Mohon tunggu...
Ardi Winata Tobing
Ardi Winata Tobing Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk mengingat.

Prokopton.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sinopsis "A Time to Kill", Kebenaran adalah Campuran Adil dan Batil dalam Takaran yang Pas

15 September 2018   12:13 Diperbarui: 15 September 2018   12:41 1646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Vonis pembunuhan berencana yang harusnya mudah saja diputuskan para juri melihat lengkapnya bukti dan kesaksian yang tersaji, berubah menjadi permasalahan relatif yang berkepanjangan dan meluas ke seluruh penjuru negeri. Carl Lee Hailey jelas bersalah merencanakan pembunuhan keji, namun apakah kedua pria yang memperkosa dan menyiksa anak perempuannya sampai nyaris mati masih layak mendapat hak hidup?

Cuplikan adaptasi novel ke layar lebar (sumber: https://letterboxd.com)
Cuplikan adaptasi novel ke layar lebar (sumber: https://letterboxd.com)

"Kalau kau memenangkan kasus ini keadilan ditegakkan, tapi kalau kau kalah keadilan pun tetap saja ditegakkan. Ini kasus yang aneh," ucap pengacara veteran sahabat Brigance yang doyan mabuk, Lucien Wilbanks.

Kalimat itu seperti merangkum simpulan akhir dalam novel ini: tidak penting apakah pada akhirnya Carl Lee Hailey---yang secara sadar dan terencana telah membunuh---selamat dari hukuman mati atau malah divonis bersalah. Kedua hasil tersebut akan berakhir dengan satu kepastian.. keadilan telah bersuara.

A Time to Kill tidak menetapkan siapa pihak yang total benar dan siapa yang salah sejak awal hingga akhir. Salah atau benar di dalam ruang sidang bukan perkara 1+1=2. Semua bisa ditentukan oleh apa saja.

Bukti-bukti yang diatur sedemikian rupa untuk merangsang emosi pengadil, masa lalu saksi ahli yang ikut-ikutan saling "ditelanjangi", hingga kualitas membual para pembela di hadapan 12 juri, adalah dasar yang akan menentukan apakah seorang terdakwa masih layak melanjutkan hidup atau diputuskan mesti mati demi kebenaran hukum.

Jake Brigance yang jadi protagonis juga bukan gambaran pengacara baik-baik yang berbicara dan bertindak dengan bersih. Seperti halnya jaksa penuntut yang menjadi lawannya, Rufus Buckley, Brigance juga sesekali berlaku kotor. Brigance pun seperti rela mengorbankan apa saja, harta, keluarga bahkan jiwanya demi maju menerjang memenangkan kasus ini dan semuanya tentu bukan didasari alasan tulus ikhlas. Ia narsis, mendambakan publisitas luas dan berkhayal tentang limpahan uang yang akan dia dapat seandainya berhasil membebaskan Carl Lee.

Di tengah keputusan akhir yang diserahkan kepada 12 juri awam berlatar belakang warga sipil, sebenarnya sistem peradilan yang digambarkan dalam cerita ini pun tidak lebih baik dari pengadilan jalanan. Hasil akhir yang diidealkan objektif menjadi kabur karena bukti autentik yang dipaparkan saksi ahli melebur baur dengan sentimen dan purba sangka pribadi masing-masing pengadil.  Jadi bukan, kisah novel ini sama sekali bukan perulangan tema 'demokrasi deliberatif' di mana para juri berdebat dengan logis seperti dalam film "12 Angry Men".

Jadi cukup masuk akal jika hal tersebut menjadi dasar bagi Brigance untuk sesekali melenceng dari etika dan aturan hukum yang wajib ditaati. Toh kebenaran itu, seperti kata Hitler, adalah hal apa pun yang bisa kau bela dan pertahankan dengan cara yang meyakinkan hingga orang lain mau percaya.

Mirip dengan ungkapan ironi ini: untuk mencapai kedamaian terkadang dibutuhkan perang. Maka juga dalam proses menuju kebenaran, kecurangan mau tidak mau mesti diberi ruang. Tidak benar jika kebenaran bisa bermula dan mencapai titik akhir melulu dengan cara yang 'benar'.

Kebenaran adalah perkara mencampurkan antara adil dan batil dalam takaran yang pas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun