Di ruang dapur. Seorang ibu, didatangi anaknya yang masih perjaka.
"Ibu saya mau melamar anak gadis orang," kata anak mantab.
Sang ibu diam saja, memandang anaknya baik-baik.
"Dalam minggu ini, saya akan berangkat ke rumahnya, meminta pada ayahnya, saya siap merawat anaknya dengan baik," lanjut anak lagi.
Sang ibu tetap diam saja, sambil menghela nafas panjang. Melihat anak-nya yang masih seumur jagung, baru saja diwisuda sarjana satu.
"Apa kekuranganya?" tanya sang ibu.
"Kekurangannya?" jawab sang anak sambil mengernyitkan dahi. Ini Ibu, tidak tanya siapa namanya, tidak tanya anaknya siapa, cantik atau tidak, pendidikannya apa, keturunannya siapa, dari golongan kaya atau miskin. Kok malah tanya, apa kekurangannya.
"Kekurangannya? Bu," sang anak mengulang pertanyaannya. Memastikan apakah benar-benar itu yang dikatakan ibunya.
"Ya, kekurangannya?"
"Apa kekurangan calon istrimu, bagaimana perilakunya, apa saja yang jelek di matamu, sudahkah kamu mencari tahu, sudahkah kamu memastikan bahwa dia punya kekurangannya. Sudahkah kamu mencari informasi tentangnya.Cari tahu secepatnya. Sekarang kamu saya tanya. Coba sebutkan!" tanyak ibunya.
"Saya, saya tidak tahu, Bu" jawab anak sambil terbata. Tidak mengerti maksud ibunya. Bukankah selama ini, kita tidak boleh mencari-cari kesalahan orang lain, tidak boleh mencari kejelekan orang lain, tidak seperti biasa perintah ibu seperti ini, tidak seperti biasa tanya ibu seperti ini. Aneh. Tapi mengapa kali ini seakan berputar 180 derajat.