Mohon tunggu...
Cak Koekoeh
Cak Koekoeh Mohon Tunggu... Administrasi - Researcher

"Banyaknya ilmu yang beterbangan diatas kepala kita, maka ikatlah dengan tulisan"

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mereka tetap Berjualan (#KamitidakKukut)

18 Januari 2016   18:29 Diperbarui: 18 Januari 2016   19:39 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="tidak kukut"][/caption]

Teror bom yang terjadi di Paris benar-benar merambah ke Indonesia, khususnya telah masuk di Ibukota Jakarta. Tepatnya dihari kamis minggu kemarin, dijalan MH Thamrin kita disuguhi serangan teror yang menyerang daerah tersebut. Dengan dalih untuk berjihad dalam agama, mereka melaksanakan aksi teror tersebut mendekati jam istirahat siang dengan sasaran warga negara asing dan petugas kepolisian. Kafir dan taghut adalah stigma yang diberikan oleh tersangka kepada sasaran teror tersebut.

Tetapi serangan tersebut sepertinya “gagal” memberikan perasaan takut terhadap segenap warga negara Indonesia, khususnya kepada warga Jakarta. Sebagian besar warga sekitar malah dengan asyik berselfie dan menonton adanya “pertempuran” itu seperti layaknya sebuah adegan film layar lebar. Nampaknya warga Jakarta telah kenyang dengan adanya teror yang lain seperti begal, jambret, dan beberapa “teror” dari oknum pejabat dinegeri ini.

Dengan mengatasnamakan jihad yang diiming-imingi 72 bidadari disurga, banyak para pemuda yang sebenarnya mempunyai intelektual dan kreatifitas yang tinggi terjerumus dalam lubang yang salah dengan membawa nama agama. Apapun alasannya, kekerasan bukanlah disini tempatnya, Indonesia adalah negeri yang damai dengan sejuta keanekaragaman yang dibalut dengan toleransi tinggi telah menjadi hidangan yang menarik bagi para wisatawan, khususnya wisatawan asing. Negeri dengan penduduk muslim terbesar didunia ini merupakan cermin ajaran islam rahmatan lil alamin bagi dunia. Dimana islam sebagai agama dengan penganut terbanyak mampu bersanding dengan ajaran agama lain yang menjadi minoritas.

Tetapi oleh sebagian yang merasa beragama namun tidak mengedepankan pesan perdamaian seperti yang diajarkan Muhammad SAW dimanfaatkan untuk mengkader atau mencetak manusia-manusia intoleran yang bertujuan untuk mengguncang keutuhan NKRI dengan dalih mendirikan negara khilafah serta untuk merekrut militan-militan muda guna mendukung sebuah kepentingan organisasi yang didanai oleh negara tertentu dengan tujuan mendirikan negara.

Akibatnya, sepulang dari Timur-Tengah setelah merasa kalah dan diujung tanduk, mereka (para jihadis) pulang kembali ke negerinya masing-masing, tidak terkecuali yang berasal dari Indonesia kembali ke negeri asalnya. Tentu kedatangan mereka membawa “sampah” yaitu kemampuan militanasi yang tinggi ditopang dengan doktrinasi yang dilakukan oleh “amir” mereka. Ditambah dengan bergabungnya beberapa organisasi yang sudah ada sel-sel jaringannya di negeri ini membuat mereka merasa percaya diri untuk melaksanakan aksinya.

Yang terjadi di sekitar Sarinah adalah salah satu aksi mereka yang mungkin sudah dirancang sejak lama dengan sasaran yang telah ditentukan. Tetapi aksi mereka bisa dikatakan gagal, jumlah korban yang jatuh di Jakarta tidak sebanyak yang terjadi di Paris, Istambul, Ankara atau yang terbaru ini terjadi di Burkino Faso. Indonesia khususnya Jakarta sangat berbeda dengan kota serangan mereka yang tidak memakan banyak korban ditambah “serangan” balik dari para netizen dengan membully mereka bisa menjatuhkan moral dan mental para teroris tersebut.

Sebagian warga yang tidak takut terhadap teror tersebut adalah para pedagang kaki lima ataupun pedagang asongan yang tetap menggelar dagangannya. Para pedagang ini tidak kukut* dan tetap menggelar dagangannya sampai adegan “film” tersebut selesai dan jalanan sekitar MH Thamrin dinyatakan aman dan dibuka kembali untuk umum dalam kurun waktu kurang dari 4 jam.

Para pedagang ini lebih memillih mengamankan jualannya daripada harus lari meninggalkan dagangan dengan risiko diambil secara gratis oleh masyarakat sekitar yang mungkin saat itu sedang kelaparan –karena saat jam makan siang-. Bahkan kehadiran para warga yang menyaksikan adegan disekitar Sarinah bisa menjadi sebuah “pasar” kaget untuk dagangan mereka. Ada bapak penjual sate yang tetap mengayunkan kipasnya menbakar sate, ada penjual kacang yang menjual dagangannya kepada warga sekitar dan bahkan kepada aparat keamanan. Aksi para pedagang ini bahkan menjadi berita di luar negeri bahwa tidak ada rasa takut bagi sebagian besar warga Indonesia saat berhadapan dengan teroris yang mengatasnamakan agama.

Bagi para pedagang, jihad sesungguhnya adalah ketika dapat memberikan manfaat bagi keluarga terutama anak istri yang menunggu dirumah. Sebagai seorang kepala keluarga tugas suami adalah memberi nafkah keluarganya serta memberikan rasa nyaman kepada keluarga tersebut. Pulang dengan membawa keuntungan yang cukup besar hingga membuat anak istri tersenyum mungkin adalah surga bagi para pedagang tersebut. Bermanfaat bagi orang lain khususnya bagi keluarga dengan sebuah pengorbanan akan dinilai sebagai sebuah jihad, itulah yang diajarkan didalam buku suci agama apapun.

Bukan ingin masuk surga dengan jalan instan dengan menganiaya diri sendiri, meledakkan diri demi bidadari yang dijanjikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun