Jika kota besar ingin keluar dari "kutukan banjir tahunan", perlu strategi lebih luas daripada sekadar bongkar-tutup trotoar. Beberapa pendekatan berikut bisa menjadi pilihan:
Revitalisasi Ruang Terbuka Hijau
Menambah taman kota, jalur hijau, dan hutan kota agar air bisa terserap. Konsep "sponge city" yang diterapkan di Tiongkok bisa menjadi inspirasi.Pengendalian Sampah
Edukasi masyarakat, peningkatan fasilitas pengelolaan sampah, hingga penerapan denda bagi pembuang sampah sembarangan harus diperketat. Saluran yang bersih adalah kunci.-
Sistem Drainase Berbasis Alam
Menggunakan biopori, sumur resapan, dan taman resapan di pemukiman untuk memperlambat aliran air ke drainase utama. Pengendalian Tata Ruang
Menghentikan pembangunan di kawasan rawan banjir dan bantaran sungai. Penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang harus lebih tegas.Teknologi dan Infrastruktur Besar
Kanal banjir, bendungan, hingga sistem peringatan dini tetap penting, tetapi harus didukung kebijakan lingkungan yang berkelanjutan.
Apakah Membongkar Trotoar dan Gorong-Gorong Tidak Berguna?
Bukan berarti langkah membongkar trotoar dan gorong-gorong sia-sia. Itu tetap diperlukan sebagai bagian dari upaya perbaikan saluran air. Namun, jika hanya itu yang dilakukan tanpa mengatasi akar persoalan, banjir akan kembali lagi dengan pola yang sama.
Ibarat ember bocor, kita bisa menampung air lebih banyak dengan mengganti ember baru, tetapi selama kebocorannya tidak ditambal, air tetap akan tumpah keluar.
Penutup
Persoalan banjir di kota besar bukan sekadar masalah teknis memperlebar saluran. Ia adalah persoalan ekologi, tata ruang, kebijakan publik, dan perilaku masyarakat. Membongkar trotoar dan gorong-gorong hanyalah satu potongan kecil dari puzzle besar bernama "manajemen air perkotaan".