Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Nasib Rumah Tunggu Kelahiran yang Telah Menyelamatkan Angka Kematian Ibu di Indonesia

15 Juni 2022   16:38 Diperbarui: 15 Juni 2022   16:41 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

"Kita memiliki Rumah Tunggu Kelahiran (RTK) dok, namun nampaknya sudah tidak pernah lagi ada ibu hamil yang menggunakan fasilitas tersebut."

"Awal-awal peluncuran, RTK digunakan dengan baik, namun sekarang entah bagaimana kabarnya. Nampaknya sudah tak layak huni dan masyarakat pun masih banyak yang belum tahu dengan RTK."

Hari ini, sebelum menulis tulisan ini, saya mencoba mencari terkait apakah ada kajian mengenai tingkat keberlanjutan penggunaan RTK yang dikatakan telah berhasil mengurangi angka kematian ibu di Indonesia. Ternyata tak hanya di wilayah saya yang nasib RTK-nya harus segera menjadi perhatian. Hampir seluruh wilayah di Indonesia, keberlanjutan RTK dipertanyakan.

Pelaksanaan RTK didasarkan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 82 tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan, serta Sarana dan Prasarana Penunjang Subbidang Sarpras Kesehatan Tahun Anggaran 2016. 

Sesuai Permenkes RI Nomor 82 Tahun 2015, RTK adalah:

Suatu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), berupa tempat (rumah/bangunan tersendiri) yang dapat digunakan untuk tempat tinggal sementara bagi ibu hamil yang akan melahirkan hingga nifas, termasuk bayi yang dilahirkannya serta pendampingnya (suami/keluarga/kader kesehatan).

RTK selama ini dianggap merupakan salah satu jawaban terhadap masalah akses menuju fasilitas pelayanan kesehatan. Ibu-ibu hamil khususnya ibu hamil dengan risiko tinggi (risti) menjadi salah satu prioritas target dalam utilisasi RTK ini. Idealnya, RTK ditujukan agar ibu-ibu hamil dapat mengakses RTK beberapa hari sebelum hari taksiran kelahiran, sehingga tenaga-tenaga kesehatan seperti bidan dapat melakukan pemantauan terhadap ibu hamil dengan risti dan segera mengambil keputusan terkait intervensi yang akan dilakukan baik melahirkan di Puskesmas atau segera dirujuk ke pelayanan kesehatan tingkat sekunder, sehingga kemudian tak ada lagi kasus keterlambatan dalam rujukan karena akses menuju fasilitas kesehatan. 

Namun, sangat sering kita dengar dan baca di berbagai daerah bahwa tingkat utilisasi RTK begitu rendah. RTK terlihat hanya sebagai pajangan dan kini tinggal kenangan. Berbagai faktor berkontribusi terhadap rendahnya/kurang maksimalnya tingkat utilisasi RTK di berbagai wilayah di Indonesia. Seperti kurangnya sosialisasi terhadap adanya RTK kepada masyarakat dan betapa pentingnya RTK karena masih tak banyak masyarakat yang memahami urgensi dari mengapa harus ke RTK. Sosialisasi terkait adanya RTK seharusnya dapat disisipkan pada setiap kunjungan rutin ibu hamil ke Poskesdes ataupun ke Puskesmas. 

Lalu, faktor-faktor seperti ketersediaan SDM kesehatan dan sarana prasarana di RTK yang layak menjadi faktor selanjutnya yang diharapkan dapat menjadi tempat untuk mendukung kesejahteraan fisik dan mental ibu hamil. Memang kita masih kekurangan SDM-K. 

Penulis mengusulkan untuk mendayagunakan mahasiswa-mahasiswa kesehatan yang masih dalam proses pendidikan ke rumah-rumah tunggu kelahiran sebagai alternatif solusi terkait alokasi SDM kesehatan pada RTK. Mengingat alternatif solusi tersebut mampu memberikan win-win solution yakni untuk mahasiswa dapat belajar secara langsung terkait ibu hamil baik dari aspek medis, ekonomi, sosial, dsb. Tak lupa tentu mahasiswa harus diajarkan untuk terus berkomunikasi kepada bidan penanggung jawab di Puskesmas jika menemui tanda bahaya. Dan kita mampu mengatasi masalah alokasi SDM-K. 

Pada akhirnya kita menyadari, inovasi tanpa diikuti dengan monitoring dan evaluasi dalam jangka pendek maupun jangka panjang yang baik hanyalah akan menjadi bumerang bagi inovasi itu sendiri. Namun, bukan berarti lalu tulisan ini membuat kita malas untuk berinovasi. Tidak, sama sekali tidak. Namun tulisan ini dimaksudkan untuk memastikan setiap inovasi baik berupa kebijakan hingga pelaksanaan direncanakan secara strategis beberapa hari, minggu, bulan, hingga sekian tahun ke depan. Tentu kita semua tak menginginkan RTK hanya menjadi fosil yang suatu hari dimuseumkan. Atau jangan sampai anak cucu menganggap RTK adalah situs berhantu tempat uji nyali penuh laba-laba karena sudah lama ditinggalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun