Mohon tunggu...
Ariyansyah Romzi
Ariyansyah Romzi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seseorang yang menyukai dunia tulis menulis. Mulai sedikit2 belajar tentang politik. Pernah Belajar di Sekolah Demokrasi Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reformasi Birokrasi ; Antara Idealita dan Realita

23 November 2013   16:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:46 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

1 Desember 2012 pukul 17:57

Reformasi Birokrasi ; Antara Idealita dan Realita

Akhir-akhir ini wacana reformasi birokrasi begitu kencang disuarakan oleh pemerintahan SBY-Boediono yang kemudian wacana tersebut disambut dengan beragam penyikapan oleh berbagai lapisan masyarakat. Ada yang antusias menyambut wacana yang digulirkan pemerintah tersebut dengan harapan pemerintahan SBY-Boediono punya keberanian dan political will untuk merealisasikan wacana tersebut. Tapi tidak sedikit pula kalangan yang menyambut wacana tersebut dengan skeptis, terutama dari kalangan intelektual-akademis dan intelektual-aktivis. Mereka menganggap pemerintahan SBY-Boediono tidak cukup berani untuk melakukan perombakan besar-besaran di tubuh birokrasi, apalagi kita sudah sama-sama faham bahwa birokrasi yang ada sekarang umumnya diisi orang-orang yang notabene wakil dari partai politik.

Dengan kondisi tersebut sudah dapat dipastikan wacana reformasi birokrasi akn mendapat tentangan yang besar dari elit politik, terutama elit politik yang ada di senayan. Logika ini pula yang menjelaskan kepada kita mengapa reformasi birokrasi susah diwujudkan di Indonesia, kalaupun bisa diperlukan keberanian dan kesadaran dari seluruh komponen yang mengisi ruang politik Indonesia.

Secara umum birokrasi dapat diartikan sebagai konsep tentang sikap dan nilai serta tingkah laku yang mewarnai aparat administrasi. Sedangkan Webber memandang birokrasi sebagai organisasi penyelenggara negara secara rasional berdasarkan otoritas (kewenangan) yang dominan atas organisasi lainnya. Jadi secara sederhana birokrasi mencakup keseluruhan organisasi penyelenggara negara dari tingkat paling tinggi sampai tingkat paling bawah. Sedangkan reformasi birokrasi dapat diartikan sebagai reformasi terhadap keseluruhan  organisasi serta aparat penyelenggara negara yang sikap dan tingkah lakunya mulai menyimpang dari sikap yang seharusnya.

Di Indonesia sejarah birokrasi dipenuhi dengan warna otoritarian. Dimulai dari era orde lama dimana Soekarno menerapkan politik kebirokrasian yang otoriter. Dilanjutkan dengan era orde baru yang semakin otoriter, semua kebijakan publik diatur oleh pemerintah pusat dan birokrat di daerah-daerah pun hanyalah ‘robot’ pemerintah yang siap melaksanakan apapun tugas yang diperintahkan oleh pemerintah. Era reformasi yang diharapkan membawa perubahan dalam tubuh birokrasi juga tidak jauh beda, hal ini bisa dilihat dari kinerja para birokrat yang masih mengecewakan, kalau tidak mau disebut gagal. Sistem birokrasi yang ada sekarang belum mampu untuk bekerja secara optimal dan berkelanjutan.

Dalam prinsip birokrasi modern, setiap birokrat diharuskan untuk mentaati prinsip netralitas birokrasi dan profesionalisme birokrat sehingga pemerintahan dapat dilaksanakan secara demokratis dan efektif. Makanya idealnya seluruh pegawai negeri sipil, militer dan aparat kepolisian posisinya harus bebas /netral terhadap seluruh unsur sosial politik sehingga setiap birokrat bekerja melayani kepentingan rakyat dengan adil tanpa ada perbedaan dan tarik-menarik kepentingan politik.

Idealnya birokrasi berwenang melaksanakan dan mengadministrasikan kebijakan publik yang oleh para politisi yang ada di legislatif, eksekutif maupun yudikatif, mereka adalah eksekutor lapangan terhadap kebijakan publik. Oleh karena itu setiap birokrat harus memastikan dirinya bebas dari kepentingan politik sehingga dapat memberikan pelayanan publik secara adil bukan berdasarkan kepentingan kelompok dan atau partai politiknya. Jadi hubungan antara pemerintah dengan birokrasi idealnya adalah hubungan fungsional bukan hubungan kepentingan.

Namun kenyataan di lapangan, menunjukkan bahwa hubungan antara pemerintah dan birokrasi bukan hanya hubungan fungsional tapi juga hubungan kepentingan dan bahkan hubungan politis. Birokrat seringkali ‘disandera’ oleh pemerintah untuk melakukan peran politik dalam melaksanakan tugas administrasi dan eksekusi kebijakan publik. Lebih jauh bahkan kadang dalam hal teknis operasional kebijakan publik pun sudah dirancang oleh politisi yang menguasai pemerintahan  sehingga bisa menguntungkan mereka secara politik.

Dampaknya adalah ketidakefektifan peran pelayanan publik yang dilakukan oleh para birokrat karena mereka lebih cenderung untuk mendahulukan kepentingan politisnya daripada kepentingan rakyat. Dengan demikian akan terjadi ketidakstabilan peran birokrasi yang kemudian akan dimanfaatkan oleh orang-orang yang berorientasi pada kepentingan pribadi dan kelompok sehingga terjadi penyelewengan kekuasaan dengan melakukan tindakan-tindakan yang korup (KKN). Inilah yang terjadi di Indonesia saat ini, kegagalan peran birokrasi dalam tugasnya sebagai pelayan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun