Sampah yang Menyumbat Saluran
Menurut Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, setiap hari warga menghasilkan 7.500 ton sampah. Sebagian besar berakhir ke sungai dan drainase, menyebabkan gorong-gorong tersumbat. Tidak peduli seberapa besar saluran dibangun, jika sampah tetap menumpuk, aliran air tetap terganggu.
Penurunan Tanah (Land Subsidence)
Studi ITB tahun 2022 menunjukkan, penurunan tanah di Jakarta mencapai 1--12 cm per tahun, terutama akibat eksploitasi air tanah. Akibatnya, banyak daerah kini berada di bawah permukaan laut, sehingga lebih rentan tergenang.
Perubahan Iklim
Intensitas hujan ekstrem meningkat. BMKG mencatat, curah hujan di beberapa kota besar pada Februari 2024 mencapai lebih dari 250 mm per hari, angka yang jauh melebihi kapasitas drainase kota.
Tata Kelola Sungai yang Buruk
Banyak sungai yang menyempit akibat permukiman liar di bantaran, ditambah minimnya normalisasi dan naturalisasi sungai.
Belajar dari Kota Lain: Bukan Sekadar Drainase
Kota-kota besar dunia yang berhasil mengurangi banjir tidak hanya mengandalkan proyek drainase. Mereka mengintegrasikan pendekatan ekologis, teknologi, dan kebijakan tata ruang.
Singapura mengembangkan konsep ABC Waters Programme, yaitu menjadikan sungai dan kanal sebagai bagian dari ruang publik yang hijau sekaligus resapan air.
Rotterdam, Belanda, membangun water plaza, ruang terbuka publik yang berfungsi ganda sebagai tempat penampungan air saat hujan deras.
Tokyo memiliki terowongan raksasa Metropolitan Area Outer Underground Discharge Channel (MAOUDC) sepanjang 6,3 km yang menampung air hujan berlebih sebelum dialirkan ke sungai.
Kuncinya bukan hanya memperlebar gorong-gorong, tapi menciptakan sistem manajemen air perkotaan yang holistik.
Solusi yang Lebih Komprehensif