Untuk menjadi seorang raja tidaklah semudah di era sekarang ini. Di era kerajaan mataram misalnya untuk menjadi seorang raja harus melalui proses magang atau belajar dulu baik secara lahiriah maupun batiniah atau disebut putra mahkota kerajaan dan melalui sebuah proses yang panjang baik secara internal mendapatkan restu dari raja sebelumnya atau mendapatkan izin dari penasehat kerajaan atau biasa di sebut puru hita.
Secara eksternal harus mendapat legitimasi yang kuat dari masyarakat, karena raja merupakan sebuah simbol dan panutan masyarakatnya, jadi tidak cukup hanya sebatas pengakuan dari pengikutnya saja. Namun zaman telah berubah kini banyak bermunculan kerajaan kerajaan kecil di berbagai daerah di tanah air.
Baca juga : Filosofi Kuno, Kerja seperti Hamba, Makan seperti Raja
Sebagai contoh di Demak dengan munculnya kraton glagah wangi, dan yang baru saja terjadi di Purworejo  Kerajaan Agung Sejagad yang dengan penuh keyakinan akan mensejahterakan rakyat di seluruh penjuru dunia, kenapa fenomena seperti ini bisa terjadi?
Baca juga : Sang Raja Tua
Tidak sedikit masyarakat sekarang ini yang masih mempercayai adanya harta karun dan lain lain, mereka tidak segan segan mengeluarkan dana sampai ratusan juta rupiah untuk menjalani proses ritual.
Padahal dua faktor itu tidak berlaku untuk penobatan sebagai seorang raja karena baik secara ekonomi maupun hal hal yang bersifat spiritual sudah di ajarkan dalam proses magang tersebut, justru karakter Ngayomi,Ngayemi,Ngayani ( memberi perlindungan,Memberi ketenangan, memberi lapangan kerja) sudah terbentuk dengan sendirinya  dari seorang putra mahkota
Baca juga : Korespondensi Rasulullah SAW kepada Para Raja