Tapi kalau game yang mereka mainkan hanya menyediakan komunikasi positif atau terbatas, mereka belajar merespons dengan cara yang lebih tenang dan dewasa.
Jadi, fitur mute bukan cuma mengubah suasana, tapi juga berpotensi membentuk kultur komunikasi yang lebih sehat di dunia game.
Dari Bungkam Jadi Belajar: Proses Bertahap ke Akses Bebas
Bayangkan seorang anak yang sedang dimute dalam game selama 24 jam—tidak bisa ngomong, tidak bisa ketik chat bebas, hanya bisa menikmati permainan tanpa berkomunikasi langsung dengan teman satu tim.
Awalnya, mungkin anak merasa frustasi atau bingung. Tapi, di balik itu, ada kesempatan emas untuk belajar.
Di masa mute ini, anak diberi waktu "bungkam" yang sebenarnya adalah jeda untuk refleksi. Karena tidak bisa langsung meluapkan emosi lewat kata-kata kasar atau komentar negatif, anak didorong untuk mengatur ulang pikirannya.
Mereka mulai belajar bahwa tidak semua perasaan harus disampaikan secara spontan, dan bahwa diam bisa jadi ruang yang berguna untuk menenangkan diri.
Selain itu, dengan tidak bisa berkomunikasi bebas, anak terdorong untuk lebih fokus pada permainan itu sendiri.
Mempelajari strategi, memperhatikan perilaku teman satu tim, dan belajar bagaimana berinteraksi dengan cara yang lebih positif ketika waktunya komunikasi kembali dibuka.
Periode mute ini sebenarnya adalah proses pembelajaran yang efektif. Anak diajak untuk menyadari konsekuensi dari kata-kata mereka sebelumnya, memahami pentingnya komunikasi yang baik, dan membangun kebiasaan baru yang lebih bijak.
Jadi, meskipun tampak seperti hukuman, mute selama 24 jam bisa menjadi momen berharga bagi anak untuk berkembang secara emosional dan sosial.
Saat waktunya berakhir, anak bukan cuma bebas bicara lagi—mereka sudah membawa pelajaran penting tentang bagaimana menggunakan suara mereka dengan tanggung jawab.