Mohon tunggu...
Arief Nur Rohman
Arief Nur Rohman Mohon Tunggu... Guru - Manusia

Pegiat Moderasi Beragama Provinsi Jawa Barat. Menaruh minat pada Pendidikan, Pengembangan Literasi, Sosial, Kebudayaan, dan Pemikiran KeIslaman.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kementerian Agama: Kemenangan, "Hadiah," dan Sejarah

26 Oktober 2021   06:26 Diperbarui: 26 Oktober 2021   06:31 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampul dan Ornamen (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Kemenangan dan Hadiah adalah dua hal yang tidak terlepas satu sama lain, serupa dua sisi mata uang yang memiliki nilai masing-masing. Hadiah diberikan ketika seseorang memenangkan sebuah kompetisi atau hal lain yang memungkinkan dirinya "berhak" memperoleh hadiah. 

"Hadiah" adalah pemberian, ganjaran, kenang-kenangan. Begitulah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mendefinisikannya. Perolehan hadiah diberikan secara sukarela oleh siapa pun (individu, instansi, pemerintah) termasuk negara.

Berbicara soal hadiah, pernyataan Menteri Agama pada webinar Peringatan Hari Santri yang diselenggarakan oleh PBNU beberapa waktu lalu, memantik polemik. Begini ujarnya:

"Kemenag itu hadiah negara untuk NU bukan untuk umat Islam secara umum, tetapi spesifik untuk NU. Jadi wajar jika NU menanfaatkan peluang yang ada di Kemenag." Ujar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Rabu (20/10). Sebagaimana dinukil pula dari berbagai situs berita.

Pernyataan ini memantik kesadaran berpikir, bertindak, dan bersikap kita selaku individu, kelompok, dan anak bangsa. Beberapa kelompok bereaksi dengan mengeluarkan pernyataan serupa, ada pula yang memilih untuk diam memendam. Namun yang terpenting, hal ini perlu disikapi dengan sadar, arif, dan inklusif. 

Sehingga hal ini tidak lagi sebagai narasi yang kontra produktif, yang mampu mengoyak kesadaran kebhinekaan kita sebagai anak bangsa.

Dalam tulisan ini, saya ingin menelaah sejarah, bagaimana sebenarnya Kementerian Agama bermula? Sudahkah kita bijak menerima Kementerian tersebut sebagai "hadiah"?

Sampul buku karya. Kevin W. Fogg (Noura Books,2020) (Sumber: Mizanstore.com)
Sampul buku karya. Kevin W. Fogg (Noura Books,2020) (Sumber: Mizanstore.com)

Sebuah Sejarah


Kevin W. Fogg, seorang sejarawan ahli yang banyak melakukan riset dalam bidang komunitas masyarakat dan Islam di Asia Tenggara, juga seorang yang pernah bekerja di Pusat Studi Islam Oxford University, menulis dalam bukunya "Spirit Islam pada Masa Revolusi Indonesia" (Noura, 2020). Fogg menuturkan, pada mulanya pendirian Kementerian Agama dilatari oleh dua tren dalam pemerintahan pada awal kemerdekaan. Pertama, kebutuhan untuk mengakomodasi kepentingan Islam, terutama dengan kegagalan Piagam Jakarta. Kedua, kebutuhan mengintegrasikan secara khusus ulama, para tokoh teologis dari masyarakat Islam di pemerintahan baru.

Dua hari pasca kemerdekaan, para perwakilan tokoh Islam kembali menggaungkan permintaan pembentukan kementerian khusus untuk pengelolaan urusan agama. Pada 19 Agustus 1945 parlemen sementara membuat Kementerian Agama sebagai salah satu dari tiga belas departemen level kabinet dalam pemerintahan. Ide tentang pendirian Kementerian Agama mengalami penentangan oleh satu delegasi dari Maluku, Latuharhary yang menganggap kementerian semacam itu akan memunculkan konflik antara masyarakat Muslim dan Kristen.

Selain Latuharhary, penentangan juga disuarakan oleh Iwa K. Sumantri dan Ki Hajar Dewantara. Meski terjadi penentangan, pemerintah secara eksplisit memasukkan agama dalam satu portofolio kementerian. "Departemen Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan akan menangani masalah pengajaran, pendidikan, kebudayaan, agama, dan lain-lain. Dengan begitu, urusan agama masuk dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tidak berhenti sampai di sana, dalam satu sidang paripurna Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada akhir November 1945, delegasi dari Banyumas, Jawa Tengah, yang dipimpin antara lain oleh K. H. Saleh Suaidy (aktivis Muhammadiyah) dan K. H. Abudarduri (Ketua Muhammadiyah Cab Purwokerto), mengajukan sebuah proposal yang didukung kuat oleh perwakilan Islam. KH. Saleh Suaidy, memberi argumentasi: "Daripada memisahkan urusan keagamaan di beberapa kementeriaan (pendidikan, kehakiman, dan lain-lain), urusan itu harus dipusatkan dan ditangani oleh Kementerian Agama.

Atas usulan tersebut, pemerintah menerima dengan baik. Pada 3 Januari 1946 Sukarno bertindak atas saran itu dengan mendekritkan pembentukan Kementerian Agama dengan H. Rasjidi sebagai Menteri Agama Pertama.


Sebuah Kemenangan dan "Hadiah"

Dalam satu kesimpulannya, Fogg menulis soal urgensi pendirian Kementerian Agama. "Pendirian Kementerian Agama adalah kemenangan penting bagi masyarakat Islam karena dua alasan. Pertama, secara teoretis, ini mengonfirmasi prinsip bahwa urusan keagamaan tidak boleh dipisahkan sepenuhnya dari pemerintahan di Indonesia, kementerian ini adalah langkah besar dalam pemerintahan negara yang baru merdeka dalam memasukkan diri ke dalam urusan keagamaan.

Kemenangan besar kedua bagi para tokoh Islam dalam pendirian Kementerian Agama adalah kemampuan baru untuk memberi perlindungan pemerintah terhadap para tokoh Islam. 

Organisasi-organisasi Islam seperti NU dan Muhammadiyah bisa memberi jaminan gaji bagi para anggotanya dengan menunjuk mereka sebagai pejabat-pejabat keagamaan lokal atau guru-guru agama di sekolah-sekolah negeri, atau dengan memberi subsidi kepada sekolah-sekolah Islam mereka melalui kemeterian"

Sungguh, kemenangan dan "hadiah" sejati adalah sikap pluralitas, persaudaraan, gotong royong, dan persatuan yang diwariskan para pendahulu kita. Sikap-sikap negarawan dan kebhinekaan yang terus tumbuh di tengah keragaman, tidak saling curiga, menuding, dan egoisme kelompok yang mampu mengoyak keutuhan dan persatuan anak bangsa.

DAFTAR BACAAN
Benedict Anderson. 2009. Java In a Time of Revolution: Occupation and Resistance.
Kevin W. Fogg. 2020. Spirit Islam pada Masa Revolusi Indonesia. Bandung: Noura Books
Lukman Hakiem. 2021. Utang Republik pada Islam.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun