Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Museum Pos Indonesia: Mesin Waktu dalam Gedung Heritage Berusia Seabad Lebih

29 September 2025   19:45 Diperbarui: 30 September 2025   16:09 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompasianer Bandung berfoto dengan Heri Nugrahanto (Dokumentasi Pribadi)

Dari area perkantoran di lantai atas, kami turun melewati sebuah tangga melingkar yang cantik. Mirip seperti yang ada di poster film "Sore" yang sempat booming beberapa waktu lalu. Di dekat tangga, terpajang motor oranye Pak Pos yang ikonik.

Kelebatan memori masa lalu spontan berlarian dalam kepala. Melemparkan saya ke masa kanak-kanak, saat masih rajin berkirim surat dengan sahabat pena. Aroma kertas, suara jantung yang berdegup setiap kali menanti balasan datang, juga suara khas Pak Pos yang berseru dari balik pagar... Ah, belum apa-apa, mata saya sudah berkaca dibuatnya

Tangga kayu lingkar dan motor ikonik Pak Pos (Dokumentasi Pribadi)
Tangga kayu lingkar dan motor ikonik Pak Pos (Dokumentasi Pribadi)

Namun perasaan haru itu tak berlangsung lama. Begitu memasuki bagian dalam museum, tepatnya di area display, rasa itu berubah jadi takjub luar biasa.

Oh iya, pengunjung tidak perlu membayar sama sekali untuk masuk Museum Pos Indonesia, cukup dengan mengisi buku tamu di pintu masuk. Dari segi tata letak, Museum ini sebetulnya tidak terlalu istimewa. Seperti museum pada umumnya yang penuh dengan "benda pajangan". Part paling menarik tentu saja koleksi-koleksinya yang berharga.

Pak Zamzam, kurator Museum Pos Indonesia menunjukkan Surat Emas (Dokumentasi Pribadi)
Pak Zamzam, kurator Museum Pos Indonesia menunjukkan Surat Emas (Dokumentasi Pribadi)

Ruangan pertama yang kami datangi adalah tempat Koleksi Surat Emas dari masa silam. Tentu saja ini bukan tipikal surat seperti yang bisa ditemui di era modern. Koleksi surat emas di Museum Pos Indonesia merupakan sebuah catatan sejarah komunikasi dan hubungan raja-raja nusantara dengan para jenderal Belanda. Frasa "Surat Emas" tidak hanya merujuk pada berharganya ratusan koleksi surat asli jejak literasi masa lampau tersebut, namun juga bermakna harafiah.

"Beberapa lembar surat tertulis dengan tinta emas dan malah ada yang ditulis di atas lempengan emas seperti ini," kata Zamzam menunjuk lembaran surat yang terkurung apik dalam bingkai kaca.

Ruangan selanjutnya berada di era yang agak lebih modern di mana era kantor pos mulai eksis. Di bagian tengah ruangan ada display timbangan surat dan paket, sementara dindingnya tertutup lemari kaca yang memamerkan seragam petugas pos dari masa ke masa. Termasuk yang dipakai oleh petugas pas di era pendudukan Jepang.

Koleksi prangko dari berbagai negara (Dokumentasi Pribadi)
Koleksi prangko dari berbagai negara (Dokumentasi Pribadi)

Bagian lain museum memamerkan koleksi ribuan prangko yang tersusun apik dalam bingkai-bingkai kayu. Terdiri dari koleksi berbagai negara juga tahun terbit dan beredarnya, termasuk sejumlah koleksi prangko edisi khusus dalam negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun