Digitalisasi dan modernitas kehidupan saat ini bagai sebuah keniscayaan. Berawal dari sebuah kebutuhan dengan dilandasi rasa keterpaksaan saat dunia menghadapi era pandemik, digitalisasi telah melangkah jauh ke depan. Merubah dunia yang semula bersifat analog, menjadi lebih modern dan bersifat digital. Menciptakan otomatisasi dalam kehidupan umat manusia dan membuat manusia menjadi bersifat instan, ingin serba cepat, serba otomatis, dengan tanpa harus keluar rumah dan mengeluarkan keringat.
Manusia menjadi sangat tergantung dengan alat/mesin, seperti gadget/ smartphone, dan tidak bisa lepas dari tangan. Segala kebutuhan mulai primer, sekunder dan tersier, bisa dipenuhi dengan menggunakan gadget/smartphone. Melalui berbagai platform toko online, manusia bisa membeli semua barang yang dibutuhkan, tanpa harus susah payah keluar rumah dan mengeluarkan biaya, tinggal klik, lalu tunggu pesanan diproses, diantarkan ke rumah, terima terus bayar. Begitulah modernisasi dan digitalisasi telah menjadi suatu kebutuhan sangat mendasar manusia saat ini.
Di satu sisi, digitalisasi dan otomatisasi kehidupan manusia, sangat membantu dan memudahkan urusan manusia. Manusia menjadi dapat memesan makanan secara instan, dengan tetap menjalankan aktivitas kerjanya di kantor, tanpa harus meninggalkan kantor. Manusia juga terbantu ketika hendak membeli pakaian, tinggal memesan online dan pakaian telah datang ke rumah, tanpa harus meninggalkan rumah. Namun di sisi lain, digitalisasi dan otomatisasi ternyata juga memiliki sisi negatif, salah satunya adalah menjadikan manusia menjadi makhluk individual, yang tidak mau tahu dengan kehidupan sosial di sekitarnya.
Pergeseran nilai kehidupan manusia dikarenakan perubahan arus modernisasi dan digitalisasi kehidupan adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Dulu masyarakat begitu antusias dengan program Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling), dalam bentuk berkumpul bersama di sebuah rumah panggung dari bambu, sambil mengamankan dan melihat situasi keamanan lingkungan, sambil bermain kartu atau karambol, serta menikmati kopi, teh dan aneka jajan pasar. Saat ini, siskamling telah mengalami pergeseran nilai dan makna, dari yang semula berkumpul dan mengamankan lingkungan bersama, menjadi mengamati Closed-Circuit Television (CCTV) bersama. Tidak ada lagi cengkerama dan senda gurau dalam kebersamaan di masyarakat, karena anggota masyarakat cenderung telah sibuk dengan dunia digitalnya masing-masing.
Sebagai makhluk sosial yang (dipaksa keadaan) bersikap individual, kondisi ini dapat mempengaruhi manusia/individu mengalami berbagai gangguan mental dan kejiwaan. Yang paling ringan bisa berupa gangguan psikosomatis, yaitu kondisi di mana stres, kecemasan, atau masalah psikologis lain menyebabkan atau memperburuk gejala fisik tanpa adanya kelainan medis yang mendasarinya. Istilah ini berasal dari kata psyche (jiwa) dan soma (tubuh), menunjukkan hubungan erat antara pikiran dan tubuh. Gejala psikosomatis sangat bervariasi, seperti sakit kepala, nyeri perut, sesak napas, kelelahan, jantung berdebar, dan gangguan tidur, serta dapat memperparah kondisi fisik yang sudah ada seperti asma atau tekanan darah tinggi. Hingga dapat menjadikan seorang individu menjadi psikopat, sebutan umum untuk kondisi yang secara medis disebut sebagai gangguan kepribadian antisosial (Antisocial Personality Disorder / ASPD), yaitu gangguan mental yang ditandai dengan kurangnya empati, hati nurani, dan penyesalan terhadap tindakan yang merugikan orang lain. Individu dengan kondisi ini sering menunjukkan perilaku manipulatif, tidak bertanggung jawab, melanggar norma sosial, dan dapat melakukan tindakan kriminalitas.
Dari sisi pembangunan mental kepribadian, manusia/individu yang terbiasa bersifat dan bersikap individualistik, serta tidak terbiasa bergaul dengan banyak kalangan di masyarakat, akan membentuk seorang individu yang bermental lemah, dengan perasaan yang sensitif, tidak tahan dengan hinaan, godaan, tekanan, dan mudah goyah ketika menghadapi permasalahan. Di lain sisi, individu tersebut juga akan memiliki sifat dan kepribadian yang tidak mau diatur, ingin bisa bebas berekspresi, bebas berinovasi, bebas berpendapat, tanpa harus dibatasi ruang dan waktu.
Inilah dua mata pisau digitalisasi dan modernisasi saat ini yang saling terhubung serta saling mematikan. Di satu sisi memberikan efek sangat positif dengan mempermudah kehidupan manusia, namun di sisi lain sangat berisiko menjadikan manusia bersifat individual. Perlu kesadaran dan penyadaran dari semua kalangan di masyarakat, agar pisau digitalisasi ini dapat efektif berjalan di masyarakat.
Langkah terpenting yang harus kita semua lakukan adalah perlu kesadaran dan penyadaran di dalam diri kita masing-masing, tentang mindset kita semua terhadap digitalisasi dan modernisasi saat ini, bahwa digitalisasi hanyalah alat bantu untuk mempermudah kehidupan manusia. Digitalisasi bukanlah penentu jalan kehidupan umat manusia. Digitalisasi hanya membantu manusia meraih cita-cita atau keinginan, dan mempermudah keinginan itu bisa tercapai. Sedang yang menentukan arah hidup dan kehidupan manusia adalah manusia/individunya itu sendiri. Dengan perubahan mindset ini diharapkan manusia/individu mulai pelan-pelan memiliki kesadaran akan posisi digitalisasi dalam hidup dan kehidupan manusia. Pelan-pelan bisa mulai meninggalkan gadget/smartphone saat lagi berkumpul bersama keluarga. Pelan-pelan juga mulai meninggalkan handphone dan sesekali memilih untuk bercengkerama bersama tetangga atau ngobrol-ngobrol ringan di warung kopi.
Perlu juga peran orang tua selaku pendidik utama di lingkungan keluarga, untuk menanamkan dan memberi contoh kepada anggota keluarga lainnya, terutama anak-anak, agar tidak terus-menerus memegang dan bermain handphone/gadget/smartphone, namun bisa lebih banyak meluangkan waktu bercengkerama bersama keluarga. Keintiman dalam kehidupan keluarga inilah yang bisa menjadi salah satu faktor penting dalam mengurangi efek negatif dari derasnya arus digitalisasi modern saat ini. Keintiman dalam keluarga inilah yang juga bisa menjadi salah satu faktor penguat dalam pembentukan mental kepribadian anak. Penerimaan yang baik dari orang tua kepada anak, dorongan berprestasi kepada anak, keterbukaan sikap orang tua kepada anak, pola asuh orang tua yang bersikap terbuka dan mau mendengar setiap keluhan anak, tidak jarang akan menjadikan anak menjadi pribadi yang memiliki sikap berani menghadapi tantangan, tidak goyah menghadapi tekanan, serta tidak mudah berputus asa.
Tokoh adat/pemuka agama/tokoh masyarakat juga memiliki andil yang tidak kalah penting, dengan selalu memberikan informasi yang berimbang tentang digitalisasi saat ini. Tokoh masyarakat dan agama diharapkan juga dapat mendudukan secara proporsional, kedudukan digitalisasi dalam aspek kehidupan masyarakat, dengan memberikan informasi berimbang tentang digitalisasi, bahwa digitalisasi bukanlah hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, namun terdapat banyak aspek kehidupan manusia yang lebih penting dari digitalisasi atau modernisasi. Salah satu yang dapat diangkat adalah tentang nilai-nilai murni kemanusiaan, kebersamaan, kegotongroyongan dan persatuan kesatuan.
Pemerintah juga turut serta memiliki andil dalam proses mendudukan laju arus digitalisasi di masyarakat, dengan memberikan informasi berimbang tentang digitalisasi dan modernisasi dalam kehidupan masyarakat. Pemerintah juga memiliki kewajiban untuk mencegah arus digitalisasi agar tidak mengganggu perkembangan mental kepribadian masyarakat secara masif, dengan memberikan informasi bahwa aspek kehidupan masyarakat yang penting saat ini adalah bagaimana masyarakat dapat tetap memiliki jiwa dan semangat persatuan, kegotongroyongan, kebersamaan, dan kesatuan antar anggota masyarakat. Sehingga digitalisasi dan modernisasi di dalam masyarakat, tetap dapat dibangun diatas jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan berbangsa dan bernegara.