Gula tak pernah mengaku manis. Garam tak pernah mengaku asin. Batu tak pernah mengaku keras. Api tak pernah mengaku panas. Itulah rasa. Nyata meski tanpa kata.
Pada dasarnya, semua impuls rasa diterima oleh indera. Suara diterima oleh pendengaran. Grafik diterima oleh penglihatan. Aroma diterima oleh penciuman.Â
Begitupun rasa-rasa lain yang diterima oleh dua indera lainnya. Yakni, pengecap dan peraba. Informasi tersebut kemudian disampaikan dan dicerna oleh akal pikiran hingga diperoleh suatu simpulan.
Pada proses pemikiran, seluruh informasi yang diterima dan dilaporkan indera tak serta merta ditelan mentah-mentah oleh otak. Melainkan diolah, dibandingkan dengan data yang sudah ada dalam otak kita, untuk kemudian ditarik simpulan yang benar lalu direalisasikan dalam bentuk tindakan.
Contohnya, ketika kita dihadapapkan dengan butiran di dalam toples bertuliskan "garam". Yang pertama kali diterima dan dilaporkan oleh indera penglihatan adalah toples itu berisi garam karena adanya label tulisan "garam".Â
Ketika mendekat, terlihat isinya berupa butiran putih kekuningan yang ukurannya lebih besar dari garam halus, tapi lebih kecil jika dibandingkan dengan butiran garam kasar. Wujudnya persis gula pasir.
Ketika belum yakin dengan informasi yang diperoleh, maka kita menyentuh butiran tersebut untuk lebih tahu teksturnya. Karena masih penasaran, berikutnya kita mengecap sejimpit butiran dalam toples tersebut dan ternyata rasanya manis.
Dari proses berpikir sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, diperoleh simpulan bahwa toples itu sesungguhnya berisi gula meskipun labelnya bertuliskan "garam".
Orang yang ceroboh, sejak awal akan menyimpulkan bahwa toples itu berisi garam karena hanya melihat labelnya. Orang yang peka akan menyimpulkan bahwa toples itu berisi gula hanya dengan melihat ukuran, warna, dan tekstur butirannya. Orang yang skeptis baru berani menyimpulkan setelah mengerahkan seluruh indera yang mampu mengidentifikasi objek di hadapannya.
Jika dikorelasikan dengan hubungan percintaan, maka dapat dianalisa mengapa sebagian besar kaum pria tak jarang dikatakan tidak peka oleh wanitanya.Â
Sebab, seringkali pria justru ceroboh dalam menyimpulkan tindakan wanita yang terkadang seperti mewadahi gula di dalam toples berlabel garam. Misalnya, saat wanita ngambek dan pergi atau menghilang dari pria pasangannya.Â