Tia hampir tidak percaya dengan kejadian yang baru menimpanya. Tuhan kembali menolongnya. "Terimakasih Tuhan atas pertolonganmu."
Setibanya di gerbong kereta api yang baru, Tia mengucapkan terimakasih dan memberi uang lebih banyak ke orang yang membantunya barusan. Tapi memang orang ini tidak seramah pak Karso yang membantunya di stasiun Gubeng Surabaya tadi pagi. Orang itu langsung aja pergi begitu menerima uang dari Tia.Â
Sementara itu tempat duduk Tia ditempati orang lain dan orang tersebut tidak mau pergi dengan alasan ia datang duluan. Akhirnya Tia duduk di kursi lain dan ia pun disuruh pergi oleh orang yang memiliki kursi tersebut. Tia paling tidak suka ribut dengan penumpang yang lain, yang tidak dikenalnya itu.Â
Perjalanannya masih panjang, sekitar 8 jam lagi. Tia tidak bisa membayangkan jika sisa perjalanannya harus dilampauinya dengan berdiri. Ingin rasanya mengeluh lagi namun Tuhan menolong Tia untuk bisa bersyukur dan menghadapi dengan tenang.Â
Dan seorang bapak yang tadi duduk di depannya, memperjuangkan tempat duduk mereka sampai akhirnya ia berhasil duduk di tempat semula. "Terimakasih Tuhan atas pertolonganmu yang tidak habis-habisnya sepanjang perjalananku ini." kata Tia dalam hatinya.
Perjalanan terus berlanjut dan Tia mendapati uangnya habis karena diberikan sebagai bayaran untuk orang-orang yang membantunya mengangkat barang-barangnya. Tia merenungkan kembali segala kejadian yang dialaminya sepanjang perjalanannya.Â
Ia tahu benar, ada perasaan lega ketika semua berjalan lancar termasuk orang-orang pembawa barang yang Tuhan sediakan tepat pada waktunya. Memang uang yang diberikan cukup banyak untuk mereka namun ia menyadari semua itu tidak sebanding dengan kemurahan hati Tuhan yang telah menolongnya mengatasi setiap masalah yang timbul dalam perjalannya.Â
Ia melihat kemurahan hati Tuhan melalu orang-orang yang membantunya. Sekali lagi Tia bersyukur atas segala hal yang dialaminya. Tia melanjutkan membaca buku dan sesekali tertidur karena kelelahan. Ia terbangun ketika hampir sampai stasiun di kotanya.
Sempat muncul keresahan hati untuk menurunkan barang-barangnya yang banyak itu. Bagaimana jika di pintu kereta api banyak orang yang juga tidak mau memberinya tempat untuk dia dan barang-barang bawaannya itu.
 Bagaimana jika kereta api harus segera melaju sebelum dia sempat menurunkan semua barangnya. Ia menyadari bahwa hatinya sedang meragukan kemurahan hati Tuhan lagi. "Tuhan, ampuni aku yang tidak percaya ini. Aku telah melihat satu persatu kemurahan hatiMu melalui pertolongan orang-orang yang Kau utus. Tolong aku Tuhan untuk memercayakan semua padaMu. Amin."Â
Tia kembali berdoa dalam hatinya. Kini ia sudah tiba di stasiun terdekat dengan kotanya. Ia bersegera bersiap mengambil barang-barangnya dan hendak mengaturnya di pintu gerbong keretanya.Â