Sebuah perusahaan tentulah ingin produknya dikenal masyarakat luas dan laku laris di pasaran. Maka memasang iklan di media cetak dan elektronik atau pun online merupakan cara yang paling tepat untuk masa kini.
Sebuah media tentu membutuhkan dana besar untuk tetap bertahan hidup dan eksis di masyarakat agar dapat menyampaikan visi dan misinya. Dana besar pada masa kini menurut saya hanya bisa didapat dari iklan yang terjaring oleh media tersebut.
Di sinilah terjadi simbiosis mutualisme antara sebuah perusahaan dengan produksinya yang ingin dikenalkan dan dibeli masyarakat umum dan media. Saling menguntungkan.
Hingga awal 2000an media cetak khususnya suratkabar ada yang disebut koran kuning. Koran kuning biasanya berbentuk tabloid dengan ukuran 60% lebih kecil dari suratkabar. Tabloid lebih banyak memuat berita-berita miring dengan gosip-gosip panas kehidupan para selebritis. Kalau pun ada berita politik lebih cenderung memancing opini masyarakat.
Iklan yang dipasang pun lebih unik dan cenderung sedikit aneh. Misalnya, obat atau ramuan penambah vitalitas kaum pria. Atau obat dan ramuan untuk membuat wanita menjadi sexy dan cantik sehingga menarik bagi lawan jenis. Bahkan disertai dengan pelet yang bisa membuat kaum pria klepek-klepek. Â
Ada juga iklan cara menjadi kaya dengan mendapat ajian atau benda keramat disertai mantra tertentu dari seorang  paranormal.
Surutnya media cetak membuat usaha ini juga ikut kelimpungan. Penjual akik dan benda-benda yang dianggap sakti dan keramat serta orang sakti yang bisa membuat kaya mendadak tapi tidak bisa membuat dirinya kaya juga kelimpungan.
Mereka pun memasang iklan di media sosial, khususnya FB dan WA secara acak.
Herannya, iklan semacam ini dan berita gosip miring juga ada di blog keroyokan yang kita cintai ini. Berita gosip miring ini bukan diposting oleh Kompasianer tetapi oleh pemasang iklan.