Mohon tunggu...
Ardi
Ardi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru Swasta Mengabdi 12 Tahun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perlukah Membuat Kesepakatan Tertulis Dalam Berumahtangga?

8 Mei 2022   01:13 Diperbarui: 8 Mei 2022   01:22 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pexels/ Johnmark smith

Menikah itu menyatukan dua orang yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Keduanya sudah terpola oleh keluarga yang berbeda. Perbedaan inilah yang acap memercikkan api persinggungan. Anda inginnya begini, sementara dia inginnya begitu. Menyesuaikan pola hidup antara satu dengan lainnya tentu tidak mudah.

Pola itu telah terbentuk selama kurang lebih dua puluh tahun. Dan harus berubah dalam waktu singkat untuk mensejajarkannya dengan pola sang pasangan. Harus ada yang mengalah. Mungkin ini pilihan solusinya. Tapi jika dengan mengalah tidak menyampaikan masalah yang dialami, berarti mengalah bukan jalan keluar yang baik. Karena jika masalah tidak tersampaikan, bagaimana mau diselesaikan?

Sebuah soal harus dijelaskan, agar tahu mencari jawabannya. Lantas bagaimana baiknya mengutarakan ketidakcocokan itu pada pasangan? Cara paling gampang, ya ceplosin saja apa yang tidak sesuai itu. Tapi menjaga perasaan juga penting. Bagaimana jika dia tersinggung? Disinilah sebuah kesepatakan itu dibutuhkan.

Perjodohan. Perkenalan hanya sebatas biodata, dan melihat tampilannya sebentar saja. Jika kedua belah pihak setuju, maka aqad nikah-pun akan di tentukan waktunya.  

Kini mengenalnya bukan hanya saat ia berpenampilan rapi dan menarik saja. Melihatnya bukan hanya saat-saat tertentu saja. Tapi perkenalan itu dimulai sejak ia bangun tidur hingga tidur kembali. Bukan sehari dua hari, tapi seterusnya. Karakter masing-masing pun mulai terlihat.

Hal-hal kecil yang dianggap biasa, mungkin tidak begitu dia menganggapnya. Misalkan Anda khawatir jika masakan yang Anda buat itu asin, tapi sebenarnya ia malah penyuka masakan asin. Kesepatakan itu menyangkut apa yang Anda mau dan apa yang Anda tidak sukai. Begitu juga dengan pasangan Anda.

Begitulah pentingnya sebuah kesepatakan. Lantas, haruskah kesepakatan itu dibuat diatas kertas bermaterai? Jika kesepakatan itu dapat ditepati hanya dengan obrolan saja, kenapa harus membuatnya diatas kertas? Bukankah memberikan kepercayaan adalah salah satu penghargaan kepadanya? jika kepercayaan itu telah luntur, barulah membuatnya diatas kertas. Ini berarti sudah menjadi masalah yang serius.

Kesepakatan  diatas kertas  bisa  saja tidak akan terjadi bila saja saling mengetahui kedudukannya masing-masing. Agama telah mengatur bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi wanita. Juga mengajarkan bahwa istri harus taat kepada suami selama tidak melanggar perintah agama. Kendali dalam rumah tangga berada di tangan suami. Istri hanya tinggal mengikutinya saja.

Setinggi apapun jabatan sang istri dalam karirnya, tetap saja ia harus mengikuti apa kemauan suami. Sepintar apapun sang istri, tetap saja ia tidak boleh mengungguli sang pemimpin rumah tangga.

Jika langkah "membuat kesepakatan" harus ditempuh, jadikanlah ajaran agama sebagai poin nomor satu yang harus ada dalam kesepatakan itu.

Menikah adalah ibadah.  Setiap kegiatan di dalamnya membuahkan kebaikan. Dengan menikah, seseorang telah menyempurnakan separuh agamanya. Pernikahan adalah karunia terbesar yang harus disyukuri.

Semoga bermanfaat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun