Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

KKN di Desa Pelaga

3 Februari 2020   09:55 Diperbarui: 3 Februari 2020   10:09 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gembira ketika satuan kredit semester (SKS) sudah memenuhi untuk mengikuti kuliah kerja nyata (KKN). Mahasiswa yang sudah memiliki 110 SKS, ia berhak mengikuti program itu. KKN merupakan bentuk pengabdian masyarakat dari perguruan tinggi dengan menurunkan mahasiswa ke desa-desa yang dirasa tertinggal, terpencil, dan terpelosok di mana para mahasiswa tinggal selama 2 bulan di sana untuk mengabdikan dirinya terkait dengan ilmu yang digeluti maupun kegiatan sosial dan pemberdayaan masyarakat lainnya.

Sebagai SKS wajib membuat KKN selalu diikuti oleh mahasiswa. Bila salah satu perguruan tinggi ada ribuan mahasiswa maka kegiatan itu akan dibagi menjadi beberapa gelombang. Dalam setahun bisa jadi sebuah perguruan tinggi menggelar KKN sampai   3 kali.

Ketika saya mengikuti program KKN, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Bali; ada ratusan mahasiswa yang mempunyai tujuan yang sama mengikuti. Sebelum diberangkatkan ke desa-desa yang sudah ditentukan oleh pihak kampus, calon peserta lebih dahulu diberi pembengkalan. Saya bersama dengan ratusan mahasiswa yang lain, di bulan Mei 1997, dikumpulkan di GOR Bulutangkis Tembau Denpasar. Di tempat ini kami diberi pembekalan, pastinya materi yang disuluhkan kepada calon peserta KKN adalah tentang sosiologi desa, budaya, dan masalah lain yang terkait dengan itu. Pada masa itu pada era masih Orde Baru, para peserta KKN diwanti-wanti jangan ngomong politik pada masyarakat.

Di awal pemberian materi, semua berjalan normal dan khidmat namun selanjutnya, entah karena mahasiswanya sudah bosan ditambah dengan bisa jadi karena pematerinya datar dalam menyampaikan bahan, membuat suasana pembekalan menjadi tak karuan, he, he, he. Mahasiswa asyik dengan diri sendiri, ada yang ngobrol, saat itu belum ada handphone seperti jaman sekarang sehingga tak ada yang main hp; bahkan ada yang mojok bergerombol seolah membuat acara sendiri. Suasana yang demikian, masing-masing asyik dengan dirinya sendiri, menurut mahasiswa yang sudah ikut KKN, juga terjadi.

Acara pembekalan diikuti sampai selesai, tak ada yang pulang duluan, sebab selepas pembekalan, diumumkan penempatan lokasi KKN. Saat itu saya bersama dengan 11 mahasiswa lain, 5 laki-laki dan 6 perempuan, dari berbagai jurusan dan fakultas, di tempatkan di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Bali. Di desa yang berjarak sekitar 25 km dari Denpasar itu kami membawahi tiga dusun, yakni Semanik, Auman, dan Tiyingan.

Sebelum mengabdikan diri di dusun yang berjarak 30 km dari Denpasar, kami melakukan survei lokasi. Dari Denpasar hingga sekitar Kantor Kecamatan Petang, jalan yang kami lalui datar-datar saja dengan aspal yang mulus. Di Kanan kiri selain sawah yang membentang, juga ada perumahan masyarakat, pura, pasar, dan fasilitas masyarakat lain.

Setelah melalui kantor kecamatan, jalan yang ada saat itu mulai berubah, mulai menanjak, memasuki pegunungan, di kanan kiri terdapat hutan dengan pohon-pohon besar dan jangkung serta rimbun, kebun salak, sawah, serta perumahan penduduk (yang ter-cluster). Jalan semakin berliku selepas melewati Kantor Desa Pelaga. Bahkan ada tikungan tajam ditambah dengan menurun dan naik yang terbilang curam. Di kanan kiri jalan yang curam itu, masih berupa hutan dan ladang.

Sebagai wilayah yang berada di dataran tinggi, Desa Pelaga merupakan desa yang berhawa sejuk. Di sini tumbuh berbagai tanaman yang memiliki komoditas unggulan dan usaha keseharian. Selain salak, juga ada tanaman buah lainnya. Bila malam tiba, suasana dingin menyelimuti dusun-dusun.

Jarak antar dusun masih dipisahkan dengan hutan, ladang, dan rerimbunan pepohonan tanpa penghuni. Kalau ada pun itu semacam pondok untuk beristirahat peladang. Masyarakat di sana mayoritas adalah peladang. Setiap pagi mereka berangkat ke ladang untuk mengolah lahan yang dimiliki, sore hari mereka pulang, bila dirasa perlu tinggal di pondok.

Bila malam tiba, meski di dusun-dusun sudah ada listrik namun suasana sepi dan gelap masih menyelimuti dusun secara keseluruhan. Bila malam tiba, masyarakat cenderung berada di rumah, entah karena lelah selepas seharian di ladang, bisa juga dikarenakan hawa di luar dingin. Untuk menjalankan program kerja (proker), kami beberapa kali melakukan pertemuan dengan masyarakat pada malam hari. Sebagaimana diceritakan di atas, dusun yang masih terpisahkan oleh hutan, ladang, jurang, dan sungai, dalam suasana gela dan sepi harus kami lalui.

Pernah ada cerita, suatu malam, selepas mengikuti acara, Desi yang saat itu membawa mobil Katana, hendak pulang. Ia harus melalui tikungan dan tanjakan. Mungkin ia memasukan gigi terlalu tinggi sehingga mobil tidak kuat menanjak, sehingga harus memindah gigi mesin ke lebih rendah agar mobil kuat bergerak namun tiba-tiba mobil turun mendadak. Kondisi yang demikian membuat penumpang yang ada histeris. Desi dengan sigap berhasil menguasai mobil sehingga terkendali hingga akhirnya selamat sampai posko KKN. Kejadian yang demikian bisa jadi, mobil Desi kelebihan penumpang dan memasukan gigi mesin terlalu tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun