Mohon tunggu...
Anas Apriyadi
Anas Apriyadi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Hanya karyawan swasta yang suka baca. ~menulis menyehatkan jiwa~

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Liga Sepak Bola Satu Wilayah Tidak Tepat untuk Indonesia

1 Januari 2015   18:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:02 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Memasuki tahun 2015, musim baru untuk sepakbola Indonesia, setelah musim 2014 Liga Super Indonesia berlangsung dengan 2 wilayah sebagai imbas dualisme kompetisi yang digabungkan, musim ini Liga Super Indonesia direncanakan kembali bergulir Februari nanti dengan format satu wilayah. Ada klub yang gembira dengan kembalinya format satu wilayah seperti Arema dan Persib yang menganggap format ini akan memunculkan 'juara sejati', banyak pula yang was-was dengan format satu wilayah ini karena dana yang dibutuhkan untuk mengarungi kompetisi jelas akan membengkak.

Format liga dalam satu wilayah memang hal yang lazim digunakan hampir semua negara di dunia, hanya sedikit federasi yang konsisten memakai format dua wilayah, misalnya Major League Soccer (MLS) di Amerika Serikat. Saya pribadi lebih setuju liga Indonesia berformat dua wilayah, apa alasannya? mari kita diskusikan.

Luasnya geografis Indonesia jelas  menjadi pertimbangan utama. LSI ingin meniru format liga-liga utama di Eropa dengan 18-20 klub dalam satu wilayah, tapi mereka tidak memperhatikan bahwa luas Italia kurang lebih hanya seluas pulau Jawa, begitupun luas Inggris yang mungkin hanya se-pulau Kalimantan. Indonesia begitu luas, jarak Sabang-Merauke kurang lebih sama seperti London-Istanbul. Belum lagi klub-klub Indonesia tersebar dalam pulau-pulau yang berbeda, klub-klub Eropa  bermain di wilayah yang tidak luas dan hampir semua berada dalam satu mainland, sehingga away bisa lewat bus atau kereta, tidak perlu menyeberang lautan.

Indonesia memang salah satu negara yang wilayahnya terluas di dunia, kondisi ini harusnya membuat PT Liga berpikir ulang tidak sekedar mencontek format liga di luar namun tidak sesuai dengan kondisi negara kita. Sebagai pertimbangan kita bisa memperhatikan  format kompetisi negara-negara yang wilayahnya juga luas layaknya Indonesia ternyata tidak melulu mengikuti apa yang ada di Eropa Barat.

Amerika Serikat yang wilayahnya amat luas membagi liga utamanya (MLS) dalam 2 conference, West & East, tiap conference terbagi dalam 10 klub, hal ini dikarenakan persebaran klub di AS memang merata di barat dan timur, klub yang berlaga di MLS harus memenuhi persyaratan ketat sebagai klub profesional, karena tidak ada sistem promosi degradasi di MLS & liga level di bawahnya berdiri sendiri-sendiri, profesionalitas itulah yang dijadikan patokan klub bisa berlaga di level tertinggi MLS. Kanada yang wilayahnya lebih luas dari AS pun malah tidak punya liga utama tapi mendompleng ke AS dengan 3 klub Kanada ada di MLS, 2 di NASL (level 2 setelah MLS), liga semi profesional di Kanada (level 3 & kebawah) dibagi dalam liga wilayah.

Australia, liga utamanya (A-League) memang satu wilayah tapi hanya terdiri dari 10 klub, tidak ada promosi degradasi, namun lagi-lagi lisensi profesional sebagai sebuah klub benar-benar dijadikan patokan utama berlaga di level tertinggi, meski sedikit, hanya klub-klub  profesional yang bolah berlaga.

Ada pula negara dengan geografis luas tetapi tetap memakai sistem satu wilayah dan banyak klub, misalnya China Super League yang memiliki 16 klub, namun perlu diperhatikan 16 klub terebut hanya bergerombol di wilayah timur China, tidak yang berada di wilayah minoritas dan jauh seperti di Mongolia Dalam, Tibet, atau Xinjiang, sehingga jangkauannya lebih dekat. Begitu pula di Rusia, meski liga utamanya terdiri dari 16 klub, Rusia yang wilayahnya terluas di dunia terbagi dalam 2 benua, Eropa di barat pegunungan Ural dan Asia (Siberia) di timur Ural. Lokasi klub-klub di Rusia bergerombol di wilayah Rusia Eropa yang tidak terlalu luas, bandingan dengan wilayah Rusia Siberia yang sangat luas, hanya ada 1-2 klub yang berada di timur Ural, itupun letaknya masih dekat dengan Ural, bukan di wilayah Siberia yang berdekatan dengan China atau Korea. Sehingga kasusnya seperti China tadi jaraknya masih relatif terjangkau.

Imbas luasnya geografis Indonesia yang harus dijelajahi klub-klub ISL dengan format satu wilayah jelas keuangan lah yang jadi masalah utama. Dalam setiap gelaran ISL, akomodasi dan transportasi akan selalu jadi pos pengeluaran terbesar klub. Dengan kondisi geografis Indonesia, mau tidak mau moda transportasi udara akan jadi kendaraan utama yang digunakan. Bisa dibayakngkan berapa dana yang harus digunakan untuk klub di Sumatra harus berkali-kali ke Papua dan sebaliknya. Bisa dibilang biaya transportasi klub di Indonesia lebih besar dari biaya transportasi yang dibutuhkan klub di Liga Inggris dalam berkompetisi. Sedangkan mayoritas klub Indonesia keungannya morat-marit masih jauh dari kata profesional di banding klub dari Liga Inggris, MLS, A-league, bahkan CSL.

Mungkin anda berpikir uang bukan hal yang penting dalam sepakbola, benar, namun dalam era sepakbola profesional, finansial sebuah klub adalah hal yang penting dan akan berimbas pada hampir semua aspek dalam sepakbola. Di Indonesia, besarnya dana yang dibutuhkan untuk mengarungi ISL, masih belum sebanding dengan besarnya ketertarikan sponsor dalam pembiayaan klub, ditambah lagi dengan rendahnya kemampuan manajemen di beberapa klub, keseimbangan finansial klub Indonesia memang mengkhawatirkan. Tak heran hampir tiap musim selalu saja ada klub yang gagal memenuhi gaji pemainnya, kesejahteraan pemain yang tidak terjamin bisa menimbulkan kondisi yang tidak prima dalam bermain, kita bisa lihat contohnya pada Persebaya musim lalu, pemain-pemain mahal dikumpulkan tapi karena mismanajemen, gaji pemain terlambat dibayarkan di bulan-bulan terakhir, bisa dilihat permainan mereka menurun di akhir musim.

Sebuah liga profesional memang diharuskan memnuhi syarat finansial yang sehat, maka klub bisa menjamin kesejahteraan pemainnya, dengan begitu pemain bisa fokus total menunjukkan permainannya di atas lapangan. Sebaliknya, Liga dimana klub-klubnya abai terhadap kesejahteraan pemain, gaji ditunggak, permainan pemainnya tidak maksimal, ditambah lagi ada klub yang krisis finansial di liga utama menggunakan pemain kelas bawah untuk menghemat biaya, yang ada jadi kompetisi asal jalan, pemain main seadanya tidak maksimal, imbasnya tim nasional juga tidak main maksimal, kurang lebih itu kondisi liga kita selama ini.

Tidak hanya selesai di biaya operasional tim, pengeluaran yang bisa diminimalkan dengan kompetisi dua wilayah juga dapat digunakan untuk memenuhi syarat profesional yang sangat penting dan selama ini diabaikan klub Indonesia, yaitu akademi untuk pembinaan usia muda. Mayoritas klub-klub ISL terlalu sibuk untuk survive menjalani satu musim saja tanpa memikirkan program jangka panjang pembinaan pemain dengan akademi sepakbola yang serius dan terstruktur, minimnya pembinaan usia muda yang benar ini yang juga membuat  Sepakbola Indonesia kian tertinggal dari Thailand, Malaysia, Vietnam, bahkan Myanmar yang serius membina usia muda dengan mewajibkan klub di liga teratasnya membangun akademi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun