Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tragis!

8 April 2022   11:02 Diperbarui: 9 April 2022   14:38 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dari Harian Kompas. | Dokumen pribadi.

Iklan ucapan terimakasih di atas memang termuat di surat kabar harian Kompas sudah lama sekali. Tepatnya pada Minggu, 10 Oktober 2004, jadi delapan belas tahun silam.

Hemat penulis, ini bukanlah ucapan terimakasih pada Para Ibu Nusantara atas kesetiaannya menggunakan minyak goreng tersebut. Tetapi rayuan produsen untuk para ibu agar tetap setia menggunakan minyak goreng merek tersebut.

Entahlah apakah iklan rayuan sejenis ini masih ada atau tidak.  Kenyataan para ibu tidak pernah ada pilihan lain untuk tetap menggunakan minyak goreng yang menjadi salah satu sembilan kebutuhan pokok.

Apa pun mereknya, berapa harganya, dan bagaimana pun cara untuk mendapatkan. Mulai dari berdiri antri berjam-jam di depan toko sambil menghitung uang belanja apa lagi yang harus disisihkan untuk membeli minyak goreng. 

Elpiji naik menyusul turunnya harga tempe tahu yang sebelumnya naik pelan tapi pasti. 

Mau memotong uang jajan anak-anak jelas tidak mungkin. Minta jatah lagi atau memotong uang rokok suami ya tidak tega. 

Memotong keperluan kosmetik yang terkena imbas kenaikan PPN 11% ya ga masuk akal. 

Hla wong belanja kosmetik hanya tiga bulan sekali. Tidak membeli kosmetik berarti tidak memakai kosmetik jelas sangat mengkhawatirkan. 

Bagaimana nanti kalau suaminya yang bekerja di jalanan sebagai sopir, salesman, atau pedagang keliling terpesona dengan wanita menor tebal kosmetik yang jadi pelanggan dagangannya?

Hal di atas tak mungkin dipikirkan oleh produsen atau kartel minyak goreng. Bisnis adalah bisnis. Bukan kegiatan sosial. Keuntungan sebesar mungkin adalah hal yang harus dicapai. 

Ibu adalah penyangga bangsa. Sebuah ungkapan yang membanggakan. Sebagai penyangga harus berdiri tegak dan kuat. Jangan sampai goyah.

Namun kali ini Para Ibu Nusantara harus berdiri di atas minyak goreng yang licin dengan beban kenaikan harga yang tak terelakkan. 

Sedikit lengah akan membuat Para Ibu Nusantara akan terpeleset dan jatuh terpelanting. 

Siapa peduli? Tragis!

Mungkinkah para produsen dan kartel minyak goreng bukan sekedar mengucapkan terimakasih dengan memasang iklan? Boleh jadi sekarang tak memasang iklan sebab bagaimanapun minyak goreng tetap dicari dan dibeli. Sungguh luar biasa bila sudi memberi penghargaan kepada Para Ibu Nusantara dengan menurunkan harga minyak goreng paling tidak seharga seperti pada Januari 2020 silam.

Bukankah pengolahan dan pembuatan minyak goreng bahannya diambil sepenuhnya dari Ibu Pertiwi Nusantara tercinta ini? 

Tak adakah jalan untuk memecahkan masalah ini?

Para  Ibu Nusantara sudah tak bisa bicara lagi. Mulut terkatup dalam doa dan harapan agar tidak terpeleset minyak goreng. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun