Mohon tunggu...
Arbit Manika
Arbit Manika Mohon Tunggu... Administrasi - Aktivis Desa dan Pro Demokrasi

Aktivis Desa dan Pro Demokrasi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Konflik Agraria dan Rekognisi Desa, PR Jokowi yang Terlupakan

30 Agustus 2019   19:36 Diperbarui: 3 September 2019   14:36 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Photo : Kades Bay Jaya Paser

Salah satu materi debat Capres pada Pemilu 2019 yang menarik dan ramai di perbincangkan, baik di media sosial maupun di ruang publik yang lain adalah soal penguasaan lahan melalui skema HGU, yang salah satunya dimiliki oleh Prabowo, dengan luas yang pantastik.

Distribusi alokasi sumber-sumber agraria nasional, utamanya tanah, di era pemerintahan Soeharto dan pasca reformasi, belum menghadirkan rasa keadilan bagi mayoritas penduduk bangsa ini, khususnya petani, nelayan dan masyarakat adat.

Proses pemiskinan rakyat dengan dalih investasi dan perekonomian bangsa, menjadi pemandangan yang kerap kali kita temukan di negri ini. Kekeliruan masa lalu atas kebijakan pemerintah, yang secara sistematis melakukan penyingkiran dan penggusuran rakyat di atas tanah yang telah dikelolah secara turun temurun adalah realitas yang menyayat hati, yang sampai saat ini belum banyak ditemukan penyelesaiannya.

Tingginya angka konflik agraria menandakan ada yang keliru atas pemberian izin-izin konsesi skala besar kepada perusahan-perusahaan negara maupun  swasta. Konsesi tersebut tidak jarang menyisir lahan-lahan garapan masyarakat, ladang, pemukiman, hingga desa-desa yang telah berstatus definitive mejadi tidak jelas hak hak asal usulnya.

Salah satu contoh di Desa Langgai dan Desa Bay Jaya Kabupaten Paser Kaltim, sejengkal tanah pun tak tersisah menjadi areal konsesi HGU PT Prediksi pada dua desa tersebut. Pada hal komunitas masyarakat Suku Dayak Paser di Langgai yang sejak tahun 1970 membentuk diri menjadi sebuah desa, bahkan sebelum ada republik ini, komunitas ini sudah ada dalam kawasan yang telah dikuasai oleh PT Prediksi saat ini.  

Dalam pandangan Komas HAM "Konflik agraria bukanlah persoalan sengketa tanah biasa, melainkan situasi yang bersifat "extra ordinary", bisa merupakan warisan masa lalu yang secara sistematis melakukan penyingkiran dan penggusuran rakyat saat ini". karena itu  tujuan pokok reforma agraria adalah menyelesaikan konflik agraria yang kronis.

Mentri Agraria dan Kepala BPN Sofyan A Djalil  beberapa kali menegaskan "inti prinsipnya adalah kalau desa lama dalam konsesi HGU, kawasan hutan harus di lepaskan karena memang desa itu harusnya di situ, kan HGU datang belakangan atau konsesi datang belakangan".   

Pada kesempatan lain Sofyan Djalil  kembali menegaskan "Misalnya kampung Anda sudah ada di sana, sudah turun temurun, tiba-tiba kemudian ada HGU dan kampung Anda masuk ke situ. Nah, kita keluarkan dari HGU dan kembalikan kepada masyarakat," kata Sofyan.

Sikap mentri Agraria dan Kepala BPN sedikit menyejukkan hati rakyat, walau realisasinya tidak menggembirakan,  namun sikap itu memberi gambaran pada publik, bahwa pemberian izin konsesi HGU pada pihak swsta atau perusahaan milik negara, kerap kali keluar dari nalar sehat sebagai pejabat publik, yang mestinya melindungan hak hak rakyatnya.

Dalam catatan KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria),  1 dekade pemerintahan SBY dan 4 tahun pemerintahan Jokowi, konflik agraria di wilayah perkebunan hampir selalu menempati posisi pertama. Periode 2015 -- 2018,  sedikitnya telah terjadi 1771 letusan konflik agraria di Indonesia. Sebanyak 642 letusan konflik terjadi di sektor perkebunan yang melibatkan HGU-HGU perusahaan negara dan swasta.

Pada konteks lain, Kementrian desa dan Kementrian Dalam Negeri yang diberi mandat oleh Presiden Jokowi, melalui Pepres nomor 11 dan 12 tahun 2015 untuk mengurus desa, tapi nyaris tak menyentuh wilayah konflik agraria, pada hal, umumnya di daerah yang berkonflik dengan Perusahaan pemilik HGU, adalah masyarakat desa, bahkan beberapa desa semua wilayah desanya telah di kuasai oleh Perusahaan pemilik izin HGU seperti di desa Langgai dan Desa Bay Jaya kabupaten Paser.

Dalam Undang Undang No 6 Tahun 2014 sebagai payung hukum Desa, salah satu inti dan substansinya  ada pada azas "rekognisi"  yaitu pengakuan negara atas hak asal usul desa, baik sebelum dan setelah adanya NKRI. Karena itu kewenangan asal usul desa yang diakui negara terkait pengelolaan aset meliputi, pengelolaan sumber daya alam, tanah ulayat, tanah kas Desa yang ada  dalam wilayah yuridiksi Desa.

Pada kònteks inilah, maka mendampingi desa, bukan hanya soal bagaimana desa menerima dan mengelolah Dana Desa, namun jauh lebih strategis  adalah memastikan azas rekognisi dan azas subsidiaritas, sebagai salah satu inti dan utama dari Undang Undang desa, agar dapat di jalankan dan di taati oleh semua pihak, sehingga hak hak masyarakat desa untuk maju. mandiri dan sejehtera dapat diwujudkan.   

Tahun lalu Pemerintah mengeluarkan Perpres Reforma Agraria No. 86 tahun 2018 dan Inpres Moratorium Sawit di sektor perkebunan. Artinya, telah terdapat kemauan politik presiden mengenai reforma agraria. Bahkan sejak 2016 telah terbentuk Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA), dan telah menerima 666 laporan kasus konflik agraria, seluas 1.457.084 hektare, dan sedikitnya 176.132 kepala keluarga terdampak.

Tapi lagi lagi daya dorong penyelesaian konflik agraria dibanyak tempat, terkesan lambat dan terlupakan, bahkan yang terdata di Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA)  dan KPA, adalah masalah yang muncul kepermukaan, tapi berapa ribu desa yang tidak sempat melaporkan masalahnya seperti yang dihadapi oleh desa Langgai dan Desa Bay Jaya.  

Karena itu Kementrian Desa dan Kementrian Dalam Negeri yang menggawangi urusan desa, selayaknya ambil peran, minimal identifikasi dan Investigasi desa desa dalam kawasan konsesi HGU, agar pemetaan terhadap masalah agraria pada masyarakat desa lebih komprehensif dan tentu diharapkan semua kementrian terkait, sebaiknya duduk bersama dan mempercepat penyelesaian konflik agraria di desa desa.

Penulis Arbit Manika

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun