Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Realita Pelaksanaan Program Triple Eliminasi

20 Juli 2023   15:54 Diperbarui: 21 Juli 2023   05:23 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi infeksi HIV/AIDS.(Freepik via Kompas.com)

Penularan human immunodeficiency virus atau HIV, sifilis, dan hepatitis B pada anak dari ibu yang terinfeksi akan berdampak pada kesakitan, kecacatan, dan kematian dan memerlukan pelayanan kesehatan jangka panjang dengan beban biaya yang besar. 

Penularan ketiga infeksi tersebut dari ibu hamil ke bayi dapat menyebabkan kelahiran prematur, bayi berat lahir rendah, hingga kematian. Untuk mengatasi hal tersebut, tentu saja diperlukan suatu usaha untuk memutus penularan oleh pemerintah. Perlu dilakukan penanggulangan yang terintegrasi, komprehensif, berkesinambungan, efektif, dan efisien.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia kemudian menyelenggarakan program triple elimination untuk mengatasi penularan HIV, sifilis, dan hepatitis B dari ibu hamil kepada janin yang dikandungnya melalui usaha preventif untuk melakukan deteksi dini. 

Program ini merupakan adaptasi dari inisiatif World Health Organization atau WHO yang juga menggunakan istilah yang sama yakni triple elimination. 

Menurut WHO, melalui kegiatan pencegahan seperti melakukan tes HIV, hepatitis B, dan sifilis selama perawatan antenatal atau antenatal care (ANC), angka penularan infeksi-infeksi tersebut dapat berkurang hingga 5 persen dari angka seharusnya dapat mencapai 15 persen, jika tidak dilakukan deteksi dini. 

Sedangkan Kementerian Kesehatan memiliki tujuan untuk mencapai nol kasus pada tahun 2030, sesuai dengan isi dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 52 tahun 2017. 

Pada tahun 2017, angka prevalensi pasien sifilis di Indonesia mencapai 0,39% untuk HIV, 1,7% untuk sifilis, dan 2,5% untuk hepatitis B. Meskipun jumlah penduduk Indonesia sangat besar, angka-angka tersebut tetap termasuk tinggi, yang mana dapat meningkatkan risiko penularan dari ibu hamil ke bayi selama kehamilan. 

Program triple elimination ini dengan sekian keberhasilannya yang telah menurunkan angka penularan, berimplikasi bahwa program ini kiranya ialah program kunci nan esensial untuk mengatasi dampak-dampak yang telah tersebutkan di atas. 

Sayangnya, bagi penulis, program dengan ide yang sudah bagus ini tak bersambut dengan pelaksanaan yang gemilang di lapangan. 

Di Puskesmas A saat saya bekerja 1 tahun yang lalu, alat untuk melakukan triple elimination sering kali tak tersedia di lapangan. Sering kali, dokter dan tenaga laboratorium hanya dapat memeriksakan salah satunya saja, entah HIV saja, atau hepatitis saja, ataupun sifilis saja. Sehingga kebijakan yang terdengar sangat mengagumkan karena mampu mengentaskan tiga penyakit yang dapat ditularkan dari ibu ke janin berujung hanya menjadi double elimination, atau single elimination, atau bahkan no elimination. Meninggalkan rasa skeptisisme terhadap target pemerintah untuk mencapai nol kasus pada tahun 2030, jika masih ada yang tertinggal dalam upaya pengentasan penularan infeksi ini. Pemerintah tentu saja telah gagal untuk memenuhi hak atas kesehatan warga-warganya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun