Pasar Comboran merupakan pasar loak atau rombengan terbesar di Malang. Tempatnya di Jl. Kyai Tamin bagian selatan.
Pasar Comboran disebut demikian karena pada dasawarsa 60 hingga 70an merupakan tempat mangkal dokar di mana pada saat istirahat kuda-kuda penarik dokar diberi makan minum rumput dan dicampur dengan gula tetes tebu.
Aktifitas kuda makan minum rumput dan gula tetes ini dalam bahasa Jawa disebut combor. Comboran artinya tempat nyombor kuda.
Sebelum dasawarsa 60an, Comboran juga sempat digunakan ngetem opelet dan tempo. Tempo adalah kendaraan beroda tiga mirip seperti bemo tetapi lebih besar dan bisa menampung 8 penumpang tidak termasuk sopir.
Awal 70an tempo hilang dari angkutan antar desa karena pabriknya di Jerman tutup setelah PD II. Demikian juga dokar tersisih karena kalah bersaing dengan becak dan mikrolet.
Comboran pun berubah menjadi pasar loak khusus onderdil kendaraan bermotor. Tetapi ada juga pedagang makanan dan minuman serta sayur dan buah.
Para pedagang sayur dan buah ini merupakan pedagang yang tidak mendapat tempat berjualan di Pasar Besar atau Pasar Gede Malang yang jaraknya hanya 500m dari utara Pasar Comboran.
Permintaan onderdil yang demikian besar, membuat jumlah pedagang semakin banyak dan memenuhi pinggiran Jl. Kyai Tamin, Irian Jaya, Sartono S.H, dan Halmahera.
Kira-kira sepanjang satu setengah kilometer. Wilayah pinggiran jalan ini bisa disebut pasar loak liar karena memakan bahu jalan sehingga mengganggu arus lalu lintas yang sangat padat pada jam kerja.
Bahkan di Jl. Halmahera sepanjang 300 meter berada di pinggiran rel kereta api yang masih aktif dilewati 6-8 kali sehari kereta tangki pengangkut BBM dari depo Pertamina menuju Stasiun Kota Lama.
Pertengahan 90an, wilayah Jl. Sartono S.H ditertibkan dan dibongkar bersih. Pada akhir 90an atau tepatnya saat krisis ekonomi 97-98 kembali marak pedagang liar dan pemerintah daerah membiarkan karena menjaga pertumbuhan ekonomi sektor nonformal dari kalangan akar rumput yang tangguh menghadapi krisis ekonomi.
Setelah geliat ekonomi kembali normal, awal tahun 2000an pasar loak di sepanjang Jl. Sartono S.H yang dijual berubah drastis. Jika pada masa sebelumnya yang dijual barang-barang bekas kini banyak barang baru.
Mulai dari perlengkapan tukang, dapur, memasak, kamar mandi, listrik, pakaian baru out of date, cincin dan batu akik, kacamata, sepatu dan sandal, helm, radio dan televisi, suku cadang mesin cuci, tukang pijat tradisonal, dan pengobatan alternatif.
Tentang mutu barang mulai dari asli, hingga KW5. Perlu jeli dan teliti. Soal harga harus pandai-pandai menawar.
Pasar loak di wilayah Jl. Irian Jaya masih banyak yang berjualan suku cadang sepeda motor. Ada juga yang berjualan barang-barang model lawas termasuk uang kertas dan koin. Soal kuno atau antik perlu kejelian melihatnya.
Sedang pedagang buku-buku lawas atau terbitan dan cetakan di bawah tahun 70an sudah tidak ada lagi karena habis diborong kolektor setelah ada pembeli menemukan uang kuno dollar Amerika dan perangko Hindia Belanda.
Wilayah Jl. Irian Jaya sempat digerebek aparat keamanan pada 2010an karena dianggap tempat penadahan dan penjualan pretelan kendaraan hasil pencurian. Protes pedagang membuat aparat menghentikan penggerbekan.
Pasar loak di bagian sepanjang Jl. Halmahera terutama di pinggiran kanan-kiri rel merupakan bagian yang paling unik. Barang yang dijual 90% barang bekas. Barang baru mungkin hanya pisau dan alat pertanian tradisional seperti cangkul dan sabit.
Tahun 90an wilayah Halmahera ini baru berkembang dengan barang lawas 75% asli. Mulai dari perangko, kartu pos, warkat pos, buku, gelas, cangkir, piring, jam dan arloji, lampu minyak, sepeda pancal, dan peralatan dapur jaman sebelum kemerdekaan. Ini yang membuat Pasar Comboran menjadi terkenal.
Pada 2019 pihak KAI mengganti rel kereta api dan menertibkan para pedagang. Lapak-lapak liar dibongkar. Jika tidak dibongkar maka tidak ada jaminan bila mengalami kecelakaan tersenggol kereta api. Demikian juga bagi pengunjung.
Tepat di pinggir kiri kanan rel kereta api sudah cukup bersih tetapi hanya sebagian dan penjual yang menggunakan alas dari karpet atau bekas banner masih ada.
Pedagang dan pengunjung termasuk pembeli juga masih cukup ramai hingga jam 11 siang. Pada hari Jumat sepi pedagang dan pengunjung. Apalagi pembeli.
Siapa pengunjung dan pembeli Pasar Loak Comboran?
Bukan hanya orang yang berdompet tipis saja. Tetapi juga dari kalangan mahasiswa yang mau menjual barang miliknya khususnya perlengkapan masak karena kiriman uang bulanan dari orangtua telat datang. Atau sudah lulus kuliah dan butuh uang saku untuk pulang kampung halaman.
Pulang kampung halaman kan tak mungkin membawa rice-cooker, kompor, dan panci.
Ada juga wisatawan dari manca begara.
Kalo saya sendiri ratusan kali bermain di sini sambil menemani teman kuliah yang berbeda nasibnya dan menjadi pedagang barang bekas di Pasar Comboran.
Beberapa koleksi buku terbitan di bawah tahun 60an dan lampu hias antik juga beli di sini dengan harga lumayan murah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI