Mohon tunggu...
Ariyanto Umarama
Ariyanto Umarama Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STAI Babussalam Sula Maluku Utara

Ariyanto Umarama, S.E, M. I. P

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Masa Depan Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia

24 Februari 2020   20:14 Diperbarui: 24 Februari 2020   20:13 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Meskipun hanyalah perpanjangan tangan dari pemerintah pusat, tetapi keberadaan kepala daerah menjadi bagian terpenting bagi pemerintah pusat. Untuk itu, perhatian kepada daerah tidak boleh sebatas jalannya proses pemerintahan saja. Tetapi dimulai semenjak proses pemilihan kepala daerah bergulir sampai pada selesai massa jabatan bagi yang terpilih. Pemilihan kepala daerah di Indonesia sudah bisa dikatakan beranjak dewasa. Hal ini karena sudah beberapa dekade rakyat di daerah mengikuti proses pemilihan kepala daerah dalam keadaan suka maupun duka. Suka karena hak-hak politik sebagai warga negara di daerah bisa direalisasikan meskipun masih memiliki sejumlah catatan merah. Duka karena orang yang dipilih dan terpilih sebagai kepala daerah tidak dapat mewujudkan harapan rakyat dengan baik
Dengan demikian membutuhkan sebuah formulasi baru untuk pemilihan kepala daerah agar dapat mengungkapkan fenomena apa saja yang dianggap dapat merusak proses politik di daerah atau kah memang hal-hal yang dianggap dapat merusak proses politik di daerah justeru bagian dari porses politik itu sendiri. Pertarungan yang kurang sehat sebutulnya berawal dari keinginan untuk berkuasa yang terlalu berlebihan. Akhirnya segala cara dilakukan mulai dari diangkat kembali politik indentitas, money politic, memanfaatkkan pemilih tradisional serta memanfaatkan penyelengara pemilu yang dianggap wasit untuk kepentingan kemengangan pada pemilihan kepala daerah
Ketika pemilihan kepala daerah dijadikan sebagai arena pertarungan semata-mata hanya untuk kekuasaan. Maka sudah barang tentu mengabaikan substansi proses pemilihan kepala daerah itu sendiri yakni mendistrbusikan hak-hak politik, ekonomi dan sosial budaya rakyat di daerah. Sehingga peluang terpilihnya kepala daerah yang tidak mandiri dalam berpikir dan bertindak makin menjadi luas. Pada hal seyogynya, pemilihan kepala daerah dijadikan sebagai arena pertarungan gagasan yang rasional untuk menyelesaikan problem-problem sosial yang ada di daerah. Untuk itu, pola pikir terhadap pemilihan kepala daerah yang semestinya pertama-tama dibangun. Bahwa pemilihan kepala daerah bukan arena merebut kekuasaan belaka tetapi sebuah momentum untuk menawarkan sebuah solusi pembangun
Bila tidak demikian, maka pemilihan kepala daerah hanya menghasilkan pemilihan kepala daerah yang berikutnya. Sehingga hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama baik pemerintah maupun rakyat. Pemerintah memiliki kewenangan untuk merubah tatanan yang ada serta membuat formulasi baru paling tidak dapat mencegah hal-hal di atas agar tida bisa menjamur pada saat pemilihan. Untuk rayat pemilihan kepala daerah seharusnya dijadikan momentum mengoreksi sekaligus momentum untuk menentukan massa depan paling tidak untuk lima tahun ke depan
Sehingga pemilihan kepala daerah dijadikan sebagai sebuah proses yang saling membutuhkan baik pemerintah pusat dan daerah, yang memilih dan dipilih maupun sesama kontestan. Artinya bahwa tanggung jawab untuk menyelesaikan problem sosial yang ada di daerah menjadi tanggung jawab bersama. Meskipun secara yuridis menjadi tanggungjawab bagi yang terpilih. Namun untuk menjamin berlangsungnya pemerintahan di daerah maka keterlibatan aktif dari semua komponen yang ada di daerah sangat dibutuhkan
Keberlangsungan pemilihan kepala daerah merupakan bagian dari pembangunan politik nasional. Untuk itu, partisipasi aktif rakyat di daerah menjadi intisari pada pemilihan kepala daerah. Huntington dan Nelson  (1997: 3) partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang bermaksud untuk memengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat pribadi atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif. Memang untuk menetukan sebuah sistem yang sempurnah agar pemilihan kepala daerah berjalan dengan baik tentu agak sulit. Tetapi paling tidak bisa mencegah, meminimalisr hal yang dapat menganggu pemilihan kepala daerah.
           Penulis

Ariyanto Umarama, SE, M.I.P

 Pengajar STAI Babussalam Sula Maluku Utara

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun