Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyerah pada Uang dan Kekuasaan

15 Februari 2024   07:44 Diperbarui: 15 Februari 2024   07:53 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada dugaan, fakta, dan tuduhan bahwa dalam setiap pemilu, di hajatan demokrasi tersebut dimanfaatkan oleh sebagaian masyarakat terutama kalangan bawah untuk mencari untung. Umpan yang ditawarkan oleh caleg atau tim sukses capres-cawapres berupa uang, kaos, dan sembako atau bingkisan lainnya, langsung diterima. Bila ada kegiatan serupa yang dilakukan oleh caleg dan tim sukses capres lainnya, mereka juga melakukan hal yang sama, menerima apa yang ditawarkan.

Mereka sudi menerima uang, kaos, dan sembako dilandasi oleh beberapa alasan, karena ada yang mengiming-iming atau menawarkan sesuatu. Kedua, alasan ekonomi. Sulitnya keadaan ekonomi yang mereka alami dalam mencukupi kebutuhan hidup keluarga, membuat mereka mau menerima sesuatu yang bisa disebut merampas hak pilihnya dalam demokrasi.

Fenomena memberi dan menerima menjelang pemilu ini merupakan masalah yang selalu menjadi perbincangan. Di satu sisi, bagi peserta pemilu, ongkos untuk memberikan uang, kaos, dan sembako kepada pemilih membuat biaya kampanye dan pencalegan, pencapresan, menjadi mahal. Bayangkan bila salah satu caleg memiliki dapil yang jumlah wilayahnya 5 kabupaten dan padat penduduk. Uang yang dikeluarkan bisa mencapai puluhan miliar rupiah.

Bagi capres-cawapres, tentu biasa yang dikeluarkan akan lebih besar sebab cakupan mereka dari ujung barat hingga timur, ujung utara hingga selatan Indonesia, belum lagi ditambah warga negara yang tinggal di luar negeri.

Di sisi yang lain, apa yang diterima oleh pemilih bisa jadi pengingkar hati nurani. Mereka bisa jadi hendak memilih pemimpin yang bisa dipegang janjinya namun di sisi yang lain, kebutuhan hidupnya menuntut yang lain, yakni segeranya terpenuhi makan dan minum. Karena faktor ekonomi inilah yang membuat mereka memilih sosok yang sebetulnya tidak diinginkan.

Tentu kita prihatin melihat fenonema ada pemilih yang bisa 'dibeli' dengan uang dan sembako. Untuk itu pentingnya meningkatkan kesejahteraan dan pendidikan bagi masyarakat agar mereka bisa menjadi pemilih cerdas tanpa dibebani masalah-masalah ekonomi.

Namun dalam Pemilui 2024 ini, ada fenomena yang bisa dikatakan lebih memalukan dan menyedihkan, yakni migrasinya orang-orang yang selama ini idealis ke capres yang selama itu pula kerap dihujatnya. Tak perlu disebutkan di sini siapa saja mereka yang telah terang-terangan memindahkan dukungan.

Mereka yang tiba-tiba pindah dukungan itu bukan orang sembarangan. Secara pendidikan mereka adalah orang yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri. Selama menempuh pendidikan, ada di antara mereka yang menjadi aktivis bahkan tak gentar melawan kekuasaan yang otoriter. Dari segi ekonomi pun mereka terbilang cukup bahkan lebih bahkan ada di antara mereka anak orang kaya dan ada pula yang memiliki profesi yang bisa dibanggakan.

Mereka pindah dukungan faktornya tentu bukan seperti pemilih yang dalam keseharian susah makan dan minum namun karena ada tawaran yang lebih tinggi, yakni jabatan kekuasaan. Tawaran kekuasaan tentu lebih menggoda sebab bila berkuasa, mereka tidak hanya mendapat kesejahteraan namun juga membangun bisnis dan relasi kekuasaan lainnya.

Berawal dari tawaran salah satu pihak, sosok-sosok itu akhirnya mau memindahkan dukungan namun ada kesepakatan pribadi yang harus dipenuhi. Jadi memindahan dukungan tidak secara cuma-cuma namun ada sesuatu yang harus dibayar.

Memindahkan dukungan harus kita akui itu memang hak pribadi seseorang namun masalahnya mereka yang melakukan itu adalah mereka yang selama ini menyerang, menuduh, memfitnah, bahkan memberi predikat sebagai pembohong pada sosok yang selanjutnya didukung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun