Mohon tunggu...
Arai Amelya
Arai Amelya Mohon Tunggu... Freelancer - heyarai.com

Mantan penyiar radio, jurnalis, editor dan writer situs entertainment. Sekarang sebagai freelance content/copy writer dan blogger. Penyuka solo travelling, kucing dan nasi goreng

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Hiburan Sahur di Lorong Sekolah yang Berujung Penampakan

7 April 2023   18:11 Diperbarui: 7 April 2023   18:14 1042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: Jorge Rojas/UNSPLASH

Oke, judul di atas memang terlalu tampak clickbait. Aku tak menampiknya. Tapi kuharap kalian tidak akan terlalu kecewa karena apa yang kuceritakan ini mungkin tak semua akan mempercayainya. Bahkan kalau aku disuruh mengingat lagi, masih ada bagian dalam diriku yang tidak percaya, apa itu benar-benar terjadi atau tidak.

Kalau begitu mari kuajak kalian kembali ke memoriku saat duduk di bangku SMA.

Seperti kebanyakan anak SMA, aku menjadi anggota OSIS pada kelas XI dan XII awal. Sebetulnya aku tak pernah tertarik mengikuti organisasi, hanya saja karena di kelas XI aku menjadi panitia untuk pentas seni sekolah, ketua panitia yang adalah teman sekelasku dan anggota OSIS mengajakku (sedikit memaksa) untuk jadi anggota OSIS di sekbid 8 kebudayaan. Kebetulan juga aku adalah anggota teater dan pembuat film untuk pentas seni sekolah, aku terima permintaannya.

Long story short, aku menjadi anggota OSIS dan kemudian saat kelas XII, kami yang merupakan senior di SMA harus menerima anggota baru OSIS yang merupakan adik-adik dari kelas X dan XI sebagai pengganti karena kami harus mempersiapkan diri untuk ujian akhir. Kalian tentu tahu bahwa OSIS masih menjadi organisasi yang terkena pengaruh plonco, sehingga kami melanjutkan tradisi itu.

Tidak, ini bukan plonco yang saling baku hantam seperti IPDN.

Kami hanya melakukan tradisi jerit malam.

Dari nama kegiatannya, kalian tentu bisa menebak kalau ini adalah sebuah acara menakut-nakuti calon anggota OSIS baru. Sebagai senior, momen ini tentu sangat menyenangkan karena bisa balas dendam membuat adik-adik tingkat itu ketakutan dan berteriak. Intinya ini adalah momen hiburan yang paling dinanti oleh senior OSIS sebelum lengser dari keanggotaan.

Setelah memperoleh izin dari guru pembina dan Kepala Sekolah, kami merancang kegiatan penerimaan anggota baru OSIS itu yang kebetulan bertepatan dengan bulan suci Ramadan. Termasuk kegiatan jerit malam yang akan digelar di seluruh sudut sekolah usai tarawih dan tidur sejenak, sekitar pukul 00.00-02.00. Ya, malam penerimaan anggota baru ini akan berlangsung di gedung sekolah kami yang begitu luas, hanya saja seluruh lampu wajib dipadamkan.

"Kan katanya Ramadan itu setan dikurung semua, jadi kecil kemungkinan kita bakal ketemu pocong betulan. Kita bisa bebas menakut-nakuti anak baru, hiburan banget nih jelang sahur!"

Aku masih ingat betul kalimat salah satu temanku itu. Kalimat yang saat aku mendengar di ruang OSIS belasan tahun lalu terdengar sangat lucu, tapi kalau kuingat lagi rasanya aku ingin menyumpal mulutnya dengan kertas.

Awalnya aku sangat antusias untuk ikutan jerit malam ini, karena aku bertugas di pos satu yang dekat mushola. Ya seperti yang kalian tahu, aku adalah orang yang penakut sehingga temanku yang Ketua OSIS menempatkanku di tempat yang tidak terlalu menyeramkan. Karena saat itu kami dipasang-pasangkan dan setiap pasangan wajib menjaga pos yang sudah ditentukan.

Sial bagiku, temanku di pos lorong atas kelas X mendadak meminta ganti posisi.

Entah hipnotis jenis apa, aku pun mengiyakan bertukar posisi dan akhirnya menjaga pos di lorong atas, dekat dengan ruang komputer. Sempat khawatir, tapi saat aku mengenal pasanganku adalah anak kelas XII bahasa yang berasal dari sekbid 1 keimanan dan kebetulan berhijab, aku jadi tenang.

"Eh tahu nggak, katanya lorong depan kelas X5 itu pernah ada penampakan. Aku diceritain sama temenku,"

Wajahku langsung masam saat mendengarnya berbincang dengan santainya.

foto: Andy Henderson/UNSPLASH
foto: Andy Henderson/UNSPLASH

Kami berdua duduk di lantai hanya beberapa meter dari ruang komputer. Di depan kami adalah lorong kelas X yang terdiri dari lima ruang kelas, satu ruang kamar mandi di bagian tengah dan tangga menuju lantai bawah di bagian ujung. Pos ini sebetulnya adalah pos terakhir sebelum garis finish di ruang OSIS yang bahkan dari tempatku berada bisa terlihat. Hanya saja lorong yang ada di depanku memang begitu gelap dan sudah banyak cerita tidak menyenangkan yang kudengar sejak kelas X.

Meskipun angin dingin berhembus, kegiatan jerit malam itu berlalu dengan lancar. Sayup-sayup aku mendengar suara teriakan di pos lain, sudah pasti teman-temanku yang kebagian menakut-nakuti menganggap teriakan itu sangat memuaskan. Di pos sembilan tempatku berjaga ini memang tidak ada hantu palsu karena kami cuma kebagian mengecek kondisi mereka. Karena memang lorong kelas X ini lumayan panjang dan sangat sepi, sehingga menurutku justru tingkat horornya paling tinggi.

Hingga akhirnya saat aku melihat jam menunjukkan pukul 01.50, kami sudah mengecek kondisi grup 10, grup terakhir yang empat anggotanya tampak pucat pasi semua.

"Kak, serius dari tadi di sini nggak ngerasa apa-apa? Kita waktu lewat kamar mandi tadi merinding semua. Tadi kita teriak, kan? Pintunya kebuka sendiri," 

Anak kelas X itu berkata dengan tangan begitu gemetar dan anggukan cemas bersama rekan-rekannya. Langsung membuatku ingin mencubit mulutnya.

Ingin rasanya aku ikut turun dengan grup terakhir itu tapi karena menjadi panitia, aku dan temanku harus membereskan tikar lipat dan peralatan makan serta minum kami sebelum turun dan bergabung dengan pos terakhir.

Dan saat itulah, terjadi.

Seperti adegan-adegan dalam film horor, aku sedang membereskan barang membelakangi lorong lalu kemudian temanku menatap ujung lorong dengan tatapan horor. Tangannya terangkat menunjuk sesuatu di belakangku, tapi tampak kaku. Aku tahu ada sesuatu yang tidak beres terjadi, apalagi bulu kuduk langsung merinding.

"Putih, itu putih. Itu, tinggi. Itu ke sini,"

Benar-benar mirip adegan film hantu, mendadak pintu ruangan kelas yang paling dekat dan seharusnya terkunci terbuka begitu saja dan kemudian terbanting tertutup sangat kasar. Aku tak berani melihat apa yang sebetulnya ada di belakangku, tapi aku langsung berlari meninggalkan segalanya. Menuruni tiga anak tangga sekaligus dan menerobos rombongan grup 10 di halaman sekolah yang berjalan menuju ruang OSIS.

Yang kutahu suara teriakan temanku terdengar begitu panjang dan aku baru sadar aku meninggalkannya.

Aku hanya terus meminta maaf padanya saat kami menyantap sahur, 1,5 jam kemudian. Temanku yang kutinggalkan tadi sudah sejam yang lalu tersadar dari pingsannya. Wajahnya sudah kembali segar dan dia tidak kesal padaku, malah menertawakan bagaimana aku bisa melompati tiga hingga empat anak tangga sekaligus tanpa terpeleset.

"Sori deh sori, aku baru sadar kalau pocong lantai atas juga sering iseng. Tapi seru kan? Hiburan buat jelang sahur kalian. Bisa jadi kenang, ke,-"

Aku tak tahu apa kalimat yang hendak dilanjutkan temanku salah satu anggota OSIS itu. Karena aku sudah menyumpal mulutnya dengan buah pisang yang bahkan belum dikupas. Dalam hatiku aku masih belum memaafkannya hingga sekarang. 

Hiburan sahur, gundulmu itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun