selaparang mendapatkan bantuan pasukan Kesultanan Sumbawa di bawah pimpinan Amasa Samawa. Ada versi lainnya juga menceritakan, pasukan dari Sumbawa tersebut pernah ikut melawan kedatuan Selaparang.

Dikarenakan pernah berperang di Pulau Lombok, sebagian bekas prajurit Sumbawa itu kemudian menetap di Lombok dan menjadi cikal-bakal atau nenek moyang dari penduduk desa Rempung, Jantuk, Siren Rumbuk, Kembang Kerang Daya, Koang Berora, Moyot dan yang lainnya. Para penduduk tersebut sebagian besar berbahasa Taliwang hingga saat ini.

Terkait runtuhnya Kedatuan Selaparang pun setidaknya ada beberapa versi. Ada sumber yang bilang akhir dari Kedatuan Selaparang itu tahun 1927, versi lainnya sebelum tahun 1900, dan ada juga yang mencatat 1940. 

Meskipun dianggap menyerah pada Kerajaan Karangasem dan statusnya diturunkan menjadi Desa atau Kelurahan, tetapi berkat perjanjian dengan Raden Praya, maka pulau itu dibagi menjadi dua wilayah. Meskipun demikian, namun tetap mengakui Kerajaan Karangasem sebagai induk mereka dan sejak saat itu kebudayaan istana Bali dan peradaban Bali juga turut berkembang di Lombok bagian barat. Sedangkan peradaban dan budaya Islam tetap terjaga di wilayah tengah dan timur pulau Lombok. Maka wajar, jika sampai saat ini pulau Lombok masih berjuluk "Pulau Seribu Masjid". 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun