Mohon tunggu...
Ares Faujian
Ares Faujian Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Manggar Prov. Kep. Bangka Belitung

Saya berprofesi sebagai guru Sosiologi di SMA Negeri 1 Manggar dan juga aktif sebagai penulis serta editor buku/ artikel di Kep. Bangka Belitung. Selain pernah mendapatkan penghargaan literasi dari Bupati Belitung Timur hingga Ketua DPRD Belitung Timur tahun 2020. Beberapa prestasi dan apresiasi yang pernah saya raih di tingkat regional dan nasional, yaitu: (1) Lulus seleksi dan dipilih sebagai Fasilitator Literasi Baca-Tulis Tk. Regional Sumatra oleh Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemdikbud RI tahun 2019; (2) Terbaik/ Juara III Nasional Guru Dedikatif dan Inovatif Kemdikbud RI tahun 2020, sehingga diapresiasi pula menjadi Agen Penguatan Karakter (APK) oleh Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemdikbud RI tahun 2020; (3) Anugerah Pegiat Literasi “Parasamya Suratma Nugraha” oleh Yayasan Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat tahun 2021; (4) Penghargaan ”10 Penulis Terbaik Kompetisi Opini Tingkat Nasional” oleh Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI) Tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Praktik Coaching terhadap Kontrol Penyelenggaraan Pendidikan (Koneksi Antar Materi Modul 2.3 Pendidikan Guru Penggerak)

25 Maret 2023   16:09 Diperbarui: 28 Maret 2023   10:54 1258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengurus Kelompok Kerja Literasi, Numerasi dan Pendidikan Karakter (POKJA LINK BELTIM) di Ruang Pertemuan Dinas Pendidikan Beltim

A. Pemikiran Reflektif Terkait Pengalaman Belajar

1. Pengalaman/ materi pembelajaran yang baru saja diperoleh

Banyak pengalaman dan materi pembelajaran yang penulis peroleh dari modul 2.3 tentang Coaching untuk Supervisi Akademik ini. Pada esensinya, penulis mendapatkan pembelajaran bahwa praktik coaching adalah manifestasi dari growth mindset (pola pikir bertumbuh/ berkembang) Kemdikbudristek RI dalam mengelola penyelenggaraan pendidikan yang lebih baik. Dalam implementasinya, praktik ini bagi penulis berguna sebagai upaya sistemis agar para pendidik bisa melakukan konsolidasi dan akomodasi sosial (solusi sosial) di lingkungan sekolah.

Setelah melakukan pembelajaran, refleksi yang penulis dapatkan yaitu, praktik coaching ini ternyata tidak hanya berlaku untuk supervisi akademik semata. Namun, praktik ini juga berguna sebagai langkah ikhtiar harmonisasi sosial di lingkungan satuan pendidikan. Hal ini tercermin bukan hanya karena persoalan teknis pembelajaran saja yang disajikan oleh guru. Contohnya, perihal kelengkapan perangkat pembelajaran, kebenaran perangkat tersebut, keterlaksanaan pembelajaran, hingga validitas aspek penilaian. Akan tetapi, ada permasalahan lainnya yang patut untuk dikaji serta diselesaikan, dan ini bisa dilakukan melalui praktik coaching. Misalnya, problematika keterlambatan guru datang ke sekolah, ada guru yang memiliki hubungan yang tidak harmonis terhadap sesamanya, permasalahan belajar siswa, dsb.

Dalam modul 2.3 PGP tentang Coaching untuk Supervisi Akademik, penulis mendapatkan pembelajaran bahwa coaching diartikan sebagai proses kolaborasi yang memiliki fokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). International Coach Federation mendefinisikan coaching sebagai bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif. Pada prinsipnya, coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya.

Tujuan proses coaching ini adalah menuntun coachee untuk menemukan ide baru atau cara untuk mengatasi tantangan yang dihadapi atau mencapai tujuan yang dikehendaki. Hal ini dilakukan dengan membangun kemitraan yang setara dan coachee sendiri yang mengambil keputusan. Coach hanya mengantarkan melalui mendengarkan aktif dan melontarkan pertanyaan, coachee-lah yang membuat keputusan sendiri. Sehingga, ada 3 kompetensi inti coaching yang perlu dipelajari oleh calon coach agar pencapaian praktik coaching bisa tercapai, yaitu:

  • Kehadiran penuh, yaitu coach dan coachee berada seutuhnya (fokus) dalam proses coaching.
  • Mendengarkan aktif, yaitu praktik percakapan yang bebas dari judgement, asumsi, dan asosiasi, serta dapat menangkap emosi coachee selalu mengajukan pertanyaan terbuka dan berasal dari mendengarkan.
  • Mengajukan pertanyaan berbobot, yaitu coach selalu mengajukan pertanyaan terbuka dan berasal dari mendengarkan. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan memiliki unsur efektif dalam menggali serta memberdayakan coachee untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri. Memberdayakan coachee artinya membantu coachee membuat rencana aksi spesifik dan mendorong idenya sendiri pada saat diminta saran berbagi pengalaman.

Dalam percakapan coaching yang telah kami pelajari dan lakukan, kami sudah memuat proses coaching dengan alur TIRTA, agar praktik ini mengalir seperti tirta (air) itu sendiri, yaitu:

  • Tujuan, yaitu coach dan coachee menyepakati topik pembicaraan dan hasil pembicaraan.
  • Identifikasi, yaitu coach dengan menggali dan memetakan situasi serta menghubungkan fakta-fakta yang ada.
  • Rencana aksi, yaitu coahee mengembangkan ide untuk alternatif rencana aksi/ solusi yang dibantu oleh peran coach.
  • TAnggung jawab, yaitu coach dan coachee berkomitmen untuk melakukan langkah selanjutnya.

Dalam praktik coaching ini juga memuat paradigma berpikir coaching, yaitu fokus pada coachee/ rekan yang akan dikembangkan, bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, dan mampu melihat peluang baru dan masa depan. Tidak hanya itu praktik coaching yang telah dilakukan juga berpedoman pada prinsip coaching, yaitu:

  • Kemitraan. Kemitraan ini diwujudkan dengan cara membangun kesetaraan antara coach dan coachee, yaitu tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah di antara keduanya. Kesetaraan dapat dibangun dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri dan mengedepankan pencapaian tujuan percakapan.
  • Proses kreatif. Proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan dua arah antara coach dan coachee, memicu proses berpikir coachee, hingga memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru.
  • Memaksimalkan potensi. Dalam memaksimalkan potensi ini, percakapan diakhiri dengan rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan (coachee). Hal ini terkait solusi yang paling mungkin dilakukan dan paling besar kemungkinan keberhasilnya. Selain itu, percakapan ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh rekan yang sedang dikembangkan.

Dalam pembelajaran ini, kami melaksanakan praktik coaching supervisi klinis, yang mana istilah ini diperkenalkan oleh Morris Cogan dari Harvard University. Dalam buku Supervision for a Better School, Lovell (1980) mendefinisikan supervisi klinis sebagai rangkaian kegiatan berpikir dan kegiatan praktik yang dirancang oleh guru dan supervisor dalam rangka meningkatkan performa pembelajaran guru di kelas dengan mengambil data dari peristiwa yang terjadi, menganalisis data yang didapat, merancang strategi untuk meningkatkan hasil belajar murid dengan terlebih dulu meningkatkan performa guru di kelas.

Siklus dalam supervisi klinis ini meliputi 3 tahap, yaitu:

  • Pra obesrvasi, yaitu percakapan yang membangun hubungan antara guru dan supervisor sebagai mitra dalam pengembangan kompetensi diri. Dalam percakapan ini, observer (supervisor) mendiskusikan pencapaian percakapan coaching, menanyakan kompetensi coaching apa yang ingin dikembangkan, menanyakan bagian kompetensi mana yang secara spesifik ingin diobservasi, dan menanyakan indikator ketercapaian dari tujuan pengembangan yang diinginkan.
  • Observasi atau pengamatan. Dalam kegiatan ini, observer mencatat yang terlihat dan terdengar pada saat rekan CGP melakukan coaching, yang bebas dari penilaian dan asumsi, fokus pada area yang ingin dikembangkan, berdasarkan hasil pra percakapan.
  • Pasca observasi, yaitu percakapan observer dan guru terkait hasil data observasi, menganalisis data, umpan balik dan rencana pengembangan kompetensi. Proses percakapan ini bersifat reflektif dan bertujuan pada pengembangan kompetensi yang ingin dikembangkan dan terkait perbaikan yang akan dilakukan kedepan.


2. Emosi-emosi yang dirasakan terkait pengalaman belajar

Dalam pembelajaran dan praktik tentang coaching ini, penulis merasakan berbagai emosi yang bervariatif setelah mendengarkan curahan coachee dengan RASA, yaitu Receive (menerima), Appreciate (mengapresiasi), Summary (merangkum) dan Ask (bertanya). Secara umum, penulis merasakan kebahagiaan dan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena bisa menambah pengetahuan, wawasan dan keterampilan baru terutama dalam meningkatkan kompetensi sosial untuk perbaikan mutu di satuan pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun