Mohon tunggu...
Arief Paderi
Arief Paderi Mohon Tunggu... profesional -

Unemployment, former drummer hardcore, glad see corruptors sentenced to death, and likes black coffee

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Penegakan Hukum Setengah Hati di Balik Kepentingan Politik

21 Januari 2011   09:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:19 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika hukum menjadi kehendak penguasa dengan berbagai tujuan, pada akhirnya hanya akan menciptakan sistem monarki dan absolut. Secara kodratnya hukum tidak lagi memberikan pengertian sebagai sebuah aturan yang akan memberikan keadilan, kemanfaatan dan menjunjung tinggi asas persamaan. Cepat atau lambat, hukum hanya akan menjadi sebuah senjata oleh pemerintahan yang otoriter dan akan menyakiti rakyat.

Penegakan hukum seharusnya mempertimbangkan aspek tujuan hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan dan persamaan didepan hukum. Namun, manafik jika kita mengatakan bahwa penegakan hukum di Indonesia telah memperhatikan ketiga aspek tersebut, bahkan jauh dari harapan kita bersama.

Kasus Gayus HP Tambunan bisa kita jadikan contoh betapa kegobrokan penegakan hukum di Indonesia. Dimulai dari ulah Gayus di pengadilan Negeri Tanggerang, yang memunculkan kasus mafia hukum yang melibatkan berbagai petinggi penegak hukum, seperti Hakim, Jaksa, dan Penyidik Kepolisian dan bahkan pengacara Gayus sendiri. Sepertinya, Seluruh menegak hukum tersangkut dalam skandal mafia tersebut. Ini menjadi pertanyaan besar bagi 230 juta lebih masyarakat Indonesia. Apa yang sebenarnya yang salah dengan penegakan Hukum di Indonesia Ini.

Tidak hanya terhenti disana, Gayus telah terlalu jauh menjadi "Super Star" dihadapan Rakyat Indonesia. Tidak hanya karena kasus perpajakan dan penyuapan aparat hukum, namun juga membuat geger khalayak banyak, terkait ulahnya saat berada di Rutan Brimob. Tercatat Lebih 64 kali Gayus keluar Rutan Brimob dan berplesiran keberbagai tempat. Berdasarkan informasi media masa, gayus pernah pergi ke Bali, Makau, Singapura dan Malaysia.

Ada apa sebenarnya dibalik kepergian Gayus? Inilah seharusnya yang dijawab oleh penegak hukum. Jangan hanya memfokuskan kepada perbuatan Gayus keluar dari Tahanan, tetapi yang substansialnya adalah perbuatan apa yang dilakukan Gayus saat keluar sebayak 64 Kali.

Polri sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum yang menangani kasus ini, seharusnya bersikap Gentelmen. Namun yang terjadi, seolah-olah Polri berusaha mengerdilkan dan memila-milah serta memfilter kasus ini. Tanpa disadari, Polri seakan menutup telinga dan mata terhadap rakyat Indonesia yang telah berteriak agar bersikap adil. kopratif dan transparan dalam menagani kasus ini. Namun yang terjadi adalah polri terlihat seperti penegak hukum yang dipengaruhi dan dikendalikan oleh kepentingan dan keinginan politik.

Terkait dengan Satgas Anti Mafia Hukum, perdebatan panjang tentang keberadaannya terus bergulir, yang kita sesalkan adalah aspek hukum keberadaan Satgas. Satgas yang dibentuk dengan Kepres, bukanlah lembaga penegak hukum. Tindakan-tindakan Satgas dalam upaya penegakan hukum hanya akan membuat timpang pergerakan lembaga penegak hukum yang telah ada, yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan KPK. Seharusnya, yang dilakukan adalah memberdayakan lembaga-lembaga penegak hukum yang telah ada tersebut, bukan malah membentuk Satgas yang tidak mempunyai legalitas dan kewenangan bertindak dalam penegakan hukum. Akibat yang terjadi adalah satgas hanya akan mengacaukan pergerakan lembaga penegak hukum yang ada. Bahkan yang lebih "mencengangkan" adalah komposisi dan materi orang-orang yang ada dalam Satgas saat ini, karena bukanlah orang-orang yang kompeten dan Independen. Bahkan, mencerminkan Satgas mempunyai tujuan terselubung dibalik tugas utamanya.

Kita bisa menyaksikan betapa Satgas telah melakukan kebohongan publik terkait kasus Gayus. Sebelumnya Satgas menyatakan bahwa penangkapan Gayus di Singapura adalah kebetulan, ketika satgas bertemu secara tidak sengaja dengan Gayus disebuah Café di singapura. Kenyataannya, ketika gayus mengeluarkan testimony usai sidang vonisnya serta jika kita analisa BBM milik Deny, terkait percakapannya dengan Gayus yang dbagikan Satgas saat Konpers pada tangga l9 Januari, kita dapat melihat kenyataannya bahwa penangkapan yang dilakukan Satgas terhadap Gayus di Singapura adalah memang telah direncanakan dan bukan secara kebetulan. Ini adalah sebuah kebohongan yang tidak pantas dilakukan satgas terhadap 230 Juta lebih Warga Negara Indonesia. Tidak hanya itu, berdasarkan pemberitaan media masa, kita bisa melihat banyak hal-hal yang tidak pantas yang dilakukan penegak hukum bentukan presiden ini, seperti; mengintimidasi Milana istri Gayus, berhubungan langsung dengan tersangka, baik bertemu, melalui Surat elektronik maupun telepon dan menjanjikan perlindungan terhadap tersangka ketika diproses. Hal ini seharusnya tidak dilakukan satgas, ini jelas adalah sebuah pelanggaran hukum dan tindak pidana. Perbuatan satgas Ini menjadi teka-teki yang akan berimbas panjang, aik secara hukum maupun politik. Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, pada akhirnya Satgas bukanlah memperlancar penegakan hukum di Negeri ini, namun hanya akan memperkeruh penegagan hukum, yang lebih kacau lagi adalah bisa jadi satgas dimanfaatkan bagi kepentingan politik golongan tertentu. Inilah yang kita waspadai dalam dalam penegakan hukum di Indonesia, penegakan hukum tidak selayaknya dicampuri oleh elit-elit politik, demi melindungi kepentingan maupun guna mengalihkan isu demi kepentingan golongan.

Terlepas dari legal atau tidak legalnya keberadaan Satgas, benar atau tidaknya tujuan pemerintah yang disampaikan terkait bembentukan Satgas, tentunya kita perlu mengapresiasi keinginan Pemerintah dalam pemberantasan Mafia Hukum Di Indonesia. Meskipun, secara tidak langsung tujuan utamanya adalah guna pencitraan pemerintah. Namun, seharusnya pemerintah juga harus cermat dalam memilih orang-orang yang ada dalam satgas. yang utama selain Kredible, kompten dan mempunyai keahlian adalah harus independen, bukan dari gilongan birokrasi atau titipan demi sebuah kepentingan politik. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kepercayaan publik tentang keberadaan Satgas, agar tidak mengarah kepada anggapan sebagai mesin politik pemerintah. Namun, jika keadaannya adalah seperti satgas pada saat ini, ini hanya akan memperburuk citra pemerintah.

21 Januari 2011

By: Arief Paderi

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun