Mohon tunggu...
Arifin BeHa
Arifin BeHa Mohon Tunggu... Wartawan senior tinggal di Surabaya

Wartawan senior tinggal di Surabaya. Dan penulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Erros Djarot Romansa Waktu

18 September 2025   14:30 Diperbarui: 18 September 2025   15:54 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
M. Anis (kiri) dan Erros Djarot (kanan) proses editing  Buku "Erros Djarot Apa Kata Sahabat" (Dok.Pri)

Sabtu pagi (13/9/2025) sekitar pukul 10.00 WIB saya mendapat pesan WhatsApp (WA) dari M. Anis, wartawan senior.

"Assalamualaikum. Sehat selalu. Mohon maaf, saya akan kirimkan buku ini. Erros Djarot; Apa Kata Sahabat. Berisi tulisan 72 sahabat Erros, tebal 645 halaman. Kalau berkenan, tolong nama dan alamatnya, kami akan segera kirimkan. Wassalam, tetap semangat. m. anis."

Tanpa pakai lama, alamat kediaman saya kirim.

Tentu saja saya tidak mengira, Mas Anis peduli mengirimkan buku.

Tentu saja sangat surprise ketika buku itu sampai di alamat saya, Rabu malam (17/9/2025).

Buku "Erros Djarot Apa Kata Sahabat" terbungkus rapi. Saya pandangi dari depan, belakang, atas dan bawah. Disegel stiker.

Pengirimnya: LINGKAR BUDAYA CERDAS - Kreativitas Tak Terbatas yang beralamat di Jl. Penjernihan I no 50 Pejompongn, Jakarta Selatan.

Seketika itu saya WA Mas Anis: Alhamdulillah. Rabu malam (17/9) paket kiriman buku sudah tiba. Matursuwun,

Saya mengenang nama Erros Djarot dizaman saya masih remaja. Tahun 1977: saya masih sekolah menengah atas. Lagi senang-senangnya baca novel. Salah satunya novel "Badai Pasti Berlalu" karta Marga T.

Novel tersebut diangkat menjadi film dengan judul yang sama, disutradari oleh Teguh Karya dibintngi oleh Christine Hakim, Roy Marten dan Slamet Rahardjo.

Buku 'Erros Djarot Apa Kata Sahabat'
Buku 'Erros Djarot Apa Kata Sahabat'

Nah, lagu dalam film itu -yang berjudul 'Badai Pasti Berlalu' mampu menghipnotis masyarakat pemerhati, pecinta, penikmat musik, dan seniman dari generasi ke generasi.

Soundtrack 'Badai Pasti Berlalu' bagaikan sihir merasuki jiwa orang tua dan muda di zaman itu. Entah berapa kali saya beli. Masih berupa kaset di Toko Apolo, Surabaya hingga CD di Mangga Dua, Jakarta.

Ada satu cerita tersembunyi dibalik pemilihan penyanyi asli 'Badai Pasti Berlalu' yang sempat diwarnai perdebatan, yakni saat Eros Djarot berkeyakinan bahwa Berlian Hutauruk adalah sosok yang tepat untuk membawakan lagu ini.

Namun, Teguh Karya sang sutradara menolak karena ia lebih menyukai karakter vokal Anna Manthovani.

Perdebatan pun membuat Eros berkeinginan mengundurkan diri dari project besar 'Badai Pasti Berlalu' kala itu dan Teguh pun akhirnya mengalah.

Lagu terkenal dan legendaris 'Badai Pasti Berlalu' tahun ini memasuki usia hampir lima dekade. Lagu yang dikenal memiliki lirik indah dan aransemen serta melodi megah ini, pernah dinobatkan oleh Rolling Stone Indonesia sebagai lagu terbaik sepanjang masa.

Tidak salah jika Rolling Stone Indonesia mencatatkan sejarah 'Badai Pasti Berlalu' sebagai lagu Indonesia terbaik sepanjang masa pada pertengahan tahun 2009.

Hal ini terbukti prestasi yang turut dicapai oleh lagu ini pun terus mengalir sepanjang masa, salah satunya 'Nominasi Original Soundtrack Film Terbaik Tahun 2021', dalam aransemen baru yang sukses digarap oleh Grup Band Pop Noah.

Erros Djarot adalah romansa yang tak lekang oleh waktu. Dia menjadi sutradara ilm Tjoet Nja' Dhien, biografi sejarah tahun 1988.

Dibintangi oleh Christine Hakim sebagai Cut Nyak Dien, dan pernah memenangkan Piala Citra sebagai Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 1988. Film ini menjadi film Indonesia pertama yang diputar di Festival Film Cannes.

Eros Djarot, bernama lengkap Sugeng Waluyo Djarot adalah potret seorang budayawan yang secara sadar ‘menjerumuskan diri’ dalam dunia politik. Pilhan itu didorong pemahamannya tentang suasana batin rakyat dan bangsanya. Kendati, dalam kondisi perilaku para politisi saat ini, Ketua Umum DPP Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) ini sesungguhnya merasa malu disebut sebagai politisi. Ia jauh lebih bangga disebut seorang budayawan.

Menurut mantan Pemimpin Redaksi Tabloid Detik ini, politik sebenarnya sebagai kanal alat penerjemahan kehendak kebudayaan bangsa.

Masih ada orang seperti Erros Djarot

Dalam buku "Erros Djarot Apa Kata Sahabat" yang saya baca, Erros adalah sosok yang heboh. Pengakuan itu disampaikan oleh Franz Magnis-Suseno yang lebih dikenal denganmpanggilan Romo Magnis.

Moh. Anis (kiri), Hadiaman Santoro wartawan senior (tengah) dan penulis (kanan) di pemakaman istri wartawan senior Peter A. Rohi  (25 Januari 2020)
Moh. Anis (kiri), Hadiaman Santoro wartawan senior (tengah) dan penulis (kanan) di pemakaman istri wartawan senior Peter A. Rohi  (25 Januari 2020)

Romo Magnis menulis (di halaman 547): Betapa menggembirakan bahwa ditengah-tengah kerumunan mereka yang mencari koneksi, posisi politik yang 'menjanjikan' yang membonceng pada yang berkuasa, pada apa yang sekarang disebut oligarki, yang dalam lemari pakaian terkumpul bukan miliaran melainkan triliunan rupiah dan cukup agar sejuta orang bisa makan selama setahun, masih ada orang seperti Erros Djarot.

Erros Djarot orang yang bersih, terbuka, kritis, jujur, orang yang tidak dapat disogok. Erros masih mempunyai cita-cita. Cita-cita agar Indonesia menjadi bangsa yang bersatu, sejahtera, adil, yang mencintai kemerdekaan, dimana orang kecil bisa hidup dengan aman, dan bangga bahwa dirinyaorang Indonesia.

Demikian karena Erros menyerap semangat Bung Karno.

Baginya berkuasa demi mencari untung pribadi dan kesempatan bagi keluarganya, adalah sesuatu yang asing. Cita-citanya adalah menyumbang agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang dapat dibanggakan, adil makmur, danterlibat dalammendukung tatanan duna yang serupa.

Selama ada orang seperti Erros Djarot, masih ada harapan bagi Indonesia. Orang berani bicara, yang tidak membungkuk terhadap tekanan, dan tidak ikut arus aliran sampah. Ia memberi harapan bahwa kita belum tenggelam.

Tak salah, M Anis yang pernah terlibat di redaksional situs kepresidenan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) periode pertama, menjadi editor buku ini.

Sebanyak 72 orang terdiri dari berbagai kalangan, politikus, pejabat pemerintah, toloh politik, agamawan, pengusaha, kontraktor, budayawan, seniman, jurnalis dan sebagainya, baik dari dalam maupun luar negeri, menulis artikel, lebih tepatya bercerita dengan versi masing-masing.

Anis menulis: Erros Djarot adalah tokoh multitalenta. Orang mengenalnya bisa dari berbagai sisi, entah dari jarak dekat maupun jarak jauh.

Buku ini menjadikan saya seperti kembali ke masa remaja. Masa ketika dewasa. Masa bekerja. Yang di tengah-tengah itu semua saya menikmati karya-karya Erros Djarot. Tentu saja saya orang yang menikmati dan membaca buku ini: dari jarak jauh!

Terima kasih Mas Anis. Sahabat dan senior saya...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun