Penulis:
Arief K. Syaifulloh, S.H., M.H.
Managing Partners ADIL INDONESIA INSTITUTE
Abstrak
Demonstrasi di Kabupaten Pati pada Agustus 2025 atas kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 250% menjadi indikator krisis legitimasi politik lokal yang terkait dengan praktik politik transaksional dan peran edukasi digital dalam membentuk kesadaran kolektif rakyat. Artikel ini mengkaji fenomena tersebut dengan mengacu pada teori legitimasi Max Weber, teori kontrak sosial Hobbes, Locke, dan Rousseau, serta dinamika politik transaksional dan literasi digital. Hasil kajian menunjukkan bahwa kesadaran kolektif yang diperkuat melalui akses dan edukasi digital mampu menggoyahkan legitimasi yang dibangun atas dasar politik transaksional yang rapuh, mempertegas pentingnya transparansi dan partisipasi dalam politik masa kini. Kajian ini memberikan implikasi penting bagi pejabat pemerintah agar adaptif dengan tuntutan sosial yang semakin kritis di era digital.
Kata kunci: Legitimasi politik, politik transaksional, edukasi digital, kesadaran kolektif, demokrasi partisipatif.
Pendahuluan
Demonstrasi besar-besaran yang terjadi di Kabupaten Pati pada Agustus 2025 dipicu oleh kebijakan pemerintah daerah yang menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) secara drastis sebesar 250%. Kebijakan ini dianggap memberatkan oleh masyarakat dan menjadi katalisator protes publik yang menuntut pembatalan serta pengunduran diri pejabat lokal. Peristiwa ini bukan sekadar isu fiskal, melainkan cerminan dari masalah yang lebih mendasar terkait legitimasi politik yang rapuh akibat praktik politik transaksional dan transformasi sosial akibat penetrasi edukasi digital.
Legitimasi Politik dan Kontrak Sosial
Legitimasi politik menurut Max Weber (1947) terdiri atas tiga jenis: tradisional, karismatik, dan legal-rasional, yang menjadi fondasi keabsahan kekuasaan dalam masyarakat. Dalam konteks pemerintahan modern, legitimasi terutama bergantung pada penerimaan masyarakat terhadap kebijakan dan nilai-nilai yang diimplementasikan secara transparan dan adil. Apabila legitimasi ini hilang, kekuasaan menjadi rentan terhadap perlawanan rakyat.