Autentik dan kontekstual: Terkait dengan isu nyata dan kebutuhan masyarakat.
Menunjukkan kompetensi utama lulusan: Bukan sekadar meniru teori, tetapi mengaplikasikan.
Bisa diverifikasi dan dievaluasi: Harus ada ukuran keberhasilan yang objektif dan transparan.
Mendukung kesiapan kerja atau studi lanjut: Menjadi nilai tambah saat memasuki dunia kerja atau akademik.
Jadi, Perlu Dihapus?
Menghapus skripsi bukan soal membuang tanggung jawab, tapi soal transformasi pendidikan tinggi yang lebih relevan, aplikatif, dan manusiawi. Kita hidup di zaman di mana:
Perubahan teknologi begitu cepat
Dunia kerja lebih menghargai keterampilan dan portofolio
Kolaborasi lintas bidang menjadi kebutuhan
Dalam konteks ini, skripsi sebagai format tunggal menjadi terlalu kaku dan kadang tidak memberi ruang bagi kreativitas mahasiswa.
Penutup: Yang Dihapus Bukan Esensi, Tapi Bentuk Lama
Skripsi boleh dihapus, tapi kemampuan berpikir kritis, riset, komunikasi, dan problem solving tetap wajib dikuasai. Justru dengan opsi tugas akhir yang beragam, mahasiswa diberi kesempatan untuk berkembang berdasarkan kekuatan dan bidangnya masing-masing.
Pendidikan tinggi yang baik bukan yang seragam, tapi yang memberi ruang untuk keunikan mahasiswa berkembang secara otentik.
Kalau kamu mahasiswa atau dosen, bagaimana menurutmu? Apakah kamu siap menyambut sistem tugas akhir yang lebih fleksibel dan relevan?
#SalamLiterasi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI