Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Semangat Hidup dan Bekerja Buruh Tani

13 Oktober 2018   10:46 Diperbarui: 13 Oktober 2018   11:56 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semilir angin di ujung musim kemarau memberi cukup kesegaran yang kami rasakan di sawah yang kami garap. Delapan orang ibu-ibu buruh tani yang sedang menyiangi sawah dari rerumputan tampak begitu ceria. Sambil sedikit ngerumpi tentang pesawahan yang makin menyempit sehingga peluang kerja mereka juga semakin sempit pula. Roda terus berputar dan kehidupan tetap harus berjalan. Mereka ngerumpi bukanlah mengeluh, sekedar curahan bahwa hidup harus tetap bekerja apa pun yang terjadi.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Sawah tempat mereka bekerja, memang menjadi salah satu wilayah yang masih bertahan sebagai lahan pertanian di antara ratusan hektar yang ada di sisi utara wilayah perkotaan di Malang.

Hanya 1km dari sawah ini, wilayah Soekarno Hatta merupakan daerah urban yang menjadi metropolitan yang jauh berbeda dengan kehidupan para buruh tani yang kini harus merasakan gilasan roda zaman.

Tubuh dan pakaian yang belepotan lumpur bau karena air irigasi tercemar limbah rumah tangga dan industri tak menjadi halangan untuk terus membungkuk mulai dari jam 6 pagi hingga 11 siang. Demi uang sebesar Rp 35.000,- yang sulit diraih bagi mereka yang hanya mempunyai ketrampilan sebagai buruh tani.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Kedatangan saya dan salah satu karyawan untuk berbincang adalah hiburan tersendiri yang sungguh berarti. Kadang kami membawa sebungkus dawet atau es untuk setiap orang, sekedar penambah semangat yang akan sedikit menghilangkan kepenatan mereka.

Jam 10 matahari makin terik walau angin tetap semilir. Kicauan burung yang 25 tahun lalu sering menyejukkan kini tak terdengar lagi. Hanya suara sepeda motor atau teriakan para eksekutif muda yang sedang bermain futsal di gedung olahraga yang hanya berjarak sekitar 300m dari tempat kami.

Dulu, hanya irama desiran angin yang mengajak menari rumpun bambu, jagung, atau padi serta kicauan burung juga nyanyian kecil para petani yang tak lelah bekerja yang sayup-sayup kami dengar.

Bumi terus berputar mengubah jaman. Manusia terus mengikuti dengan segala kemampuannya. Seperti para ibu yang jadi buruh tani. Tetap berjalan mengikuti putaran waktu dengan bekerja bukan sekedar mencari uang.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
"Tiyang nyambut damel niku mboten mung pados yotro. Nanging kuwajibanipun supados tetep gesang...."

Kami bekerja bukan sekedar mencari uang. Tetapi kewajiban yang harus dilakukan supaya tetap hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun