Perceraian Bukan Lagi Kasus Personal
Perceraian di Indonesia menunjukkan tren meningkat setiap tahun. Data dari beberapa pengadilan agama memperlihatkan angka gugatan cerai melonjak tajam, terutama di kota-kota besar. Fenomena ini tidak bisa dilihat semata-mata sebagai masalah rumah tangga, melainkan gejala sosial yang dipengaruhi banyak faktor, termasuk era digital dan materialisme.
Era Digital: Ruang Baru untuk Konflik
Teknologi seharusnya mendekatkan, tapi ironisnya sering justru menjadi sumber jarak.
Media sosial memunculkan kecemburuan dan kecurigaan, dari like sederhana hingga percakapan intens dengan orang lain.
Akses internet membuka peluang perselingkuhan digital yang kerap tak terdeteksi pada awalnya.
Gaya hidup "selalu online" membuat waktu bersama keluarga berkurang, digantikan layar gawai.
Alih-alih menjadi sarana komunikasi sehat, digitalisasi kadang mempercepat konflik rumah tangga.
Materialisme: Cinta yang Tergadai Gaya Hidup
Selain digitalisasi, materialisme juga menjadi racun dalam perkawinan. Banyak pasangan muda menjadikan standar kebahagiaan pada pencapaian finansial, barang mewah, atau gaya hidup sosial media.
Akibatnya:
Rumah tangga berubah menjadi ajang pembuktian status, bukan perjalanan bersama.
Ketidakmampuan memenuhi standar material sering memicu pertengkaran dan kekecewaan.
Cinta dan komitmen terkikis oleh tuntutan gaya hidup konsumtif.
Jalan Tengah yang Perlu Ditempuh
Untuk menekan angka perceraian, ada beberapa langkah penting:
Literasi digital keluarga -- pasangan harus mampu memanfaatkan teknologi secara sehat, bukan sebaliknya.
Membangun nilai non-material -- cinta, kepercayaan, dan komunikasi harus menjadi fondasi utama, bukan sekadar harta benda.
Konseling pernikahan -- perlu diperkuat baik sebelum menikah maupun dalam perjalanan rumah tangga.
Keteladanan publik -- figur masyarakat dan tokoh agama harus menggaungkan pentingnya kesetiaan dan komitmen.
Penutup
Perceraian adalah pilihan terakhir, bukan jalan pintas. Era digital dan materialisme memang membawa tantangan besar, tetapi bukan berarti rumah tangga tidak bisa bertahan.
Kuncinya ada pada kesadaran pasangan untuk menempatkan cinta dan komitmen di atas ego, gawai, dan gaya hidup. Jika tidak, maka keluarga akan semakin rapuh, dan perceraian hanya tinggal menunggu waktu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI