"Ketika sebuah merek pergi, kenangan dan tawa yang ditinggalkan seringkali lebih kuat daripada produk itu sendiri."
PT Tupperware Indonesia resmi menghentikan seluruh kegiatan operasionalnya per 31 Januari 2025. Setelah 33 tahun hadir di dapur, tas bekal, dan rak lemari keluarga Indonesia, perusahaan ini akhirnya pamit.
Rasanya kayak denger kabar mantan nikah duluan: kita tahu itu akan terjadi cepat atau lambat, tapi tetap aja... nyesek.
Aku sendiri nggak punya kenangan yang "dalem" banget soal Tupperware. Nggak pernah ikut arisan emak-emak, nggak punya koleksi kotak makan warna-warni yang matching, bahkan nggak inget pernah punya satu pun yang asli.
Tapi anehnya, waktu baca kabar soal penutupan Tupperware Indonesia, yang pertama kali muncul di kepala aku justru... meme.
Iya, meme. Yang muncul di Twitter, TikTok, Instagram---tentang Tupperware yang ketinggalan dan emak-emak yang ngamuk kayak dunia runtuh. Meme-meme yang biasanya diawali dengan:
"POV: Tupperware ketinggalan, emak gue belike: "
Lucu sih. Tapi juga... kok ya relate?
Padahal bukan pengalaman langsung. Tapi karena sering banget lihat dan baca, lama-lama jadi ngerasa: "Oh, ini tuh bagian dari masa kecil kita, ya?"
Bagian dari budaya kolektif yang entah gimana caranya berhasil menyatukan kita---anak-anak yang tumbuh besar di Indonesia tahun 90-an dan 2000-an.
Tupperware, Meme, dan Kenangan Kolektif
Ada yang bilang, ingatan itu nggak harus dari pengalaman pribadi. Kadang, kita ikut merasa dekat sama sesuatu karena kita tumbuh di tengah orang-orang yang mengalaminya. Dan buat Tupperware, hal itu bener banget.