Mohon tunggu...
Aradea Rofixs
Aradea Rofixs Mohon Tunggu... wiraswasta -

Aktifitas: wirasuasta : suka membaca. Suka berimajenasi. Penggiat sastra komunitas tangan bicara pekalongan. : wira usaha, suka seni. Kesenian, filsafat, puisi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi Tentang Rindu

27 Mei 2010   12:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:55 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1. SAJAK YANG RIMBUN DI TUBUHMU Selalu; ku kalikan daun-daun di tubuhmu, kepada ke__tidak tahuanku Dan pada tubuh sajak yang terlalu rimbun. Daun itu hidup, membentuk semak-semak. Rindang pada nyeri-nyeri yang di kalikan pilunya; kepada: dentang lonceng Tiga__puluh__enam tahun berlalu; masih, lorong itu berrupa batu. Seperti tiga puluh enam tahun yang lalu. Bersama arus ia melumut, entah; apa 'kan menjemput. Apakah menunggui daun kering yang hanyut? Jakarta.2010 2. KEPADA: SAJAK, DUA KATA YANG TERBANTAHKAN Dekap Aku, dengan dua kata, yang pernah Kau ucapkan pada batu. Yang tak sempat bertemu daun hanyut. Di arus sungai itu, Yang ku jaga, sepanjang usia. Dan dua, kata yang sejak kemarin masih serupa pintu. Tempat keluar masuk, semua suku kata. Tempat berhenti semua fokal dan konsonan. menjadi tempat Menghilang, juga Membunuh, mengaduh,keluh. Tempat bernaung, Mematung, dan teduh segala gaduh. "Letakkan aku, di tepat jedanya. Menepis setia, satu Sajak yang hidup. Merebah, merambah, dalam dua kata yang bata, terbantah, teraniaya" Dekap, aku . jakarta. 2010 3. SAJAK YANG SEHARUSNYA TAK KUTULIS "TENTANG RINDUKU PADANYA" Sajak itu serupa ular-ular, mematuk. Tentang rinduku; tentang sebuah huruf yang terserak. Yang lama tidur dalam bisa__nya!!, pepatukan yang menatto hatiku, kemarin. Ular-ular yang memberikan alamat: kemana rinduku mengalir. "Sebab bukan kemana-mana, kecuali hatiku yang membentuk laut sendirinya. Dengan ribuan sungai dan gunung yang memunculkan mata air sendirinya. 'rindunyapun sendiri' ternyata ular-ular itu ularku sendiri, yang mematuk resahku sendiri. Pada rindu yang tak seharusnya kamu baca " Kecuali membaca diri-sendiri Pada huruf yang kutidurkan dan "kaki", tentang sejuta langkah Langkah yang menuju PADAMU Dengan ular-ular yang lelah. Lelah yang tak seharusnya ku tela'ah jakarta.2010 4. KEPADA SEBUAH "MENGAPA" YANG MASIH TETAP SAJAKKU "Mengapa", masih. Mengapa yang selalu tetap mengapa? Kepada Nya: kutunjuk hatiku, dengan seiris luka. Luka yang menganga, mulutnya menggigit tanya?, di mengapa__nya? Tidur, dengan juntaian mimpi atau jaga, yang dijaga mimpi. Pula. "Mimpi", 'pun berani melukis. Melukis seperti tanya. Membentuk stalaktip di__dinding labirin Di: "kemengapaan" ku Tidur. dengan mimpi, atau jaga yang dijaga mimpi. Mengapa, masih. Mengapa yang selalu tetap mengapa. Sajakku, juga mengapa? Mimpiku, juga tanyaku yang tetap mengapa? Di serak__kan, 'pun, di juntai. Di bangunkan kembali. sejauh ketidak tahuanku. Yang tiada pernah berujung....... jakarta.2010

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun