Mohon tunggu...
Aries Heru Prasetyo
Aries Heru Prasetyo Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi bidang Crisis Management

Aries Heru Prasetyo, MM, Ph.D menyelesaikan pendidikan S-1 dan S-2 di Universitas Airlangga Surabaya, kemudian melanjutkan pendidikan Doktoral di Fu Jen Catholic University, Taiwan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Technological Savy Diprediksi Menjadi Mesin Kinerja Selama Pandemi

30 Mei 2020   13:43 Diperbarui: 30 Mei 2020   14:05 1044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari ini kita memasuki bulan ke empat pasca Covid-19 mengawali kunjungannya ke tanah air. Para pelaku bisnispun kini tengah menantikan apakah kebijakan pembatasan sosial berskala besar akan diakhiri atau malah memasuki babak yang baru. Terlepas dari apapun pilihan yang akan diambil, mari kita sama-sama melihat bahwa keputusan tersebut adalah yang paling tepat baik dari sisi kemanusiaan maupun ekonomi. Bak sebuah iklan yang terkenal beberapa tahun yang lalu "apapun kondisinya, bisnis dan roda ekonomi harus tetap berjalan", itulah konsekuensi kondisi normal baru yang harus kita hadapi. Sampai pandemi ini benar-benar dinyatakan usai maka kita tak perlu kikuk untuk mengenakan masker kemanapun dan saat beraktivitas apapun, termasuk bekerja. Demikian pula halnya dengan ajakan untuk menjaga jarak atau mencuci tangan lebih sering dari biasanya. Semua itu dilakukan demi menjaga kelangsungan hidup kita.

Satu hal yang diprediksi akan terus berlanjut adalah kebijakan bekerja dari rumah atau work from home. Pagi ini saya berkesempatan untuk menjadi pembicara online dalam acara salah satu stasiun radio anak muda, kali ini kita membahas tentang apa yang akan menjadi mesin pencipta kinerja ketika sistim WFH tetap dijalankan. Saat memulai acara, sayapun menyampaikan sebuah pertanyaan unik "siapkah kita memasuki mekanisme kehidupan normal yang baru? Bagaimana bila perusahaan anda meminta karyawan untuk kembali beraktivitas rutin selakyaknya sebelum ada pandemi?". Spontan pertanyaan tersebut mengundang berbagai macam respon dari para pendengar. Sebagian kecil dari merea menyatakan 'SIAP' untuk kembali bekerja dan beraktivitas secara fisik di kantor. Namun dominasi jawaban ada di ranah 'TIDAK'. Mereka lebih memilih untuk bekerja dari rumah sampai pandemi ini benar-benar selesai. 

Sejenak sayapun terhenyak dengan jawaban tersebut karena berdasarkan penelusuran di sejumlah hasil riset, tahun 2022 diyakini menjadi tonggak awal penyelesaian pandemi ini. Jika prediksi itu benar adanya, maka kita perlu merumuskan sebuah strategi baru dalam menciptakan produktivitas atau kinerja, meskipun itu harus dilakukan lewat sistim bekerja dari rumah ataupun work from anywhere. Opsi bekerja dari manapun akhirnya saya pakai untuk mendefinisikan sebuah aktivitas yang beraam 'BEKERJA'.

Sayapun meminjam konsep yang dikenal di pertengahan tahun 90-an, bernama ROWE - Result Oriented Working Environment. Ide yang diusung sangatlah sederhana: bahwa bekerja tak lagi harus didefinisikan sebagai datang secara fisik ke gedung kantor. Bekerja kini dimaknai sebagai upaya untuk menghasilkan sebuah produktivitas kerja. Untuk itu, anda dan saya harus ditemani dengan TEKNOLOGI yang akan Benjamin kelancaran upaya kita dalam membangun produktivitas. Dari situ saya-pun mengusung tema technological savvy sebagai syarat dalam menjalani kehidupan normal yang baru.  

Lalu, apa yang sebenarnya dimaksud dengan technological savvy? Ini merupakan sebuah mekanisme yang mengatakan bahwa peran teknologi dalam membangun produktivitas sudah tidak dapat dikesampingkan lagi. Sebagai contoh, dengan aplikasi teknologi yang memungkinkan kita berkomunikasi secara face to face maka sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak dapat hadir dalam diskusi atau rapat kantor. Pengalaman dari sistim bekerja dari rumah menunjukkan bahwa dalam aktivitas apapun, kita masih dapat mengerjakan tugas-tugas kantor secara online. Alhasil kemampuan kita dalam memanfaatkan teknologi seperti zoom, atau microsoft meeting sangat menentukan keberhasilan dalam meraih produktivitas meski tengah berada di rumah.

Studi yang saya lakukan di akhir April terrait efektivitas bekerja dari rumah menunjukkan bahwa 92% responden menyatakan bahwa mekanisme kehidupan normal baru di kala pandemi ini telah menyadarkan mereka akan arti penting pemanfaatan teknologi dalam bekerja. Tak jarang backan mereka memanfaatkan waktu luangnya untuk mempelajari aplikasi baru yang akan mendukung proses kerjanya. Salah satu contoh sederhana adalah dengan mempelajari menu-menu yang disediakan di microsoft excel serta menggunakannya untuk kepentingan perhitungan tertentu. Beberapa responden memberi kesaksian bahwa keberanian mereka (yang berasal dari golongan 'kolonial') dalam mempelajari teknologi ternyata berdampak besar pada proses pengambilan keputusan. Tak jarang bahkan mereka menyatakan jika kini mereka lebih yakin dengan keputusan yang dibuatnya setelah mengolah data-data yang ada secara cermat. Satu hal yang membuat saya terkesima adalah ketika mereka juga mengatakan bahwa kini mereka juga mulai mengolah data-data publik yang tersedia bebas di internet guna mendukung pola pengambilan keputusannya. Beberapa di antaranya bahkan mengatakan jika pola ini mampu membuat para pengambil keputusan berada pada posisi yang jauh lebih obyektif daripada ketika mereka 'jauh' dari teknologi. 

Bagi saya ungkapan tersebut kiranya perlu diapresiasi. Mengapa? Karena dari situ kita bisa melihat betapa situasi pandemi Covid-19 ini telah memberikan sebuah pelajaran yang sangat berharga untuk kita semua yakni keluar dari zona nyaman yang selama ini kita rasakan. Technological savvy merupakan fondasi bagi kita untuk memotret realitas bisnis dan ekonomi ke depan, baik selama pandemi maupun pada periode pasca pandemi berakhir. Ini adalah era di mana data akan menjadi sebuah komoditas dengan nilai ekonomi yang sangat besar. Betapa tidak, sebab semua asumsi dan pengalaman kita selama ini (atau yang disebut dengan tacit knowledge) menjadi absurd dalam korteks perekonomian yang penuh dengan ketidakpastian. Sebagai gantinya, anda dan saya akan berhadapan dengan data-data yang dengan teknik data analytics akan membuat gambaran masa depan itu lebih nyata terlihat. 

Pola itulah yang membuat kelompok bisnis Alibaba, Google, Microsoft, Apple dan masih banyak remain lain untuk berhasil menguasai dunia. Bayangkan, dengan technological savvy yang dimiliki meraka berhasil memetakan apa yang menjadi kebutuhan konsumen. Saya yakin penuh bahwa ketika mereka mengembangkan 'online market' belum terbersit di dalam benak akan probabilitas hadirnya pandemi global seperti ini. Namun sejak tahun 2005 mereka telah berusaha untuk mengembangkan sebuah pasar yang memungkinkan orang untuk tidak perlu bersusah payah meluangkan waktu dan tenaga untuk datang dan bertransaksi. Belum usai dengan inovasi tersebut, mereka lalu mengembangkan jasa pembayaran secara online. 

Kini saat pandemi terjadi, anda dan saya SANGAT TERBANTU dengan dua aplikasi tersebut. Di tengah-tengah pemberlakuan PSBB secara ketat, di mana semua toko fisik tidak beroperasi lagi maka pilihan belanja secara online, yang dilengkapi dengan sistim pembayaran online sanat membantu. Bankan dari rumah, kita cukup memesan semuanya dari fasilitas smartphone kita berikut pembayarannya. Tanpa disadari pola ini juga meminimalkan risiko kita untuk terpapar pandemi. Di satu sisi, masalah kesehatan dapat tetap terjaga, di sisi lain roda ekonomi dapat terus berputar.

Definisi normal baru ini sekaligus membuat perusahaan tempat kita berkarir untuk segera berbenah dan beradaptasi. Beberapa standar procedure operasi terkait proses bisnis harus segera diubah dan disesuaikan dengan tuntutan pemanfaatan teknologi. Mekanisme persetujuan secara elektronik harus mulai disiapkan agar semua prosedur pengendalian dapat tetap berjalan dengan sempurna. Untuk itu perubahan paradigma kiranya menjadi salah satu prasyarat utama. Kini bukanlah saat yang tepat untuk berdebat tentang peranan teknologi dalam proses membangun produktivitas, karena technological savvy sudah membuktikan bahwa kehadirannya akan mampu mempertahankan kinerja perusahaan tetap berada dalam jalur yang direncanakan sebelumnya, pada kondisi dan situasi apapun. Pertanyaannya kini, beranikah kita untuk turut andil dalam proses perubahan ini?

Selamat berefleksi, sukses senantiasa menyertai Anda!  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun