Mohon tunggu...
ardhani prameswari
ardhani prameswari Mohon Tunggu... Guru - guru

seorang yang sangat menyukai photography

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kearifan Lokal dan Perekat Bangsa

19 Juli 2019   14:32 Diperbarui: 19 Juli 2019   14:32 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: the guardian

Kita semua tahu bahwa Indonesia adalah negara yang kaya dengan keragaman. Bahkan beberapa jurnalis asing menggambarkan kekayaan keragaraman budaya Indonesia sebagai hal yang bizarre (luar biasa). Hanya dengan keinginan kuat, keragaman itu bisa dipersatukan. Kita lihat di beberapa negara Timur tengah seperti Iran atau Mesir.

Di beberapa wilayah lain di dunia  keragaman juga merupakan hal yang masih sangat rentan. Kita tentu ingat film Hotel Rwanda yang dirilis sekitar tahun 2000-an dan beberapa kali menempati box office. Film itu menyodorkan konflik dua suku di negara Rwanda yaitu Hutu dan Tutsi yng terjadi tahun 1994.

Berawal dari Presiden Rwanda yang meninggal ditembak karena sebelumnya Presiden itu akan mengangkat menteri dari suku Tutsi dalam kabinet yang dibentuknya. Banyak pihak tak setuju karena sejak Rwanda dijajah oleh Belgia, suku Hutu adalah suku kecil tapi eksklusif yang diistimewakan. Banyak orang yang ingin kabinet mengikuti kebiasaan penjajah Belgia yaitu dari suku Hutu.

Pembunuhan presiden di atas pesawat itu membuat gelombang genosida (pembantaian) atas suku Tutsi. Suku Tutsi adalah suku besar di wilayah Rwanda tetapi selalu dinomorduakan di pemerintahan negara. Jumah penduduk Rwand hanya sekitar 7, juta jiwa dan sebagian besar adalah Tutsi. Genosida itu menewaskan sekitar 800 ribu orang suku Tutsi. Korban Tutsi itu sangat banyak dan digeletakkan begitu saja di jalan, sehingga mobil yang lewat sering harus melindasnya untuk dapat terus maju.

Hotel Rwanda menggambarkan pasangan Hutu- Tutsi dimana sang suami berasal dari Hutu dan menjabat sebagai manager di sebuah hotel. Hotel itu menjadi salah satu tempat berlindung kaum Tutsi yang melarikan diri dari kejaran suku Hutu. Film itu begitu sempurna mengambarkan drama pembantian etnis dan sampai sekarang masih diingat.

Dari gambaran di atas kita melihat bahwa tidak mudah  bagi Rwanda untuk mengharmonikan tiga suku dalam masyarakatnya (Hutu, Tutsi dan Twa). Pertentangan etnis di Rwanda sama sulitnya dengan pertentangan etnis di Armenia dan beberapa tempat di dunia.

Jika kita bandingkan dengan keragaman etnis di Indonesia, maka jumlahnya tak sebanding dengan Indonesia yang punya sekitar 714 suku /etnis, dengan lima suku asli Indonesia yaitu suku Jawa, suku Dani dan Kamoro di Papua, suku Nias dan suku Dayak. Indonesia juga punya sekitar 100 bahasa daerah yang tersebar di seluruh Nusantara.

Dari gambaran ini kita bisa meihat bahwa Indonesia memang sangat luarbiasa karena dapat mengharmonisasikan perbedaan yang begitu banyak dan besar. Belum termasuk dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat sulit, pulau, laut, gunung dan savanna yang menjadi tantangan tersendiri.

Kemampuan untuk mengharmonisasikan  perbedaan ini adalah kekayaan tak ternilai sebagai bangsa. Masing-masing etnis punya sifat yang dapat menaan egonya agar bisa bersinergi dengan etnis lainnya. Kita bisa lihat semisal di pulau Jawa terdapat etnis Jawa, Madura dan Sunda sebagai etnis menghuni pulau. Mereka bisa beradaptasi antar mereka dan para pendatang semisal etnis Ambon, Batak, Aceh, Dayak, Makassar dsb. Antar mereka mungkin ada konflik, tapi bereka mampu bertoleransi. Kearifan lokal etnis-etnis di nusantara itu mampu menyelesaikan banyak hal diantara mereka. Suku Jawa dan Madura misalnya. Mereka mampu berdampingan meski sifat mereka banyak bertentangan.

Karena itu sebenarnya, perbedaan etnis dan perbedaan lainnya bisa dijadikan sesuatu yang berharga untuk harmoni sebagai bangsa. Bisa kuat melekat melawan pemecah belah bangsa, diantaranya radikalisme. Kearifan lokal masing-masing etnis perlu tetap dipupuk dalam koridor persatuan Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun