Mohon tunggu...
Alexander Arie
Alexander Arie Mohon Tunggu... Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Penulis OOM ALFA (Bukune, 2013) dan Asyik dan Pelik Jadi Katolik (Buku Mojok, 2021). Dapat dipantau di @ariesadhar dan ariesadhar.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

18 Alasan Anda Harus Datang ke Bukittinggi

2 Februari 2015   00:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:59 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
img_20120409182433_4f82c6f14ed1f

Bagaimanapun Bukittinggi pasti identik dengan dua hal ini, dan tentu saja keduanya harus jadi alasan bagi anda datang ke Bukittinggi. Memangnya apa sih yang bakal andalihat? Kalau di Panorama, sejatinya ya memandang ombak di lautan yang kian blablabla Ngarai Sianok secara lepas. Kalau pas masanya, kita juga bisa menyaksikan performa di Medan Bapaneh yang ada di taman dalam Panorama. Tolong, ya, Panorama disini adalah nama tempat, bukan mode motret di smartphone. Di Panorama ini juga ada gardu pandang, supaya anda bisa melihat Ngarai Sianok dengan lebih lapang. Tapi bukan disitu serunya. Dekat gardu pandang ini ada kumpulan monyet sebenar-benarnya liar yang bakal mendekat karena ada kacang–yang dijual mahal di dekat situ. Hati-hati karena mereka beneran liar, dan tidak segan-segan menyeringai kepada pengunjung.

Lubang Jepang tentu sudah kita kenal bersama karena pernah nongol di acara hantu-hantuan. Lha, ya jelas, menurut ngana tempat macam ini nggak angker apa? Lubang yang digarap di masa penjajahan dengan tujuan perlindungan, sekaligus sebagai markas, sekaligus juga memakan banyak korban jiwa dalam proses pembuatan plus dalam proses politik dan militer yang terjadi di bawah sana.

Selain cukup seru dan mencekam, cobalah datang saat Lubang Jepang sedang peak season, dijamin anda akan merasakan sensasi rebutan oksigen di bawah sana.

12. Ngarai Sianok dan Great Wall

Ngarai Sianok adalah kunci, karena keajaiban alam inilah yang menjadi ciri khas dari Bukittinggi. Sebuah sungai membelah dua bukit dalam rentang jarak yang cukup panjang. Nah, salah satu yang cukup menonjol dan tampak di Ngarai Sianok jika dilihat dari Panorama adalah bangunan semacam tembok Cina versi mini. Inilah yang disebut sebagai Great Wall Koto Gadang. Mungkin kalau diterjemahkan menjadi Tembok Gadang Koto Gadang.

Menurut cerita para pedagang sekitar, bangunan ini adalah prakarsa dari Tifatul Sembiring dan para perantau asli desa setempat yang sudah sukses. Diceritakan bahwa jalur Great Wall itu merupakan jalur ketika Tifatul Sembiring sekolah di SMP4. Dari Koto Gadang ke seberang via Ngarai Sianok. Untuk menegaskan prakarsa, ada tanda tangan Tifatul Sembiring di bangunan sisi Koto Gadang. Memang karena Tifatul adalah putra Koto Gadang jadi semuanya diletakkan disana. Bangunan ini sendiri berbeda bermakna dari sisi Bukittinggi dan sisi Kota Gadang. Di sisi Bukittinggi tidak ada undak-undakan, tidak ada dinding, sebatas lantai batu. Walaupun sekarang kondisinya agak meragukan–terbilang rawan longsor–tapi pengalaman melewati Great Wall ini adalah sensasi yang membuat anda harus datang ke Bukittinggi.

13. Nasi Kapau dan Kerupuk Sanjai

Jangan kaget kalau naik angkutan umum dan anda mendengar, “Kapau!” atau “Sanjai!”. Para supir dan kernet itu bukannya lapar, tapi memang dua kata tersebut adalah nama tempat. Jadi, anda nggak sekadar tahu Nasi Kapau dan Kerupuk Sanjai, tapi juga tahu nama tempat aslinya. Makanya, ketika orang lain selalu bangga membeli Sanjai merk Christine Hakim nan kesohor itu, saya selalu bangga membeli Sanjai asli di Sanjai. *maksud aslinya adalah ngirit, sih*

14. Ikabe dan Mersi

Tidak ada istilah angkot, metromini, apalagi busway di Bukittinggi. Dua angkutan utama yang menguasai transportasi dalam kota adalah duo mobil merah berjudul Ikabe dan Mersi. Khasnya, Ikabe menggunakan mobil bermoncong, sedangkan Mersi tidak. Dahulu kalau Mersi pintunya di belakang, dan untuk memberhentikan harus menggunakan bel yang akan menyalakan lampu di depan.

Jangan heran, namanya memang begitu. Makanya, orang Bukittinggi asli itu nggak akan melihat orang yang memakai Mercedes Benz alias Mercy (dibacanya Mersi, kan?) itu keren. Maaf, ye, kami-kami ini sudah memakai Mersi untuk pergi ke pasar, beralek (kondangan-red), dan berangkat sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun