Mohon tunggu...
Aqil Aziz
Aqil Aziz Mohon Tunggu... Administrasi - Suka makan buah

Mencintai dunia literasi. Penullis di blog : https://aqilnotes.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mesin

13 Juni 2018   05:56 Diperbarui: 13 Juni 2018   06:04 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"1 jam, Bos."

"Saya tidak mau tahu. Yang jelas nanti 1 jam lagi saya tiba di kantor. Mesin harus sudah hidup. Kerja di perusahaan harus bener. Kalau ada masalah langsung menjemput bola. Jangan mencari enaknya saja. Kalau mesin mati, berhenti bekerja. Itu namanya mencari enaknya saja, kamu yang untung saya yang rugi. Kerja itu powerfull. Mencari hidup dan menghidupi perusahaan. Ngerti!"

"Ngerti, Bos,"

Ceklek. Suara telpon ditutup. Petugas kantor itu tambah bingung. Saat ini belum ada solusi. Ia berusaha menerjemahkan pesan Bos. Saat hendak menjemput petugas teknisi di rumahnya. Seorang satpam perusahaan masuk, melaporkan mesin sudah bisa hidup lagi. Meski merasa senang, Petugas Kantor itu penasaran, dan langsung menuju ke ruang mesin. Ia melihat-lihat dan memeriksa seluruh komponen mesin secara sekilas. Tidak ada yang janggal, semua berjalan normal. Suara mesin stabil. Kecepatan putarnya juga tidak berkurang. Setelah dianggap baik. Ia tersenyum senang.

Petugas itu melanjutkan kembali pekerjaannya di kantor. Hanya dia seorang diri yang masuk pada hari itu. Praktis ia saja yang kena semprot. Belum 10 menit, mengetik laporan di komputer. Satpam perusahaan masuk, melaporkan mesin mati lagi. Cepat-cepat ia menuju mesin.

Petugas kantor mencoba mencet-mencet, tombol yang mungkin bisa menghidupkan. Berulang kali, tetap saja tidak bisa. Di dekat mesin, ia duduk dan mula mengeluh.

"Brengsek! Rupanya saja yang baru. Tapi kerjanya payah. Mesin Goblok!"

Tiba-tiba ada suara muncul. "Apa kau bilang?"

Petugas kantor itu kaget. Ia menoleh mencari sumber suara. Ia lihat seluruh ruangan, tidak ada yang lain, kecuali dirinya sendiri. Ia tak percaya ada yang menjawab keluhannya. Ia hanya melihat mesin berukuran jumbo itu dalam ruangan khusus. Dari pada beranggapan itu hantu, ia lebih memilih itu adalah ilusi saja. Kemudian menikmati dan melanjutkan percakapan.

"Mesin bento. Anggapan saya ternyata salah, tidak semua yang datangnya dari luar negeri. Bisa OK dan moncer. Dipakai sebentar saja sudah KO. Lebih baik mesin lama, meski terlihat kusam, kerjanya jos, bisa diajak ngotot terus. Ternyata hal baru,  tak selalu lebih baik dari yang lama."

Seperti bercakap-cakap sendiri. Ia juga mendapatkan respon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun