Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Tercampaknya Sungai Sebagai Sumber Kehidupan

22 Agustus 2012   14:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:27 1945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungai sebagai sumber mata pencaharian masyarakat.

Air mengalir sampai jauh, akhirnya ke laut.....

Itu perahu, riwayatnya dulu kaum pedagang selalu naik itu perahu....

---------

Ini merupakan salah satu syair lagu Bengawan Solo karya Alm. Gesang, seorang pencipta lagu yang terkenal. Memang lagu ini menggambarkan keadaan sungai besar atau kali besar ( bengawan ) Solo pada masa lalu. Tempat dimana Beliau hidup dan dibesarkan.

Namun kalau dipahami secara mendalam, lagu ini bukan sekedar menggambarkan keadaan Bengawan Solo saja. Tetapi juga keadaan sungai-sungai besaratau kali-kali besar ( di Jawa ) yang disebut orang Jawa sebagai bengawan. Termasuk juga Sungai Brantas, Porong, Madiun, Metro, Amprong, dan Ciliwung.

13456188151341818382
13456188151341818382
Mata air di pedesaan.

1345621724931073272
1345621724931073272
Jernih dan bersihnya sungai dan suasana pedesaan.

Peranan sungai pada ( sejarah ) masa lalu.

Sejarah menunjukkan bagaimana peranan sungai pada masa silam bagi kehidupan masyarakatbukan sekedar tempat mandi danmencuci, tetapi juga sebagai jalan atau transportasi untuk menjalankan roda perekonomian saat itu.

Bahkan, pada masyarakat yang masih terpengaruh budaya animisme dan dinamisme juga pandangan Hindu dan Buddha masih menganggap bahwa sungai adalah tempat parah arwah nenek moyang. Maka sungai dan mata air harus dihormati. Sehingga sebelum mengadakan suatu pesta, mereka akan memberikan sesaji kepada para leluhur dengan menempatkan ‘sajian makanan dan bunga, serta dupa’ di tepi sungai dan mata air.

13456194932012127574
13456194932012127574
Upacarapemberian sesaji di dekat mata air atau sungai di pedesaan.

Sungai sebagai sumber kehidupan manusia memang telah terbukti membawa kesejahteraan bagi siapa pun yang tinggal di sekitarnya. Sawah-sawah ( tadah hujan ) amat tergantung pada aliran sungai. Terutama pada musim kemarau. Maka pada pedesaan dikenal istilah ‘kuwawa’ seseorang yang bertugas mengatur pembagian air agar merata dan terhindar dari perebutan yang tidak adil.

Sungai sebagai sumber kehidupan dan menjadi perebutan untuk mempertahankan kekuasaan banyak terjadi dimanapun. Termasuk di tanah Jawa. Dalam kitab Negarakertagama tercatat bagaimana Empu Barada, seorang brahmana yang menjadi penasehat Kerajaan Kadhiri, terpaksa harus membagi Kedhiri menjadi dua bagian timur dan barat. Pembagian ini ‘terpaksa’ dilakukan untuk menghindari perebutan kekuasaan antara dua putera Erlangga yang ingin menjadi penggantinya. Pembagian terpaksa ini, berakhir dengan sebuah kutukan atas sungai sebagai pembagi atau batas Kerajaan Panjalu dan Jenggala. Empu Barada, saat membagi Kedhiri menjadi Panjalu dan Jenggala, Beliau terbang sambil membawa sebuah kendi berisi air lalu dikucurkan dan membentuk sebuah sungai ( Brantas? ) dan berakhir di Porong. Ketika sampai di atas langit di tepi laut Porong, ternyata air di dalam kendi masih tersisa. Lalu air itu ditumpahkan di sana dan terbentuklah rawa dan delta Porong yang subur dan pusat perdagangan ( pelabuhan ) seraya mengutuk bahwa daerah ini akan menjadi persengketaan dan malapetaka bagi yang memperebutkan. Bukti empiris menunjukkan, bahwa tempat tersebut menjadi daerah peperangan antara Panjalu dan Jenggala.

1345619635460050526
1345619635460050526
Sungai atau Kali Brantas sebagai batas Kerajaan Panjalu dan Jenggala.

Konon, munculnya lumpur di Porong pada saat ini adalah akibat kutukan Sang Empu Barada akibat keserakahan memperebutkan pengaruh kekuasaan dan perekonomian.

Pada Serat Jayabaya, dikatakan bahwa sungai atau juga merupakan tanda akan kemunduran budaya di Tanah Jawa. Prabu Jayabaya mengatakan: Selot-selote mbesuk wolak-waliking jaman teka ..... Kali ilang kedhunge. Artinya : Padha akhirnya nanti, saat jaman sudah terbalik... Sungai kehilangan lubuknya...

13456198952119574169
13456198952119574169
Sungai di tengah kota sudah tidak ada lubuk tempat ikan berkembang biak.

Keadaan sungai masa kini.

Perkembangan jaman di negeri ini secara nyata memang telah menunjukkan kemajuan ekonomi. Namun kemajuan ini tidak sejajar dengan kesadaran akan artinya lingkungan hidup.

Sungai yang pada masa lalu merupakan sumber kehidupan, pada masa kini justru terbalik. Menjadi tempat pembuangan sampah, limbah rumah tangga, dan limbah produksi atau pabrik. Tudingan hanya kaum miskin dan urban di perkotaan adalah sumber pencemaran adalah suatu kekeliruan besar. Kenyataan, bahwa para ekonomi kelas menengah dan atas juga ikut andil merusak keberadaan sungai ( dan lingkungan hidup ) tak bisa diabaikan. Pembangunan komplek perumahan dan pertokoan dengan membelakangi sungai serta menjadikan aliran pembuangan limbah adalah momok nyata yang tak bisa ditutupi. Pembangunan tanpa memperhatikan keberadaan sungai akan mematikan atau menutup mata-mata air kecil yang jumlah ratusan di sepanjang aliran sungai, sehingga mematikan sungai itu sendiri.

Perundang-undangan dan peraturan daerah tentang lingkungan hidup telah ada. Namun aparat lemah dan tidak tegas terhadap kaum kapitalis harus diakui secara jujur.

13456201051926035289
13456201051926035289
Seorang ibu mengayuh sampan untuk mencari ikan di Sungai Amprong.

13456202151607999225
13456202151607999225
Mencari ikan bersama keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun