Mohon tunggu...
arifin usman Mursan
arifin usman Mursan Mohon Tunggu... USA LAWFIRM is employment consultant that helps workers who have difficulties in employment agreements, employment relationships or unfulfilled rights and obligations. provides advice and legal steps in resolving any problems in employment including providing legal assistance to companies in terms of collective agreements, bipartite and tripartite discussions related to industrial relations disputes in any industry, especially the Indonesian oil and gas industry

LABOR LAW AND INDONESIA EMPLOYMENT LAW

Selanjutnya

Tutup

Hukum

SP yang Tidak Aktif & Tanpa Agenda apakah Tetap Berwenang Mengajukan Perjanjian Kerja Bersama?

27 Agustus 2025   06:56 Diperbarui: 27 Agustus 2025   06:56 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan:

  1. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) terhadap UUD 1945, UU No. 21 Tahun 2000, UU No. 13 Tahun 2003 jo. UU No. 6 Tahun 2023, dan peraturan terkait PKB.
  2. Pendekatan konseptual (conceptual approach) untuk memahami konsep legitimasi serikat pekerja dalam perundingan kolektif.
  3. Pendekatan kasus (case approach) pada praktik hubungan industrial di Indonesia.

Pembahasan

1. Kedudukan Hukum Serikat Pekerja

Hak untuk berserikat dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 serta diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Salah satu fungsi strategis serikat pekerja adalah melakukan perundingan kolektif dengan pengusaha, yang hasilnya dituangkan dalam PKB. Namun dalam praktik, terdapat serikat pekerja yang terbentuk hanya secara formalitas, tidak memiliki kegiatan rutin, tidak aktif membela kepentingan pekerja, dan tidak menjalankan fungsi organisasi secara nyata. Fenomena ini menimbulkan permasalahan: apakah serikat pekerja yang tidak aktif tetap berwenang mengajukan perundingan PKB, ataukah syarat keaktifan organisasi menjadi prasyarat untuk itu?

UU No. 21 Tahun 2000 Pasal 4 ayat (2) huruf c menyatakan bahwa serikat pekerja berhak: "membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha." Hak ini diberikan selama serikat pekerja telah sah tercatat pada instansi ketenagakerjaan. Dengan demikian, secara formal keberadaan serikat pekerja tidak bergantung pada keaktifan organisasional, melainkan pada pencatatan hukum. Namun, keberadaan serikat pekerja tidak hanya bersifat formal, tetapi juga substantif. Fungsi utamanya adalah memperjuangkan kepentingan pekerja (Pasal 4 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2000). Serikat pekerja yang tidak aktif berarti tidak melaksanakan fungsi representasi sebagaimana mestinya.

Syarat Pengajuan Perjanjian Kerja Bersama, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Pasal 119) menyatakan bahwa perundingan PKB hanya dapat dilakukan oleh serikat pekerja yang:

a.memiliki anggota lebih dari 50% jumlah pekerja di perusahaan, atau

b. mendapat dukungan lebih dari 50% jumlah pekerja yang hadir dalam pemungutan suara.

Ketentuan ini menegaskan bahwa selain keabsahan formal, dukungan mayoritas pekerja adalah syarat mutlak legitimasi serikat pekerja dalam perundingan PKB. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan instrumen hukum yang lahir dari proses perundingan kolektif antara serikat pekerja dengan pengusaha. Kehadiran PKB dimaksudkan untuk memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap pekerja, sekaligus menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan. Namun, agar perundingan PKB benar-benar mencerminkan kepentingan pekerja, undang-undang menetapkan syarat representasi tertentu yang harus dipenuhi oleh serikat pekerja. Pasal 119 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa perundingan PKB hanya dapat dilakukan oleh serikat pekerja yang memenuhi salah satu dari dua syarat berikut:

  1. Memiliki anggota lebih dari 50% dari jumlah pekerja di perusahaan
    Syarat ini mengandung makna bahwa serikat pekerja harus mewakili mayoritas pekerja di perusahaan tersebut. Artinya, legitimasi serikat pekerja tidak hanya diukur dari status pencatatannya pada instansi ketenagakerjaan, tetapi juga dari basis keanggotaan riil yang dimilikinya. Dengan memiliki lebih dari separuh jumlah pekerja sebagai anggota, serikat pekerja dianggap sah secara substantif untuk bertindak sebagai representasi pekerja dalam perundingan PKB.
  2. Mendapat dukungan lebih dari 50% jumlah pekerja yang hadir dalam pemungutan suara
    Ketentuan ini membuka ruang bagi serikat pekerja yang belum memiliki mayoritas anggota, tetapi tetap bisa mewakili pekerja asalkan memperoleh dukungan mayoritas melalui mekanisme demokratis, yaitu pemungutan suara. Mekanisme ini menegaskan prinsip demokrasi industrial, di mana hak representasi ditentukan berdasarkan suara dan kepercayaan pekerja, bukan sekadar jumlah anggota formal.

Kedua syarat tersebut mencerminkan semangat untuk memastikan bahwa serikat pekerja yang berunding dengan pengusaha benar-benar memiliki legitimasi representatif. Dengan demikian, PKB yang dihasilkan bukan hanya formalitas hukum, tetapi juga merupakan hasil kompromi yang dapat diterima oleh sebagian besar pekerja. Apabila syarat representasi ini tidak dipenuhi, maka serikat pekerja tidak dapat mengajukan perundingan PKB. Hal ini penting untuk mencegah munculnya PKB yang hanya mewakili kepentingan sebagian kecil pekerja, atau bahkan hanya menjadi instrumen segelintir elite serikat tanpa mengakomodasi aspirasi mayoritas. Dengan kata lain, Pasal 119 UU Ketenagakerjaan merupakan filter hukum yang berfungsi menjaga keseimbangan dalam hubungan industrial. Di satu sisi, ia melindungi pengusaha agar tidak berunding dengan serikat pekerja yang tidak legitimate. Di sisi lain, ia menjamin pekerja agar tidak diwakili oleh serikat pekerja yang tidak mendapat dukungan mayoritas.

Prinsip mayoritas ini juga sejalan dengan asas demokrasi industrial, di mana keputusan-keputusan penting yang menyangkut kepentingan bersama pekerja harus diambil berdasarkan dukungan mayoritas. Oleh karena itu, keberadaan pasal ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga mencerminkan filosofi bahwa PKB sejatinya adalah hasil dari perundingan kolektif yang adil, demokratis, dan representatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun