Kuala Lumpur, 27 Juli 2025 – Diplomasi budaya kembali hadir sebagai salah satu bentuk paling subtil namun berpengaruh dalam mempererat relasi antarbangsa. Hal tersebut tercermin dari suksesnya pementasan Wayang Santri Putra Satria Laras, yang diselenggarakan oleh Panitia Pelaksana Pementasan Wayang Santri pada Minggu sore, 27 Juli 2025, di Aula Hasanuddin, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, Malaysia. Acara yang dimulai pukul 16.00 waktu setempat ini berlangsung hingga malam hari, dan menyita perhatian penuh dari seluruh elemen masyarakat yang hadir.
Pementasan ini menghadirkan sosok istimewa di jagat pedalangan Indonesia, yakni Dalang Ki Haryo Susilo Enthus Susmono, putra dari maestro legendaris almarhum Ki Enthus Susmono, yang mewarisi bukan hanya teknik mendalang, namun juga semangat untuk menjadikan wayang sebagai medium dakwah, pendidikan, dan diplomasi. Dengan mengusung konsep Wayang Santri, pertunjukan ini tidak sekadar menampilkan cerita epik dan estetika gerak wayang, tetapi juga menyisipkan nilai-nilai keislaman, pesan moral, kebangsaan, serta refleksi sosial yang dikemas secara satir namun mendalam.
Pementasan wayang ini menjadi bagian dari Tour Diplomasi Budaya Indonesia-Malaysia yang mengangkat misi untuk memperkuat citra Indonesia sebagai bangsa yang kaya warisan budaya, toleran, dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan universal. Kehadiran kesenian tradisional seperti wayang dalam konteks internasional menjadi instrumen yang sangat strategis dalam membangun soft power Indonesia di kawasan Asia Tenggara, khususnya di negara serumpun seperti Malaysia.
Acara ini dihadiri oleh berbagai elemen penting masyarakat Indonesia yang berada di Malaysia, mulai dari guru dan pengelola Sanggar Bimbingan Komite SIKL (Sekolah Indonesia Kuala Lumpur), yang selama ini menjadi pilar utama dalam pembinaan generasi muda diaspora Indonesia, hingga mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi Indonesia yang sedang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Internasional di Malaysia. Para mahasiswa tersebut berasal dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA), Perguruan Tinggi Swasta (PTS), hingga Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang menjadi mitra dalam program pengabdian masyarakat lintas batas negara.
Kehadiran mereka menjadi simbol keterlibatan generasi muda dalam menjaga dan mempromosikan budaya bangsa, sekaligus mempertegas bahwa diplomasi bukan hanya tugas diplomatik formal, namun dapat diwujudkan melalui gerakan kultural berbasis masyarakat dan akademisi.
Dalam pementasan tersebut, Ki Haryo Susilo tidak hanya memainkan lakon wayang yang mengangkat cerita klasik, tetapi juga secara kreatif mengadaptasi cerita-cerita tersebut ke dalam konteks kekinian yang relevan dengan situasi sosial dan moral masyarakat hari ini. Narasi yang dibawakan menyentuh isu-isu seperti keteladanan pemimpin, pentingnya pendidikan agama, serta bahaya korupsi dan kekuasaan yang melampaui batas. Humor satir khas dalang santri pun menjadi bumbu penyegar yang membuat audiens tetap fokus dan terlibat.
Pertunjukan ini juga menjadi media edukasi bagi para mahasiswa dan pengunjung, terutama dalam memahami bagaimana budaya tradisional dapat dikontekstualisasikan dalam dinamika global yang terus berkembang. Nilai-nilai Islam moderat, kearifan lokal, dan semangat kebangsaan yang ditampilkan melalui tokoh-tokoh pewayangan mengajarkan bahwa seni tradisi bukanlah entitas yang usang, tetapi justru merupakan instrumen reflektif yang sangat relevan dengan tantangan zaman.
Di sela acara, beberapa perwakilan dari KBRI Kuala Lumpur dan pengelola sanggar memberikan sambutan hangat yang menekankan pentingnya menjaga jati diri bangsa di tengah pergaulan global, serta mendukung kegiatan kebudayaan sebagai bentuk diplomasi publik yang berdampak nyata.
Acara ditutup dengan sesi tanya jawab interaktif antara penonton dan dalang, di mana para mahasiswa dan peserta lainnya diberi kesempatan untuk menggali lebih dalam filosofi di balik pertunjukan serta proses kreatif dalam mendalang. Kemudian dilanjutkan dengan sesi dokumentasi dan ramah tamah, yang memperkuat jejaring antara komunitas budaya, pendidikan, dan diplomasi.
Dengan suksesnya kegiatan ini, Wayang Santri Putra Satria Laras tidak hanya berhasil menghibur, tetapi juga membuka ruang refleksi dan dialog antarbudaya di tanah rantau. Acara ini menjadi contoh konkret bagaimana budaya lokal dapat diangkat menjadi instrumen strategis dalam membangun citra bangsa yang inklusif, religius, dan berdaya saing global.