Mohon tunggu...
Abah Iqbal
Abah Iqbal Mohon Tunggu... -

Lahir di Jakarta, tepat tatkala mentari berkalang rembulan. Bergelar Abah bukan karena ahli agama atau orang alim, melainkan menjadi doa agar segera berkeluarga. Pakai Peci karena atribut nasional. Berkalung sorban bukan karena perempuan, melainkan takut masuk angin. Hanya seorang sontoloyo (mencari kewarasan dalam kesintingan). Menulis dalam rangka menenangkan "the beast" di dalam "suksma", "menggugah", sekaligus mengingatkan diri sendiri. Terkadang butuh dihina agar dapat selalu ingat dan waspada untuk merendahkan hati kepada sesama dan merendahkan diri kepada Yang Maha..

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Pendusta Pelangi

13 November 2009   03:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:21 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Prattt!!! Segumpal kotoran dilemparkan seseorang dari atas sepeda motor yang berlari kencang. Melumuri muka seorang remaja bercelana "ngatung" di atas mata kaki, berjenggot kambing dan berdahi hitam. Bola mata di sela-sela lumuran kotoran itu nyalang, menyorotkan sinar kebencian yang menyangat. Eksekutif muda berjas berdasi di lokasi kejadian hanya melirik hina sambil menjebikan bibir, karena teringat masa-masa kelam kantor tempatnya bekerja akibat kejadian bom bunuh diri yang dilakukan sekelompok orang dengan ciri keseharian seperti remaja tersebut. Seorang perempuan muda cantik seksi berpaha mulus, menjauh perlahan, jijik dengan orang berdandan seperti itu, apalagi ditambah lumuran kotoran di mukanya. Padahal, celana mengatung dan jenggot kambing itu hanyalah suatu persyaratan hasil pemahaman kelompok tersebut terhadap "jalan" yang mereka anut. Tidak jauh berbeda dengan keharusan berjas dan berdasi yang dikeluarkan oleh kantor tempat eksekutif muda itu bekerja, yang berkiblat pada meneer-meneer berambut pirang di "jalan" antah berantah yang bernama Wall Street. Hampir sama dengan keharusan perempuan muda cantik seksi berpaha mulus itu memakai rok mini oleh bosnya, seorang cukong berjidat licin yang butuh melihat paha-paha mulus untuk melepaskan ketegangan sesaat disela perjibakuan menimbun kertas-kertas berangka. Sesungguhnya, perbedaan-perbedaan bentuk dan warna adalah suatu keindahan tersendiri bagi yang menyadarinya. Itulah mengapa pelangi terlihat indah. Ia terdiri dari 7 warna yang sama-sama indah, sulit dikatakan mana yang lebih indah di antara warna-warna tersebut. Namun yang perlu direnungkan, ia berasal dari cahaya dan kan kembali menjadi cahaya nan terang benderang. Bila si celana mengatung yang berjenggot kambing sudah membuat kerusakan di muka bumi ini karena percaya bentuk dan warnanya yang paling indah, barulah kita boleh menggugahnya. Sama saja dengan saat kita menggugah si eksekutif muda berjas berdasi saat semena-mena terhadap buruh kasar di kantornya, karena merasa derajatnya lebih tinggi daripada si buruh yang berbaju lusuh bau apek. Tidak berbeda pula saat kita menggugah perempuan muda cantik seksi berpaha mulus, saat si seksi mulai menggoda menjajakan paha mulusnya kepada pria-pria tajir beristri demi segepok kertas-kertas berangka untuk membayar cicilan apartemen di bilangan segitiga emas sana. Apa yang kita gugah? Bukan bentuk dan warna mereka, namun perbuatan angkara mereka. Bagaimana kita menggugahnya? Hampiri mereka dengan kasih. Semaikan di kalbu mereka hikayat 7 warna pelangi. Tiada yang paling indah dari warna-warna tersebut. Semuanya indah. Baik si baju gamis maupun si baju ketat, si cantik maupun si buruk rupa, si kaya maupun si miskin, si penganut agama A maupun agama B, si penguasa maupun si rakyat, mereka semua adalah bentuk dan warna-warni yang membuat dunia ini indah, yang berasal dari cahaya terang benderang dan akan kembali menjadi cahaya... Kalaulah perbuatan angkara mereka kita balas dengan kebencian dan keangkaraan pula, maka teriknya mentari kan semakin terik. Mengangkat seluruh air di muka bumi ke lautan udara, menjadi awan. Lalu menjatuhkan jutaan ton air tersebut, tidak setetes demi setetes, namun sekaligus meluluhlantakkan persada. Menghapus keangkaramurkaan di muka bumi, meninggalkan manusia-manusia penuh kasih di puncak-puncak pegunungan, seperti dikisahkan dalam riwayat seseorang yang kita kenal dengan nama Nabi Nuh. Semesta punya cara sendiri dalam menyeimbangkan diri-Nya... Sujudlah!!! Sementara itu, kembali ke lokasi kejadian celana mengatung jenggot kambing berlumuran kotoran. Seorang gila dekat tempat itu, yang kesukaannya memandangi pelangi saat hujan reda, langsung saja berlari menghampiri remaja tersebut. Ia melepas baju satu-satunya dan membasuh muka berlumuran kotoran itu, karena ia hanya tahu bahwa tempat kotoran seharusnya bukanlah di muka. Lalu ia mengajak remaja itu tertawa-tawa, karena ia hanya tahu bahwa seseorang yang dipenuhi hawa amarah perlu tertawa sehingga ceria kembali. Tak lama kemudian, mereka berdua tertawa gembira dan berjalan bergandengan tangan. Samar-samar, terlihat cahaya terang benderang menyelimuti tubuh mereka yang bau kotoran dan bau bacin. Pratt!!! Pratt!!! Gumpalan kotoran hinggap di muka eksekutif muda dan perempuan muda cantik seksi berpaha mulus. Dilempar oleh anak-anak jalanan yang sebelumnya mereka hardik saat meminta-minta uang untuk menyambung hidup. Tak lama kemudian, orang gila lainnya berlari menghampiri eksekutif muda tersebut, sambil melepas celana dalam satu-satunya, untuk membasuh muka berlumuran kotoran tersebut. Saya yang kebetulan baru saja tiba di lokasi kejadian, ikut berlari, namun menghampiri perempuan muda cantik seksi berpaha mulus itu. Hampir saja saya ikut-ikutan melepaskan celana seperti orang gila itu, kalau saja tidak teringat bahwa saya sedang di tempat keramaian..ha..ha..ha.. Hey, jangan protes donk ahh.. Sah-sah saja bukan, bila saya memilih bentuk dan warna menurut selera, selama saya selalu berusaha merendahkan hati bahwa bentuk dan warna saya, pun pilihan saya, tidaklah lebih indah dari bentuk dan warna makhluk lainnya :) Semoga cahaya terang benderang selalu menyelimuti kita semua. Amiin... Catatan teramat penting: Tulisan ini dibuat pada saat saya masih single tulen, jadi masih sah sekali untuk memburu dan memanah bidadari ;)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun