Mohon tunggu...
Aprilia Safira
Aprilia Safira Mohon Tunggu... Lainnya - --

nn

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Hari Buruh, Perpres dan Kepentingan di Balik Aksi KSPI

30 April 2018   22:55 Diperbarui: 1 Mei 2018   10:02 2380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (voinews.id)

Kebijakan Presiden Jokowi yang mengesahkan Perpres No 20 baru - baru ini menjadi perdebatan di berbagai kalangan. Sejumlah pihak mengkhawatirkan penyederhanaan izin warga asing yang bekerja di Indonesia tersebut akan meningkatkan jumlah pengangguran di Indonesia. 

Penetapan perpres ini merupakan salah satu bentuk kebijakan presiden yang dinilai dapat mendatangkan investasi dari negara - negara asing. Beberapa kalangan menganggap pemerintah kini sedang mencari dana segar investasi dalam rangka mengejar target dan kejar tayang pembangunan infrastruktur jelang Pilpres 2019.

Mereka menilai Perpres ini akan mengorbankan tenaga kerja lokal yang tidak bisa terserap bekerja dalam lapangan kerja sehubungan dengan masuknya investasi. Apalagi jika masuknya investasi juga diikuti dengan masuknya buruh - buruh kasar dari Cina seperti yang dikhawatirkan oleh masyarakat.

Namun, kalau kita tinjau ulang, sebelum ada perpres ini pun buruh Cina sudah membanjiri Indonesia sejak dulu. Dimana hal ini melanggar UU 13/2013 dan UUD 1945. Ditambah dengan penetapan perpres yang dirasa mempermudah masuknya TKA, patut di khawatiri jumlah buruh kasar dari Cina akan berkali - kali lipat jumlahnya membanjiri Indonesia sehingga buruh lokal akan menjadi penonton di negerinya sendiri.

Mari kita ulas lagi Perpres tersebut, seperti kita lihat pada pasal 45 disebutkan pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing. Dalam perpres itu dinyatakan bahwa pemberi kerja TKA wajib mengutamakan tenaga kerja Indonesia di semua jabatan yang tersedia. 

Sementara jika dalam keahlian tersebut tidak bisa disediakan tenaga kerja Indonesia yang sesuai disediakan TKA. Jadi TKA boleh masuk dalam konteks alih keahlian, bukan untuk pekerja yang tidak ada ilmu atau non-skill. Hal tersebut beralasan karena banyaknya pekerja Indonesia yang tidak memiliki skill.

Menjelang Hari Buruh Internasional yang akan jatuh pada 1 Mei 2018 mendatang ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan  melakukan aksi demonstrasi besar - besaran. Mereka menganggap dengan ditetapkan Perpres tersebut maka Indonesia akan dibanjiri oleh tenaga asing. Padahal masih banyak tenaga kerja Indonesia sendiri yang menganggur. 

Dari pernyataan diatas dan narasi argumaen yang diajukan oleh kelompok buruh tersebut tampak ada beberapa kesalahpahaman yang dialami KSPI. Disamping itu juga ada kepentingan politis dari organisasi buruh tersebut dalam menanggapi peraturan yang baru saja diterbitkan pemerintah itu. Karena pada dasarnya dengan adanya Perpres TKA itu hanya merupakan bagian dari reformasi birokrasi untuk memudahkan proses perizinan, bukan usaha pemerintah membebaskan hilir mudik tenaga asing di Indonesia. 

Namun jika dilihat lagi perpres itu membuat prosedur dan mekanisme perizinan TKA menjadi lebih cepat dan efisien. Bisa dibilang menyederhanakan pengawasan birokrasi saat pendaftaran. Namun bukan berarti pengawasan keimigrasian diperlemah.

Pemerintah mengeluarkan Perpres itu untuk menarik investasi asing masuk ke Indonesia. Memang untuk kemajuan Indonesia pemerintah haruslah terbuka dengan negara luar, namun permerintah tetap harus memprioritaskan masyarakat Indonesia yang hingga saat ini dibanjiri oleh pengangguran. Yang kita butuhkan saat ini adalah penciptaan lapangan kerja sehingga didorong investasi dan industrialisasi yang diharapkan akan memperbanyak lapangan kerja tercipta. 

Dalam hal ini perlu adanya pemberantasan pekerja ilegal, karena kita memiliki banyak aturan yang mendorong masuknya wisatawan asing sehingga harus ada aturan agar tidak ada wisatawan tersebut menyalahgunakan izin wisata untuk bekerja. Harus ada langkah tegas dari pemerintah dan penegak hukum untuk mencegah agar tidak ada wisatawan yang menyalahgunakan izin tersebut di Indonesia. 

Saat ini pengawasan tenaga kerja asing yang berada di Indonesia terus diperketat agar tercipta situasi yang kondusif. Pemerintah melalui Tim Pengawasan Orang Asing (Pora) terus mengoptimalkan peran dan fungsinya dalam mengawasi TKA. Dengan demikian, isu adanya penambahan TKA dan Perpres hanyalah rekaan belaka. Organisasi buruh, seperti KSPI ini, kerap menggunakan isu seperti di atas untuk menaikkan daya tawar politiknya saja.

ditandatangainya perpres itu membuat isu yang kadung viral tersebut seolah dilegitimasi oleh Jokowi. Pemerintah harusnya menjelaskan kalau proses pembentukan itu atas dasar perintah undang - undang bukan atas kepentingan tertentu. Kesalahan pemerintah adalah meresmikan perpres tersebut diwaktu yang tidak tepat sehingga membuat gaduh dan polemik masyarakat, ditambah dengan banyaknya reaksi dari pihak oposisi yang memanfaatkan tahun politik kali ini.

Padahal melalui perpres itu berusaha memberikan kepastian terhadap perbaikan iklim investasi di Indonesia, tanpa menghilangkan syarat kualitatif dalam memberikan perizinan bagi TKA.

Tak bisa dipungkiri, memang, para elit organisasi buruh KSPI itu banyak yang menjadi broker politik. Mereka pada dasarnya bukanlah pejuang kesejahteraan buruh, namun gerombolan yang hidup dari uang buruh. Misalnya, di balik advokasi meningkatkan gaji buruh, sebenarnya terdapat kepentingan terselubung mereka. Dengan adanya kenaikan gaji, maka ada kenaikan jumlah nominal uang iuran dari anggotanya yang dipatok 1% dari upah bulanan.

Logikanya, semakin besar gaji buruh, maka semakin besar iurang 1% tersebut. Hal itu sangat rentan dimanfaatkab oleh para pimpinannya, apalagi tanpa diikuti transparansi dan akuntabilitas pertanggungjawabannya.

Kita tentu masih ingat kasus rumah mewah Presiden KSPI, Said Iqbal. Di tengah melaratnya kaum buruh, presidennya memiliki rumah super besar dengan nilai milyaran yang tak diketahui asal usul sumber dananya. Di samping itu, Said Iqbal sendiri diketahui sebagai petualang politik. Dia pernah menjadi Caleg PKS, namun gagal. Pada Pilpres kemarin mendukung Prabowo. 

Dan terakhir, mendukung pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta meskipun akhirnya kecewa karena kepentingannya tidak diakomodir oleh Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu. Dia memang banyak melakukan manuver politik, namun yang pasti selalu memiliki ciri yang sama yaitu dengan menunggangi kepentingan jutaan buruh di belakangnya. Untuk itulah, para buruh harus segera sadar dengan siapa dia berhadapan. Jangan sampai suaranya hanya menjadi barang dagangan di hadapan para politisi dan broker politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun