"Everyone is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will live its whole life believing that it is stupid."
Kalimat ini sering dikutip dalam seminar pendidikan, media sosial, hingga ruang kelas sebagai sindiran terhadap sistem pendidikan formal yang dianggap menilai anak secara seragam. Katanya, kutipan ini berasal dari Albert Einstein---meskipun hingga kini tidak ada bukti sahih yang menguatkannya (Snopes, 2012).
Walaupun maknanya menyentuh, kutipan ini mengandung pandangan yang terlalu menyederhanakan realitas pendidikan. Maka, perlu kita hadirkan antitesisnya---karena anak manusia bukan ikan, dan sekolah bukan hutan tempat kita membiarkan hewan memilih sendiri ke mana mereka pergi.
Manusia Bukan Ikan, Burung, atau Monyet
Perumpamaan "ikan, burung, dan monyet" seolah menyiratkan bahwa setiap anak sudah punya potensi bawaan yang tidak boleh diintervensi. Padahal, manusia tidak lahir dengan keahlian khusus seperti ikan yang pasti berenang atau burung yang pasti terbang. Ketika seorang anak masuk sekolah, kita bahkan belum tahu apakah dia memiliki kecenderungan "berenang", "terbang", atau justru sesuatu yang sama sekali baru.
Pendidikan hadir justru untuk mencari tahu itu. Untuk menggali, menguji, menumbuhkan. Penilaian yang dilakukan oleh guru bukanlah untuk menciptakan label "bodoh" atau "pandai", tetapi sebagai cara untuk membaca peta awal dari perjalanan belajar seorang anak. Kita tidak bisa membantu anak menemukan potensinya jika kita tidak pernah mencoba mengukurnya.
Manusia Bisa Dipaksa Memanjat Pohon, dan Harus Siap
Berbeda dari ikan yang akan berenang seumur hidupnya, manusia adalah makhluk yang adaptif. Hari ini mungkin ia lebih nyaman di air, tapi bisa saja besok hidup menuntutnya untuk "memanjat pohon kelapa", atau bahkan "terbang di angkasa". Maka pendidikan tidak cukup hanya mengasah bakat, ia juga harus membekali anak dengan kemampuan dasar untuk menghadapi tantangan di luar zona nyamannya.
Inilah mengapa setiap anak perlu belajar membaca, menulis, berhitung, berpikir kritis, bekerja sama, dan memahami konteks sosial. Pendidikan tidak bisa hanya menjadi taman bermain bakat; ia juga harus menjadi medan latihan karakter dan kompetensi hidup.
Pendidikan Tidak Sempurna, dan Memang Harus Begitu