Mohon tunggu...
Arfi Zon
Arfi Zon Mohon Tunggu... Auditor - PNS

PNS yang hobi olahraga dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Money

“Memaksa” Instansi Pemerintah Berhemat

17 Juni 2016   20:18 Diperbarui: 17 Juni 2016   20:33 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Barangkali kita pernah, atau bahkan sering mendengar, masyarakat awam berceloteh begini, “ah, akhir-akhir tahun begini, kegiatan-kegiatan instansi  pemerintah tujuannya paling-paling cuma untuk menghabis-habiskan anggaran saja, sebab jika tidak dihabiskan, tahun depan anggaran kantor mereka akan dikurangi”. Celotehan sinis seperti itu tentu tidak sepenuhnya benar. Sebab, secara formal, jelas, tidak mungkin instansi  pemerintah menghambur-hamburkan anggaran seenaknya. Semua uang yang dibelanjakan oleh pemerintah  pasti sudah melalui mekanisme perencanaan yang diatur oleh perundang-undangan. Setiap rupiah yang dianggarkan tersebut harus jelas outputnya dan akan dipertanggungjawabkan penggunaannya.  Namun, secara material, celotehan sinis tersebut boleh jadi ada benarnya.

Sampai sebelum munculnya wacana money follow program oleh pemerintahan Jokowi – JK, Kementerian Keuangan menggunakan prinsip anggaran berbasis kinerja dalam mengalokasikan APBN. Dilihat dari istilah yang digunakan, konsep ini terlihat baik. Namun jika ditelisik lebih dalam lagi implementasinya, akan kelihatan, bahwa penerapan konsep ini memang bisa menjadi sumber masalah “menghabis-habiskan” anggaran sebagaimana celoteh masyarakat awam di awal tadi. Mengapa demikian?

Setyo Budiantoro, peneliti senior Perkumpulan Prakarsa dan Komisioner Pengawas Komisi Anggaran Indipenden, dalam sebuah opininya pada Kompas 9 Mei 2016, menyatakan, bahwa dalam kacamata keuangan, ukuran keberhasilan kinerja tolok ukurnya kemampuan penyerapan atau membelanjakan anggaran. Keselarasan dengan program yang lebiih besar dan sinkronisasi dengan program-program lembaga lain bukanlah prioritas. Kinerja keuangan menjadi landasan utama penilaian, jika tidak mampu menyerap anggaran kinerja lembaga dianggap buruk.

Lebih lanjut menurut Setyo, ironisnya, apabila program mampu dikerjakan dengan biaya yang lebih murah dan efisien dengan tanpa mengurangi kualitas, lembaga itu juga bisa dianggap berkinerja kurang memuaskan. Penghematan dapat dikategorikan sebagai penyerapan anggaran yang tidak memuaskan. Sungguh celaka, prestasi efisiensi justru dianggap sebagai berkinerja buruk.

Merujuk pendapat Setyo Budiantoro di atas, maka terlihat, bahwa celotehan masyarakat awam yang menuding kegiatan lembaga pemerintah hanya bertujuan menghabiskan anggaran, mengandung kebenaran secara substansi. Prinsip anggaran berbasis kinerja dalam implementasinya tersesat pada anggapan bahwa lembaga yang dianggap berkinerja baik adalah yang bisa membelanjakan/menghabiskan anggarannya seoptimal mungkin ke angka seratus persen. Akibatnya, banyak kegiatan lembaga pemerintah itu oleh masyarakat terlihat tidak penting, tidak jelas tujuannya, dan tidak bermanfaat untuk rakyat. Sehingga wajar jika masyarakat menganggapnya sebagai “menghabis-habiskan anggaran” saja

Dengan anggapan demikian, selanjutnya tentu bisa ditebak, bahwa praktek-praktek penggunaan anggaran oleh lembaga-lembaga pemerintah sejatinya tidak akan pernah mengedepankan aspek penghematan dan efisiensi. Buat apa menghemat, jika malah akan mengakibatkan serapan anggaran rendah dan dianggap berkinerja buruk? Kondisi ini jelas terlihat di lapangan. Lihat saja bagaimana sebuah instansi pemerintah berbelanja. Dapat dipastikan mereka akan berbelanja dengan harga tertinggi yang dibolehkan oleh peraturan menteri keuangan tentang standar biaya umum, walaupun sebenarnya bisa membeli dengan harga yang lebih murah. Hal ini juga membuka peluang terjadinya praktek-praktek curang, seperti mark up dan manipulasi penggunaan anggaran. Namun, itu persoalan lain yang perlu pembahasan tersendiri. Yang jelas, beginilah konsekwensi logis dari penerapan prinsip anggaran berbasis kinerja jika tidak diiringi dengan perencanaan program yang kuat dan berbasis permasalahan. Sehingga bisa saja anggaran sukses dibelanjakan seoptimal mungkin, tetapi persoalan tetap saja tidak teratasi, sebagaimana juga disitir oleh Setyo.

Kondisi seperti ini tentu tidak sehat. Apalagi ditengah kesuitan likuiditas yang dialami oleh negara saat ini, dimana pemasukan negara, terutama dari sektor pajak, belum sesuai target. Sudah bukan masanya anggaran negara, yang notabene adalah uang rakyat, habis hanya untuk membiayai berjalannya organisasi pemerintahan tanpa menghasilkan manfaat yang jelas buat rakyat itu sendiri. Kekeliruan inilah yang berusaha dikoreksi oleh pemerintah saat ini dengan penerapan politik anggaran money follow program. Dengan pola ini, pemerintah ingin memastikan bahwa semua sumber daya anggaran difokuskan kepada program-program prioritas nasional yang berdampak nyata dan langsung bisa dirasakan oleh rakyat manfaatnya.

Dengan cara ini semua lembaga negara yang mengelola APBN “dipaksa” berhemat dan fokus dalam menyusun programnya agar saling sinkron satu sama lain. Tinggal, kita tunggu saja bagaimana implementasinya. Semoga benar-benar mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun