Mohon tunggu...
Arif Rahman Hakim
Arif Rahman Hakim Mohon Tunggu...

Wong cilik yang hobi menulis, membaca, dan main pingpong

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rumah Layak Huni Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah

3 Agustus 2012   08:39 Diperbarui: 4 April 2017   17:14 2166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah menghuni rumah layak dalam lingkungan yang sehat, tempat di mana mereka dapat tinggal dengan nyaman, aman, dan terlindung dari terik matahari, derasnya tetesan air hujan, dinginnya hembusan angin, maupun kotornya terpaan debu. Namun, tidak semua orang mampu membeli rumah idaman yang luas, bertingkat, dengan halaman yang asri sebagaimana yang terpampang di iklan-iklan perumahan. Peningkatan arus urbanisasi memaksa penduduk setempat maupun pendatang saling bersaing ketat untuk mendapatkan pekerjaan dan pendidikan yang layak, tidak terkecuali untuk dapat tinggal dalam hunian idaman yang harganya terjangkau.

Bertambahnya penduduk di kawasan perkotaan, serta semakin langka dan mahalnya harga tanah di kawasan perkotaan telah mendorong masyarakat untuk menghuni kawasan yang tidak sesuai dengan tata ruang kota dan tidak layak huni. Hal itu memicu penyimpangan pemanfaatan lahan secara ilegal pada lokasi sepanjang bantaran sungai, rel kereta api, maupun di atas tanah yang bukan miliknya,sehingga menyebabkan kekumuhan yang semakin meluas dan mengakibatkan lingkungan perumahan menjadi rawan terhadap berbagai bencana, seperti banjir, kebakaran, berbagai penyakit menular, dan sebagainya.

Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) dapat menjadi solusi ideal untuk menjawab peningkatan jumlah penduduk yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan akan rumah. Rusunawa ini diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil, TNI/Polri, pekerja industri/buruh, dan masyarakat umum yang dikategorikan sebagai masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), serta mahasiswa yang bermukim di wilayah perkotaan. Selain itu, pembangunan Rusunawa juga diharapkan dapat menghilangkan area permukiman kumuh di kota-kota besar di Indonesia.

Rusunawa pekerja Baleendah di Bandung.

(Foto: Arif Rahman Hakim).

Salah satu Rusunawa yang telah dibangun oleh Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, adalah Rusunawa Baleendah yang khusus untuk pekerja/buruh. Rusunawa ini dibangun tahun 2009 dan selesai tahun 2010 dengan anggaran sebesar Rp 9,6 miliar ataub tepatnya Rp 9.629.320.000. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung berperan menyediakan lahan, listrik, air, pavling blok, dan pemagaran lingkungan Rusunawa. Rusunawa Baleendah terdiri dari 1 TB, empat lantai, kapasitas hunian yang tersedia 74 unit, dan luas hunian 27 m² per unit. Fasilitas yang tersedia adalah ruang komersial, ruang pengelola, danruang bersama.

Pembangunan Rusunawa Baleendah dimaksudkan untuk mempermudah pekerja pabrik melakukan aktivitas. Di sekitar Baleendah terdapat belasan pabrik garmen dan perusahaan percetakan, serta banyak pekerja yang tidak memiliki rumah sendiri. Mereka mengontrak di rumah-rumah penduduk yang berdekatan dengan lokasi pabrik, lalu sebagian dari mereka pindah ke Rusunawa Baleendah. Rusunawa ini secara resmi dihuni sejak Maret 2011 dan yang sudah terisi sebanyak 63 unit kamar, sedangkan 11 unit kamar masih kosong. Tarif sewanya berbeda-beda, yakni Rp 230.000/bulan untuk lantai I, Rp 220.000/bulan untuk lantai II, Rp 210.000/bulan untuk lantai III, dan Rp 200.000/bulan untuk lantai IV. Kewajiban lain yang harus dilaksanakan oleh penghuni adalah membayar tarif listrik dan air. Rusunawa Baleendah selain dekat dengan pabrik, juga dekat fasilitas pendidikan dari TK hingga perguruan tinggi, rumah sakit, dan mini market.

Nina, penyewa di lantai III, membayar uang sewa Rp 210.000/bulan. Untuk listrik dia membayar Rp 75.000/bulan, dan untuk listrik membayar Rp 50.000/bulan. Ia bersama suami dan dua anaknya sejak April 2011 menyewa di Rusunawa Baleendah. Sebelumnya dia mengontrak rumah di kompleks wartawan dengan tarif sebesar Rp 500.000/bulan. Suaminya, Dede Haris, bekerja di sebuah perusahaan percetakan dan berpenghasilan Rp 3 juta/bulan.

Pada tahun 2010 Nina mengajukan permohonan menyewa kamar di Rusunawa Baleendah dengan melampirkan surat keterangan dari tempat suaminya bekerja, dan pada April 2011 permohonannya dikabulkan. “Saya bersyukur karena bisa tinggal di Rusunawa. Sebelumnya saya beberapa kali mengontrak rumah, dan saya merasa senang tinggal di sini karena aman dan nyaman. Sedangkan di rumah kontrakan sebelumnya terletak di pinggir jalan raya dan membahayakan keselamatan anak. Selain itu, lokasi Rusunawa Baleendah dekat dengan tempat kerja suami saya, cukup ditempuh dengan sepeda motor sekitar 15 menit,” katanya.

Salah seorang anaknya, Dara, duduk di bangku kelas 3 SD, dan lokasi sekolah dekat dengan Rusunawa Baleendah, dan dapat ditempuh dengan jalan kaki. “Banyak sekolah dari TK sampai perguruan tinggi di sekitar Rusunawa Baleendah, sehingga memudahkan penghuni Rusunawa menyekolahkan anak-anaknya,” tutur Nina.

13439830391638706706
13439830391638706706

Dadang Hermawan, salah seorang penghuni Rusunawa Baleendah.

(Foto: Arif Rahman Hakim)

Penghuni Rusunawa Baleendah lainnya adalah Dadang Hermawan yang bekerja di sebuah perusahaan tekstil. Ia menyewa di lantai I dengan tarif sewa Rp 230.000/bulan. Dadang sejak Maret 2011 menyewa di Rusunawa tersebut, sedangkan sebelumnya ia mengontrak di tempat lain. Lokasi Rusunawa Baleendah dengan pabrik sekitar 8 km dan ia ke pabrik dengan mengendarai sepeda motor.

“Sebagai pekerja yang tidak memiliki rumah, saya mengucapkan terima kasih kepada pemerintah yang telah membangun Rusunawa khusus untuk pekerja karena besar manfaatnya. Sebelumnya saya mengontrak rumah sebesar Rp 500.000/bulan dan lokasinya cukup jauh dari tempat kerja,” katanya.

Dari tempatnya bekerja Dadang bergaji Rp 2 juta per bulan. Dengan penghasilannya sebesar itu dia mengaku tidak kesulitan membayar uang sewa rusunawa per bulan, karena tarif sewanya terjangkau. Untuk menambah penghasilan Dadang berjualan sembako dan kue di Rusunawa Baleendah. Isterinya yang bertugas mengendalikan usaha tersebut dan rata-rata omsetnya Rp 200.000 – Rp 250.000 per hari.

Pekerja pabrik lainnya yang menyewa Rusunawa Baleendah adalah Dani yang menempati lantai II dengan tarif sewa Rp 220.000/bulan. Karyawan pabrik tekstil yang berpenghasilan Rp 1.060.000 ini sejak Maret 2011 tinggal di Rusunawa tersebut, sedangkan sebelumnya tinggal bersama orang tuanya. Ayah seorang anak ini menuturkan tarif sewa Rusunawa terjangkau. “Saya lancar membayar uang sewa, juga lancar membayar listrik rata-rata Rp 80.000 – Rp 100.000 per bulan, dan membayar air rata-rata Rp 25.000 – Rp 30.000 per bulan,” katanya.

Dani mengungkapkan, pembangunan Rusunawa khusus untuk pekerja itu merupakan bukti kepedulian pemerintah terhadap nasib pekerja yang tidak memiliki rumah. “Penghasilan pekerja atau buruh pas-pasan, sulit untuk membeli rumah. Untunglah pemerintah membangun Rusunawa khusus untuk pekerja, sehingga pekerja dapat menyewa dengan harga yang terjangkau,” ujarnya. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun