Mohon tunggu...
Aris Dany Setyawan
Aris Dany Setyawan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Malang

Malang,2 April 2003, Pecintas Sastra I Author Kesejarahan I Pengamat Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Malem Pitulas, Akulturasi Antara Nilai Tradisional, Religius, dan Nasionalisme

16 Agustus 2020   17:18 Diperbarui: 16 Agustus 2020   17:33 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika doa telah usai, menandakan bahwa  rangkain acara berakhir dan dilanjutkan dengan makan bersama. Makanannya sendiri berupa lauk pauk yang khas dalam acara hajatan seperti ; nasi kuning, mie, kering tempe, ayam goreng dan masih banyak lagi.

Selain nasi dan perangkat lauk juga ada jajanan khas yang harus ada dalam tradisi tahunan ini yakni apem. Apem sendiri di kalangan orang jawa khusunya mereka yang menganut paham nahdliyin difilosofikan sebagai jajanan khas yang melambangkan permohonan maaf kepada Allah swt atas kesalahan orang yang didoakan. Seperti halnya pada konteks tradisi ini berarti Merujuk pada para pahlawan. Makanan ini dimakan bersama-sama atau bisa saja hanya ditukarkan kemudian dibawa pulang lagi kerumah masing-masing.

Memang, dimasa seperti ini tradisi Malem Pitulas dan sejenisnya sudah mulai langka untuk ditemui karena sudah tergantikan dengan perayaan yang lebih modern. Kendati demikian, tradisi sakral yang satu ini eksistensinya tidak boleh ditinggalkan. Apalagi nila- nilai filosofi yang terkandung didalamnya sangatlah dalam dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah jabaran nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Malem Pitulas.

Pertama adalah nilai tradisional. Hal yang sangat nampak dari sisi tradisional tradisi ini adalah bentuknya yang menyerupai dengan acara Megengan dan Bersih Desa di mana tradisi seperti ini memiliki nilai- nilai keluhuran yang tentu sudah menjadi warisan turun-temurun para pendahulu kita.

Selain itu, sisi tradisional juga bisa dilihat dari keguyupan masyarakat yang sudah menjadi kebiasan para warga di desa yang notabene masih memegang nilai-nilai tradisional.

Nilai yang selanjutnya yakni nilai religius. Nilai religus atau keagamaan dalam tradisi yang diadakan satu kali untuk setiap tahunya ini berupa doa. Dengan adanya doa secara tidak langsung menggambarkan rasa syukur dan tawadhu` kepada Allah.

Meski hidup dalam lingkaran tradisional tak menyurutkan niatan untuk meyakini bahwa ada sebuah dzat yang mengatur roda kehidupan. Dan juga merupakan bentuk keberalihan kepercayaan mereka kepada hal-hal yang berbau tahayul menuju ke kepercayaan yang haq.

Nasionalisme juga menjadi salah satu nilai yang terkandung dalam tradisi yang bertujuan untuk mengenang kemerdekaan ini. Nilai nasionalisme tercermin dari adanya rasa bangga menjadi warga negara Indonesia dan juga rasa empati kepada jasa para pahlawan.

Memang, jika dilihat secara kasat mata tradisi ini hanya sekedar hajatan semata. Namun, jika ditelusuri makan muncul butir-butir rasa cinta tanah air walau nasionalisme itu tidak bisa diukur.

Nilai-nilai dari segala tradisi memang sudah tidak diragukan lagi keberadaanya. Nilai tersebut mengajarkan kita bahwa hidup ini perlu tuntunan dan juga tauladan. Dan hal terpenting sebagai pesan adalah jaga dan lestarikan tradisi semacam ini seperti kau jaga negeri tecinta ini agar kelak anak cucu kita bisa merasakan nilai-nilai filosofi untuk kehidupannya!

Merdeka! Merdeka! Merdeka!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun