Mohon tunggu...
Moch Ari Kholid Mandala Putra
Moch Ari Kholid Mandala Putra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN KHAS Jember

S1 Hukum Ekonomi UIN KHAS BWI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Legal Opinion Analisis Tukar Guling

13 Desember 2021   09:02 Diperbarui: 13 Desember 2021   09:11 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAPAT HUKUM (Legal Opinion)

 

Analisis Tukar Guling Peralihan Hak Atas Tanah 'Bekas Tanah Desa' Dalam Persepektif Hukum Dan Hak Asasi Manusia

 

Posisi Kasus

Banyak kasus pengambilalihan hak atas tanah kolektif masyarakat desa dimana desa mereka berubah menjadi kelurahan, yang dilakukan pemerintah daerah. Salah satu contohnya kasus yaitu tanah kas desa (TKD) atau bendho deso yang merupakan hak kolektif masyarakat. Tanah tersebut berupa tanah waduk seluas sekitar 60.000 m2 yang terletak disuatu wilayah. Pemerintah kota tersebut telah melepaskan tanah kepada suatu PT. dengan surat keputusan wali kota nomor 593/2423/4366/436.1.2/2008 dengan persetujuan DPRD kota tersebut dengan surat keputusan No. 39 tahun 2008. Tanah waduk di daerah tersebut menjadi objek tukar guling yang dilakukan oleh pemerintah kota tersebut dengan suatu PT. berdasarkan perjanjian bersama antara pemerintah kota dan PT tersebut. Pada tanggal 4 Juni 2009 warga di wilayah itu semula menolak peralihan hak atas tanah waduk.

Dasar Hukum

Dasar hukum yang dipakai oleh pemerintah tersebut untuk melakukan tukar guling atas tanah waduk yaitu sebagai berikut :

  1. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
  2. PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang diubah PP No. 38 Tahun 2008

Peraturan lainnya yang biasanya dijadikan dasar yaitu:

  1. Keputusan Mentri Dalam Negri No. 164 Tahun 1997
  2. Surat Dirjen Pemerintah Umum dan Otonomi Daerah Depdagri No. 593/2023/PUOD 14 Juli 1999
  3. Surat Gubernur No. 143/8272/013/1999 tanggal 27 Juli 1999.

Hukum yang Dilanggar

  1. UUD 1945, Pasal 28 I ayat (3) yang menentukan: Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Pemerintah telah melanggar hak masyarakat tradisional di daerah tersebut yang dimana waduk itu merupakan pengikat solidaritas kehidupan kolektif mereka dan identitas budaya, dikarenakan di waduk tersebut masyarakat bisa melakukan ritual bersih desa sejak berdirinya desa tersebut hingga sekarang.
  2. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang di ubah dengan Perpu No. 3 Tahun 2008, pasal 201 ayat 2 menentukan:  Dalam hal desa berubah statusnya menjadi kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan. Pemerintah kota memperhatikan atau melanggar hak kelola kelurahan di dusun tersebut. Meski tanah tersebut masih tergolong kekayaan daerah, namun eksistensi hak pengelolaan yang wajib diberikan kepada kelurahan tidak dapat dilanggar. Maka dari itu pengalihan tanah dengan cara tukar guling harus dengan persetujuan pemegang hak pengelola tanah yaitu kelurahan.
  3. PP. No. 35 Tahun 2005 tentang Kelurahan, pasal 26 huruf d yang termaktub pada pasal 23 ayat 2 yaitu d. Mengawasi pengelolaan keuangan kelurahan dan pendayagunaan aset daerah yang dikelola kelurahan. Menurut ketentuan tersebut kewenangan pemerintahan kota terhadap tanah waduk adalah sebatas pengawasan saja. Sedangkan dalam kenyataannya sudah melakukan tirani hukum dengan cara mengalihkan hak atas tanah tanpa persetujuan warga kelurahan dusun tersebut.
  4. UU No. 39 1999 tentang HAM:
    • Pasal 36 ayat 1 dan 2 menentukan: 1. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat, dengan cara yang tidak melanggar hukum. 2. Tidak seorang pun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenangan dengan secara melawan hukum. Pemerintah kota telah menyalahgunakan kewenangan hukum dengan melanggar hak kolektif masyarakat .
    • Pasal 44: Setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintah kota telah mengabaikan atau tidak memberikan hak berpendapat dan menyatakan usulan bagi warga yang tidak menyetujui peralihan hak atas tanah waduk.

Kesimpulan

  1. Tukar guling atas tanah waduk merupakan kekayaan kolektif warga yang dilakukan oleh pemerintah kota dan PT, meskipun dengan persetujuan DPRD adalah melanggar hukum, sehingga perjanjian tukar guling terhadap tanah tersebut batal pada Hukum.
  2. Pemerintah kota, DPRD dan PT telah melakukan pelanggaran HAM dengan melakukan perbuatan tukar guling. Hak yang dilanggar yaitu:
    • Hak atas kepemilikan bersama terhadap tanah waduk.
    • Hak penghormatan atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
    • Hak untuk mengajukan pendapat, usulan, permohonan dalam rangka untuk pelaksanaan pemerintahan yang baik, yaitu agar pemerintah tidak mengalihkan tanah waduk kepada pihak lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun